JAKARTA - Pemerintah bersama seluruh badan usaha penyedia bahan bakar minyak (BBM), baik milik negara maupun swasta, resmi menurunkan harga BBM non-subsidi per 1 Juni 2025. Penurunan ini berlaku secara nasional, mencakup jenis bahan bakar beroktan tinggi dan bahan bakar mesin diesel yang mengandung Cetane Number (CN).
Langkah ini dilakukan menyusul stabilitas harga minyak mentah dunia dan penguatan nilai tukar rupiah, sehingga memberikan ruang bagi pelaku usaha untuk menyesuaikan harga jual BBM kepada masyarakat. Di sisi lain, harga BBM bersubsidi seperti Pertalite dan Solar tetap dijaga agar tidak mengalami kenaikan.
Penyesuaian Harga BBM Pertamina
PT Pertamina (Persero) sebagai penyedia utama BBM nasional mengumumkan penyesuaian harga untuk produk Pertamax Series dan Dex Series di seluruh wilayah operasinya. Berikut rincian harga baru yang berlaku mulai 1 Juni 2025:
Pertamax (RON 92): Turun Rp 300, dari Rp 12.400 menjadi Rp 12.100 per liter.
Pertamax Green (RON 95): Turun Rp 350, dari Rp 13.150 menjadi Rp 12.800 per liter.
Pertamax Turbo (RON 98): Turun Rp 250, dari Rp 13.300 menjadi Rp 13.050 per liter.
Dexlite (CN 51): Turun Rp 610, dari Rp 13.350 menjadi Rp 12.740 per liter.
Pertamina Dex (CN 53): Turun Rp 550, dari Rp 13.750 menjadi Rp 13.200 per liter.
Sementara itu, dua jenis BBM bersubsidi tetap stabil, yakni:
Pertalite (RON 90): Tetap Rp 10.000 per liter.
Solar Subsidi (Biosolar): Tetap Rp 6.800 per liter.
SPBU Swasta Ikut Pangkas Harga
Penurunan harga juga dilakukan oleh operator SPBU swasta seperti Shell, BP, Vivo, dan BP-AKR. Penyesuaian ini mencakup berbagai jenis BBM yang dipasarkan:
Shell V-Power Diesel (CN 51): Turun Rp 560, menjadi Rp 13.250 per liter.
Shell Super, V-Power, dan V-Power Nitro+: Turun antara Rp 290–360 per liter.
BP Ultimate Diesel (CN 53): Turun Rp 560, menjadi Rp 13.250 per liter.
BP 92: Turun Rp 230, menjadi Rp 12.370 per liter.
BP Ultimate (RON 95): Turun Rp 330, menjadi Rp 12.840 per liter.
Vivo Diesel Primus Plus (CN 51): Turun Rp 600, menjadi Rp 13.210 per liter.
BP-AKR yang mengoperasikan SPBU di wilayah Jabodetabek dan Jawa Timur turut menurunkan harga seluruh produknya, termasuk BP Ultimate Diesel yang sebelumnya Rp 13.810 kini menjadi Rp 13.250 per liter.
Faktor Pemicu Penurunan Harga
Terdapat beberapa faktor utama yang mendorong terjadinya penurunan harga BBM non-subsidi pada Juni 2025, antara lain:
Harga Minyak Dunia Turun: Harga minyak mentah dunia jenis Brent tercatat menurun ke kisaran USD 83–85 per barel pada akhir Mei 2025, dari sebelumnya berada di atas USD 90 per barel.
Nilai Tukar Rupiah Stabil: Rupiah yang stabil terhadap dolar AS memperkuat daya beli impor dan menekan beban biaya distribusi BBM dalam negeri.
Penyesuaian Berkala Berdasarkan Aturan: Pemerintah melalui Kementerian ESDM secara berkala mengevaluasi harga jual BBM non-subsidi dengan mengacu pada formula harga yang mempertimbangkan rata-rata harga minyak dunia dan kurs rupiah.
Ekonom energi dari Universitas Indonesia, Dr. Herman Siregar, menyebutkan bahwa penurunan ini adalah respon positif terhadap dinamika global. “Selama harga minyak mentah dunia stabil atau menurun, maka ada ruang bagi pemerintah dan pelaku usaha untuk menurunkan harga BBM. Ini tentu menjadi hal positif bagi daya beli masyarakat,” ujarnya.
Dampak Langsung di Masyarakat
Penyesuaian harga ini memberikan sejumlah dampak positif yang langsung dirasakan oleh masyarakat dan pelaku usaha:
1. Biaya Transportasi Menurun
Bagi pengguna kendaraan pribadi dan pengusaha logistik, turunnya harga BBM berarti efisiensi biaya harian. Hendri Gunawan, pengusaha transportasi asal Bekasi, menyatakan, “Setiap penurunan harga BBM tentu berdampak positif bagi bisnis kami. Biaya operasional turun, harga barang bisa tetap terjangkau.”
2. Stabilitas Harga Kebutuhan Pokok
Penurunan biaya distribusi berdampak langsung pada harga barang konsumsi, terutama di daerah yang mengandalkan pengiriman melalui darat.
3. Daya Beli Meningkat
Masyarakat kini lebih leluasa dalam menggunakan kendaraan pribadi tanpa khawatir beban biaya BBM. Ini berdampak pada peningkatan mobilitas dan aktivitas konsumsi.
4. Kompetisi Pasar yang Sehat
Turunnya harga BBM secara serentak antara SPBU milik negara dan swasta menciptakan iklim persaingan yang sehat serta memberikan lebih banyak pilihan bagi konsumen.
Subsidi Tetap Dijaga untuk Kelompok Rentan
Walaupun harga BBM non-subsidi turun, pemerintah memutuskan untuk mempertahankan harga BBM subsidi demi melindungi daya beli kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Kementerian Keuangan terus melakukan evaluasi berkala terhadap kebijakan subsidi agar tetap sasaran dan berkelanjutan.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, menjelaskan, “Harga BBM bersubsidi akan dijaga stabil karena ini menyangkut keberlangsungan ekonomi masyarakat kecil. Sementara harga non-subsidi disesuaikan mengikuti tren pasar.”
Tantangan di Balik Penurunan
Meski kabar penurunan harga BBM menjadi angin segar, ada beberapa tantangan yang harus diantisipasi:
Pasokan Tidak Merata: Beberapa wilayah, khususnya SPBU swasta, sempat mengalami kekosongan pasokan BBM jenis diesel.
Distribusi di Daerah Terpencil: Pemerataan distribusi BBM masih menjadi tantangan di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).
Ketergantungan terhadap Harga Global: Penyesuaian harga BBM sangat dipengaruhi oleh kondisi pasar internasional dan kurs mata uang asing.