Mobil Tiongkok Picu Persaingan Ketat di Pasar Otomotif

Kamis, 26 Juni 2025 | 10:26:33 WIB

JAKARTA - Pasar otomotif Indonesia saat ini sedang mengalami transformasi besar-besaran seiring meningkatnya penetrasi mobil-mobil asal Tiongkok yang menawarkan kombinasi harga kompetitif dan teknologi canggih. Fenomena ini memaksa merek-merek lain, baik lokal maupun global, untuk segera berbenah dan meningkatkan daya saing mereka.

Beberapa merek asal Tiongkok seperti Wuling, Chery, dan BYD telah menjadi sorotan dalam dua tahun terakhir, dengan strategi agresif yang berhasil menggoyang dominasi merek-merek Jepang yang sebelumnya mendominasi pasar nasional. Konsumen Indonesia kini semakin terbuka terhadap produk otomotif alternatif, terutama yang menawarkan fitur canggih dengan harga terjangkau.

Harga Terjangkau dan Teknologi Mutakhir Jadi Senjata Utama

Mobil-mobil buatan Tiongkok dikenal dengan strategi penetapan harga yang kompetitif tanpa mengorbankan fitur dan kualitas. Contohnya, Wuling Almaz dan Chery Omoda 5 menawarkan fitur seperti panoramic sunroof, sistem ADAS (Advanced Driver Assistance System), dan layar sentuh besar dengan konektivitas tinggi yang sebelumnya hanya tersedia pada mobil premium.

Menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), penjualan mobil Tiongkok meningkat signifikan pada semester pertama 2025, dengan pertumbuhan hingga 78% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

"Konsumen kita saat ini semakin kritis dan cerdas. Mereka tidak hanya mempertimbangkan merek, tapi juga fitur dan nilai yang ditawarkan. Inilah yang dimanfaatkan oleh merek-merek Tiongkok," ujar Kukuh Kumara, Sekretaris Umum GAIKINDO, saat ditemui di sela acara otomotif nasional di Jakarta.

Merek Jepang dan Eropa Mulai Terdesak

Dominasi merek Jepang seperti Toyota, Honda, dan Suzuki mulai menghadapi tantangan besar. Walau masih memimpin dalam hal total volume penjualan, tren pergeseran konsumen terutama di segmen urban dan milenial mulai terlihat.

BYD, misalnya, yang fokus pada mobil listrik, telah sukses mengukuhkan diri sebagai pionir kendaraan elektrifikasi dengan harga di bawah Rp 500 juta. Hal ini menjadikan mereka sebagai alternatif kuat terhadap mobil hybrid Jepang dan EV asal Korea.

"Kami melihat peluang besar di Indonesia karena masyarakatnya mulai peduli terhadap kendaraan listrik. Kami hadir untuk memberi pilihan yang masuk akal dan ramah lingkungan," ujar Sales Director BYD Indonesia, Li Chen, dalam keterangan pers.

Efek Domino ke Merek Lokal dan Produsen Lain

Gempuran mobil Tiongkok juga memaksa merek lokal serta agen pemegang merek global lainnya untuk menyesuaikan strategi mereka. Beberapa di antaranya melakukan lokalisasi produksi, penyesuaian harga, hingga percepatan pengembangan mobil listrik.

Sebagai contoh, DFSK Glory memutuskan untuk memperluas fasilitas perakitan di Cikande, Banten, guna memangkas biaya impor dan mempercepat pengiriman unit. Sementara itu, Honda mengumumkan akan memperkenalkan model EV pertama buatan lokal di awal 2026 sebagai respons atas dinamika pasar.

"Kita tidak bisa diam saja. Pasar sudah berubah, dan kita harus adaptif. Kehadiran mereka (mobil Tiongkok) memberi dorongan agar kami terus berinovasi," kata Andi Wijaya, Product Planning Manager salah satu merek otomotif Jepang.

Persepsi Kualitas dan Layanan Purna Jual Jadi Ujian

Meski penjualan meningkat, mobil Tiongkok masih menghadapi tantangan dalam membangun persepsi kualitas jangka panjang dan layanan purna jual. Beberapa konsumen menyatakan kekhawatiran soal nilai jual kembali dan ketersediaan suku cadang.

Untuk menjawab keraguan tersebut, sejumlah pabrikan seperti Wuling dan Chery telah memperluas jaringan dealer dan pusat layanan. Mereka juga memberikan garansi lebih panjang, seperti 5 hingga 8 tahun, untuk menarik kepercayaan konsumen.

"Kami sadar tantangan utama adalah kepercayaan. Maka dari itu kami bangun ekosistem yang lengkap, dari sales hingga after sales," ujar Presiden Direktur Chery Sales Indonesia, Shawn Xu.

Dampak Jangka Panjang terhadap Industri Otomotif Nasional

Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr. Bambang Haryanto, menilai bahwa fenomena masuknya mobil Tiongkok dalam jumlah besar merupakan sinyal positif sekaligus tantangan.

"Jika dimanfaatkan dengan benar, ini akan menciptakan ekosistem persaingan sehat dan memaksa semua pelaku industri untuk lebih efisien dan inovatif. Tapi kita juga perlu menjaga agar industri dalam negeri tetap tumbuh dan tidak hanya jadi pasar konsumsi," ujarnya.

Pemerintah pun didorong untuk mempercepat harmonisasi regulasi kendaraan listrik dan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) agar produsen asing, termasuk dari Tiongkok, juga berinvestasi dalam produksi lokal.

Kompetisi Otomotif Era Baru Telah Dimulai

Gempuran mobil asal Tiongkok di Indonesia tidak hanya memperkaya pilihan konsumen, tetapi juga mengubah peta persaingan industri otomotif nasional. Merek-merek seperti Wuling, BYD, dan Chery berhasil mengguncang status quo dengan strategi agresif dan inovatif.

Merek lain, termasuk pemain lama, kini tak punya pilihan selain berinovasi. Pada akhirnya, kondisi ini berpotensi memberikan manfaat besar bagi konsumen melalui produk berkualitas dengan harga kompetitif, serta mempercepat transformasi industri otomotif Indonesia ke arah yang lebih modern dan berkelanjutan.

Terkini