Ribuan Petani Witaraya Gelar Aksi Demo Menentang Pembangunan Intake Sungai Karaopa di Kantor PT. BTIIG

Senin, 05 Mei 2025 | 20:45:00 WIB
Ribuan Petani Witaraya Gelar Aksi Demo Menentang Pembangunan Intake Sungai Karaopa di Kantor PT. BTIIG

JAKARTA - Ribuan petani yang berasal dari Kecamatan Bumi Raya dan Kecamatan Wita Ponda, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah, melaksanakan aksi demonstrasi damai menuntut penghentian pembangunan intake dan pemasangan pipanisasi di Bendung Sungai Karaopa. Proyek yang dicanangkan oleh PT. Baoshuo Taman Industry Investment Group (BTIIG) ini, menurut mereka, berpotensi besar mengancam kelangsungan irigasi yang menjadi sumber utama pengairan bagi pertanian di wilayah tersebut.

Aksi demonstrasi ini digelar di halaman kantor PT. BTIIG yang terletak di Desa Topogaro, Kecamatan Bungku Barat, pada Senin (5/5). Massa yang tergabung dalam Gerakan Petani Indonesia Menggugat (GAPIT) Kabupaten Morowali ini menyuarakan kekhawatiran mereka tentang dampak yang ditimbulkan oleh proyek pipanisasi yang direncanakan oleh perusahaan tersebut. Menurut para petani, proyek ini dapat mengurangi pasokan air yang sangat dibutuhkan untuk mengairi lebih dari 2.500 hektare lahan pertanian yang tersebar di 13 desa di dua kecamatan tersebut.

Kekhawatiran Terhadap Dampak Proyek Terhadap Sumber Air

Menurut Muhammad Azmy, salah satu perwakilan petani dalam orasi yang disampaikannya, Bendung Irigasi Karaopa saat ini merupakan sumber air utama bagi petani di Kecamatan Bumi Raya dan Wita Ponda. Ia menjelaskan bahwa, meskipun saat ini debit air yang tersedia sudah mulai menurun, tambahan pengambilan air untuk keperluan perusahaan akan semakin memperburuk keadaan.

“Bendung Irigasi Karaopa adalah sumber air utama bagi petani di Bumi Raya dan Wita Ponda. Debit air saat ini saja sudah tidak mencukupi saat musim kemarau. Jika ditambah pengambilan air untuk perusahaan, maka pertanian kami terancam gagal total,” kata Azmy dengan tegas.

Petani juga mengungkapkan kekesalan mereka terkait kurangnya transparansi dan sosialisasi yang dilakukan oleh PT. BTIIG. Azmy menilai bahwa pihak perusahaan tidak pernah melibatkan warga terdampak dalam pembahasan atau pengambilan keputusan mengenai proyek tersebut. Hal ini, menurutnya, menunjukkan adanya pengabaian terhadap hak-hak masyarakat kecil yang bergantung pada sumber daya alam tersebut.

“Tidak ada sosialisasi yang dilakukan. Kami sebagai pengguna utama sumber air tidak pernah diajak bicara. Ini bentuk pengabaian terhadap kepentingan masyarakat kecil,” tambahnya.

Dialog Antara Massa Aksi dan Manajemen PT. BTIIG

Setelah beberapa jam melakukan orasi di depan kantor PT. BTIIG, massa aksi akhirnya diundang untuk berdialog dengan pihak manajemen perusahaan. Pertemuan ini difasilitasi oleh Asisten I Pemerintah Daerah Morowali, Rizal Badudin. Dalam dialog tersebut, pihak perusahaan diwakili oleh Eksternal Manager PT. BTIIG, Cipto Rustianto, sementara petani diwakili oleh Alimudin dan Muhammad Azmy.

Pada pertemuan tersebut, kedua belah pihak mencapai kesepakatan sementara yang dituangkan dalam sebuah surat pernyataan bersama. Dalam surat tersebut, PT. BTIIG sepakat untuk menghentikan sementara seluruh aktivitas terkait pembangunan intake dan pemasangan pipanisasi di sekitar Bendung Karaopa. Selain itu, perusahaan juga akan menarik alat berat yang telah digunakan di lokasi tersebut.

Kesepakatan tersebut menjadi langkah positif dalam meredakan ketegangan antara petani dan perusahaan. Namun, pertemuan lanjutan antara seluruh pihak yang terlibat dijadwalkan pada 14 Mei 2025 di Kecamatan Bumi Raya untuk membahas lebih lanjut tentang dampak dari proyek tersebut dan menentukan langkah-langkah selanjutnya yang lebih terbuka dan menyeluruh.

Aksi Demo Berjalan Tertib di Bawah Pengawalan Aparat Keamanan

Setelah penandatanganan kesepakatan sementara, massa aksi membubarkan diri dengan tertib. Proses pembubaran berlangsung dengan aman dan di bawah pengawalan ketat dari aparat gabungan, termasuk TNI, Polri, dan satuan pengamanan internal PT. BTIIG. Keamanan dan kelancaran aksi dijaga dengan baik, dan tidak terjadi bentrokan atau kerusuhan selama berlangsungnya aksi.

Ribuan petani yang terlibat dalam demonstrasi ini tetap menunjukkan sikap damai, meskipun tuntutan mereka sangat jelas: mereka menginginkan agar proyek pembangunan intake dan pipanisasi tersebut dihentikan atau setidaknya dikaji ulang. Para petani berharap bahwa pihak PT. BTIIG dan Pemerintah Kabupaten Morowali dapat memberikan perhatian yang lebih besar terhadap keberlanjutan pertanian di wilayah mereka, yang merupakan mata pencaharian utama bagi ribuan keluarga.

Peran Penting Sosialisasi dalam Setiap Proyek Pembangunan

Aksi ini menunjukkan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam setiap proyek pembangunan yang berdampak langsung terhadap kehidupan mereka. Dalam hal ini, para petani menuntut agar mereka dilibatkan dalam proses sosialisasi terkait proyek pembangunan yang berpotensi mengancam ketahanan pangan lokal.

Ketidaktransparanan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan proyek ini menjadi sorotan utama. Tanpa adanya komunikasi yang jelas, pihak yang paling rentan—seperti petani—seringkali tidak mendapatkan informasi yang cukup mengenai proyek yang akan mempengaruhi kehidupan mereka. Oleh karena itu, petani berharap agar perusahaan dan pemerintah melakukan sosialisasi yang lebih baik agar semua pihak yang terdampak dapat memahami dampak dari proyek tersebut dan mencari solusi yang terbaik.

Harapan Akan Kesepakatan yang Menguntungkan Semua Pihak

Meskipun ada kesepakatan sementara yang dicapai pada pertemuan pertama, pertemuan lanjutan yang akan digelar pada 14 Mei 2025 akan menjadi momen penting untuk menentukan kelanjutan dari proyek tersebut. Petani berharap agar pihak PT. BTIIG dan pemerintah dapat mendengarkan lebih baik aspirasi mereka dan memastikan bahwa proyek pembangunan ini tidak merugikan masyarakat, khususnya petani yang bergantung pada irigasi dari Sungai Karaopa.

“Saya berharap pertemuan lanjutan nanti bisa lebih terbuka dan mengakomodasi kepentingan petani. Kami tidak ingin pertanian kami hancur hanya karena proyek yang tidak memperhatikan kebutuhan dasar masyarakat,” ujar Muhammad Azmy di akhir orasinya.

Terkini