Rentetan Guncangan Gempa di Jepang Selatan: Warga Waspada, Pemerintah Siaga

Sabtu, 05 Juli 2025 | 08:41:40 WIB
Rentetan Guncangan Gempa di Jepang Selatan: Warga Waspada, Pemerintah Siaga

JAKARTA - Wilayah selatan Jepang kembali menjadi sorotan setelah mengalami lebih dari 1.000 guncangan gempa dalam dua pekan terakhir. Fenomena seismik yang luar biasa ini memicu kekhawatiran warga dan menjadi topik pembicaraan utama di berbagai media, termasuk menjadi kata kunci teratas dalam penelusuran daring.

Salah satu guncangan terkuat yang tercatat terjadi di Kepulauan Tokara, Prefektur Kagoshima. Gempa tersebut memiliki magnitudo 5,5 dan digolongkan pada level lower 6 dalam skala intensitas seismik Jepang—skala yang digunakan khusus di Jepang untuk mengukur kekuatan guncangan secara lokal, dari level 0 hingga 7.

Badan Meteorologi Jepang (JMA) mengonfirmasi bahwa pusat gempa berada di lepas pantai Kepulauan Tokara, dengan kedalaman sekitar 20 kilometer. Meskipun intensitasnya cukup kuat dan dirasakan jelas oleh warga, tidak ada peringatan tsunami yang dikeluarkan. Hal ini memberikan sedikit kelegaan, meskipun kewaspadaan tetap tinggi.

Menurut laporan, Pulau Akusekijima menjadi titik yang paling terdampak, dengan intensitas gempa tertinggi tercatat di sana. Pulau kecil ini dihuni oleh sekitar 80 orang. “Guncangan berlangsung cukup lama. Saya berada di luar rumah, dan banyak orang di sekitar saya tampak sangat terkejut,” ujar Arikawa Kazunori, salah seorang warga, sebagaimana dikutip oleh NHKWorld.

Guncangan-guncangan yang terjadi selama dua pekan terakhir sebagian besar tergolong ringan. Namun, frekuensinya yang tinggi dan kejadian gempa terakhir yang cukup kuat membuat pemerintah daerah harus meningkatkan kesiapsiagaan. Otoritas setempat langsung mengaktifkan pusat evakuasi dan menyiagakan kapal feri untuk evakuasi jika situasi memburuk.

Pemerintah desa Toshima, yang mengelola gugusan Kepulauan Tokara, memberikan konfirmasi bahwa seluruh warga dalam keadaan aman. “Kami telah memastikan semua orang selamat,” jelas seorang pejabat dari pemerintah desa tersebut. Pernyataan itu menggarisbawahi pentingnya respons cepat dan koordinasi antarinstansi dalam menghadapi situasi bencana.

Sementara itu, pihak kepolisian juga bergerak cepat untuk melakukan pemantauan di lapangan. Mereka menyatakan belum ada laporan mengenai kerusakan serius, korban luka, atau korban jiwa. Namun, proses pengumpulan informasi terkait kemungkinan kerusakan infrastruktur, seperti rumah-rumah warga dan jalan penghubung, masih terus dilakukan.

Dari tingkat pemerintahan pusat, Kepala Sekretaris Kabinet Jepang, Hayashi Yoshimasa, menyampaikan pernyataan resmi. Ia menegaskan bahwa pemerintah akan melakukan segala langkah yang diperlukan dalam menangani bencana ini. “Berdasarkan instruksi Perdana Menteri, kami berkomitmen penuh terhadap penanganan bencana. Itu termasuk menilai kerusakan dan melaksanakan operasi penyelamatan jiwa. Kami akan bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk mengumpulkan informasi dan segera melakukan upaya bantuan,” tegas Hayashi.

Ia juga menambahkan bahwa masyarakat akan segera mendapatkan pembaruan informasi jika terdapat perubahan situasi atau instruksi evakuasi tambahan yang perlu diikuti. Pemerintah tampaknya mengambil pendekatan yang sangat berhati-hati, mengingat intensitas dan frekuensi gempa yang tidak biasa dalam waktu singkat ini.

Menariknya, kejadian gempa ini muncul di tengah maraknya peredaran informasi tidak berdasar di media sosial mengenai prediksi akan terjadinya gempa besar pada tanggal tertentu. Ramalan lama yang kembali beredar pada tahun 2021 menyebutkan bahwa gempa besar akan terjadi di Jepang pada tanggal 5 Juli. Meskipun tidak memiliki dasar ilmiah, informasi ini menyebar luas dan sempat menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat.

Dampaknya bahkan sampai pada sektor ekonomi. Menurut laporan dari AFP, “Maskapai Greater Bay Airlines yang berbasis di Hong Kong mengurangi penerbangan ke Jepang karena permintaan turun drastis,” ungkap seorang pejabat pariwisata lokal. Penurunan minat berkunjung ini juga tercermin dalam data otoritas pariwisata Jepang yang mencatat penurunan jumlah wisatawan dari Hong Kong sebesar 11,2 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Menanggapi keresahan yang meluas ini, Kepala Badan Meteorologi Jepang, Ryoichi Nomura, menegaskan bahwa tidak ada metode ilmiah yang dapat secara akurat memprediksi gempa, baik dari segi lokasi, waktu, maupun kekuatan. Ia mengajak masyarakat untuk tetap tenang namun waspada.

“Dengan ilmu pengetahuan saat ini, tidak mungkin memprediksi gempa dengan menentukan lokasi, waktu, dan kekuatannya secara spesifik, ataupun menyatakan bahwa gempa akan atau tidak akan terjadi,” tegasnya. Ia menambahkan bahwa meskipun masyarakat dianjurkan untuk selalu siap menghadapi gempa, mereka juga tidak seharusnya bertindak berdasarkan rasa cemas berlebihan.

“Kami mengimbau masyarakat untuk mengambil langkah-langkah tertentu agar dapat menghadapi gempa kapan pun itu terjadi. Namun, kami juga sangat menganjurkan agar masyarakat tidak mengambil tindakan tidak rasional yang didorong oleh rasa cemas,” tutup Nomura.

Dengan situasi yang masih dinamis, Jepang kini berada dalam fase kritis dalam memastikan keselamatan warganya sambil mempertahankan stabilitas sosial dan ekonomi. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, terus bekerja sama untuk memantau situasi, memberikan informasi akurat, dan merespons cepat apabila kondisi memburuk.

Terkini

Harga Sembako Jogja Turun

Rabu, 23 Juli 2025 | 15:50:24 WIB

Aliran Dana ETF Crypto BlackRock Melonjak Tajam

Rabu, 23 Juli 2025 | 15:57:12 WIB

BMKG: Hujan Ringan Landa Jabodetabek

Rabu, 23 Juli 2025 | 16:00:54 WIB

Cicilan Oppo Reno 11 Pro Mulai Rp400 Ribuan

Rabu, 23 Juli 2025 | 16:07:08 WIB