Sumur Minyak Ilegal di Indonesia Capai Produksi 10.000 Barel Per Hari, Kementerian ESDM Dorong Kepastian Hukum

Rabu, 30 April 2025 | 11:00:01 WIB
Sumur Minyak Ilegal di Indonesia Capai Produksi 10.000 Barel Per Hari, Kementerian ESDM Dorong Kepastian Hukum

JAKARTA — Aktivitas pengeboran sumur minyak ilegal di berbagai daerah di Indonesia kini kian mengkhawatirkan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa praktik ini bukan lagi dalam skala kecil, melainkan telah berkembang menjadi jaringan besar dengan potensi produksi mencapai 10.000 barel per hari.

Plh Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyampaikan bahwa berdasarkan laporan yang diterima pihaknya, sumur-sumur minyak ilegal ini tersebar di berbagai provinsi. Di antaranya adalah Musi Banyuasin (Sumatera Selatan), Aceh, Jambi, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

"Pergerakan produksi antara 6.000 sampai dengan 10.000 barrel oil per day, ini tergantung hari dan situasi, tapi in average antara 6.000-an sampai 10.000," kata Tri Winarno saat menyampaikan laporannya dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, Rabu.

Potensi Produksi Tak Main-Main

Jumlah tersebut bukanlah angka yang kecil. Jika dikalkulasi, produksi 10.000 barel per hari dari sumur-sumur ilegal berarti setara dengan sekitar 300.000 barel per bulan — angka yang mencengangkan mengingat kegiatan ini berlangsung di luar sistem legal dan tanpa pengawasan keselamatan operasional yang memadai.

Fenomena ini tidak hanya menjadi persoalan energi, namun juga menyentuh aspek sosial, hukum, dan lingkungan. Di Sumatera Selatan saja, pemerintah mencatat ada lebih dari 7.700 sumur minyak ilegal yang aktif beroperasi. Lebih dari 230.000 orang diduga terlibat dalam kegiatan tersebut, dengan rata-rata 30 orang bekerja pada satu sumur.

Angka ini menunjukkan bahwa praktik pengeboran ilegal telah menjadi salah satu sumber penghidupan masyarakat, terutama di daerah-daerah yang secara ekonomi tergolong tertinggal.

"Kami memandang perlu adanya kepastian hukum yang jelas dalam pengelolaan sumur-sumur tersebut, karena jumlahnya sangat besar dan terus bertambah setiap tahunnya," ujar Tri.

Tantangan Regulasi dan Penegakan Hukum

Menurut Tri Winarno, penanganan terhadap sumur minyak ilegal ini masih menghadapi berbagai hambatan, terutama dari sisi regulasi. Saat ini, belum ada payung hukum yang secara spesifik mengatur mekanisme pengelolaan atau legalisasi sumur ilegal yang sudah telanjur beroperasi. Akibatnya, tindakan pemerintah kerap terbatas pada penutupan dan penindakan hukum semata.

Padahal, pendekatan represif semata tidak cukup. Di sisi lain, masyarakat yang menggantungkan hidup dari kegiatan ini juga butuh solusi yang berkelanjutan. Pemerintah daerah pun menghadapi dilema antara memberantas ilegalitas dan menjaga stabilitas sosial-ekonomi warga.

Risiko Lingkungan dan Keselamatan

Praktik pengeboran ilegal juga menyimpan risiko besar terhadap lingkungan dan keselamatan kerja. Tanpa standar operasional dan pengawasan teknis dari pihak berwenang, potensi terjadinya kebakaran, ledakan, atau pencemaran lingkungan menjadi sangat tinggi.

Beberapa kasus kebakaran dan tumpahan minyak di kawasan hutan atau pemukiman telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir, dan sebagian besar berkaitan dengan aktivitas sumur ilegal. Ini menjadi catatan serius yang tidak boleh diabaikan oleh pemerintah pusat dan daerah.

Upaya Pengendalian dan Solusi Alternatif

Dalam rangka menekan praktik pengeboran ilegal, Kementerian ESDM menyatakan tengah menjajaki beberapa pendekatan, termasuk kemungkinan legalisasi terbatas atau pemberdayaan komunitas melalui skema koperasi energi rakyat. Gagasan ini sempat disampaikan oleh beberapa anggota Komisi VII DPR sebagai solusi jangka panjang.

"Kalau bisa diberikan pelatihan teknis dan akses pengelolaan legal melalui koperasi atau BUMDes, maka bisa mengubah potensi masalah ini menjadi peluang ekonomi lokal yang sah dan aman," ujar salah satu anggota DPR dalam rapat yang sama.

Namun, skema ini tentu membutuhkan koordinasi lintas kementerian dan dukungan anggaran serta perangkat hukum yang kuat. Pemerintah juga diharapkan dapat meningkatkan patroli dan pengawasan terhadap kawasan-kawasan rawan pengeboran ilegal.

Dorongan Revisi Aturan

Pakar hukum energi, Dr. Bambang Prasetyo, mengatakan bahwa saat ini terdapat kekosongan regulasi dalam mengatur eksploitasi minyak oleh masyarakat secara mandiri. "Kita perlu revisi UU Migas yang bisa mengatur secara adil keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya energi, bukan hanya perusahaan besar," ungkapnya.

Menurut Bambang, penertiban sumur ilegal harus dibarengi dengan pendekatan inklusif yang memberikan solusi ekonomi bagi masyarakat yang telah lama terlibat dalam aktivitas tersebut.

Terkini