Krisis Politik Picu Revisi Aturan Darurat Militer di Korea Selatan

Sabtu, 05 Juli 2025 | 08:25:20 WIB
Krisis Politik Picu Revisi Aturan Darurat Militer di Korea Selatan

JAKARTA - Perubahan signifikan terjadi dalam sistem hukum Korea Selatan setelah parlemen negara tersebut menyetujui revisi aturan mengenai darurat militer. Dalam peraturan baru yang disahkan, militer maupun kepolisian kini dilarang memasuki kawasan kompleks parlemen tanpa persetujuan dari ketua Majelis Nasional. Selain itu, segala upaya yang menghalangi akses anggota parlemen ke Gedung Majelis Nasional juga dilarang keras.

Langkah legislasi ini lahir sebagai respons terhadap insiden luar biasa yang terjadi beberapa bulan sebelumnya, ketika mantan Presiden Yoon Suk Yeol mengambil keputusan mengejutkan yang mengguncang tatanan politik Korea Selatan. Kala itu, Yoon secara sepihak menetapkan status darurat militer, sebuah langkah ekstrem yang tidak hanya membingungkan banyak pihak, tetapi juga langsung menjerumuskan negara ke dalam krisis politik mendalam.

Sebuah pemandangan dramatis mewarnai malam pengumuman status darurat tersebut: pasukan bersenjata mengepung area di sekitar Majelis Nasional, memicu ketegangan tinggi. Ketika hendak memberikan suara menolak kebijakan itu, sejumlah anggota parlemen bahkan harus memanjat tembok gedung parlemen demi bisa masuk ke dalam ruang sidang. Kejadian ini menciptakan gambaran jelas tentang betapa rentannya demokrasi ketika dihadapkan pada kekuasaan militer yang dipolitisasi.

Peristiwa tersebut menjadi titik balik yang mempercepat kesadaran parlemen akan perlunya pembaruan kebijakan darurat militer, agar tidak disalahgunakan di masa mendatang. Media internasional, termasuk BBC, menyoroti bagaimana insiden ini menjadi pemantik reformasi hukum yang lebih mendalam.

Langkah darurat Yoon, yang diumumkan pada awal Desember, dilatarbelakangi tekanan politik yang semakin besar. Pemerintahannya saat itu tengah menghadapi kebuntuan parlemen dan skandal korupsi yang mencederai kepercayaan publik. Dalam upayanya mempertahankan kekuasaan, Yoon berdalih bahwa deklarasi darurat militer bertujuan melindungi negara dari "kekuatan anti-negara" yang ia klaim bersimpati pada Korea Utara. Namun, publik dan parlemen sama-sama meragukan dasar klaim tersebut karena tidak disertai bukti konkret.

Krisis ini menjadi salah satu momen paling genting dalam sejarah demokrasi Korea Selatan sejak negara itu keluar dari bayang-bayang pemerintahan militer di akhir 1980-an. Tak pelak, keputusan Yoon menuai konsekuensi politik besar. Ia dimakzulkan dan dicopot dari jabatannya. Sejumlah pejabat tinggi pemerintahan yang terlibat dalam pengambilan keputusan tersebut turut dicopot, bahkan ditahan untuk mempertanggungjawabkan peran mereka.

Seiring bergulirnya proses hukum terhadap Yoon, penyelidikan atas tindakannya terus berlanjut. Ia dilaporkan beberapa kali mangkir dari panggilan pemeriksaan, hingga penyidik akhirnya mengajukan surat perintah terhadap dirinya setelah ketidakhadiran yang ketiga kalinya.

Situasi negara sempat berada dalam kondisi penuh ketidakpastian. Ketidakstabilan politik mengakibatkan Partai Kekuatan Rakyat, yang sebelumnya berkuasa di bawah pemerintahan Yoon, kehilangan dukungan signifikan. Dalam pemilihan umum sela yang diadakan pada bulan Juni, partai oposisi mengambil alih kepemimpinan nasional. Lee Jae Myung, kandidat dari kubu oposisi, terpilih sebagai Presiden Korea Selatan.

Sejak resmi dilantik, Presiden Lee menunjukkan arah politik yang sangat berbeda dari pendahulunya. Salah satu kebijakan awalnya adalah upaya membangun kembali hubungan dengan Korea Utara, yang selama pemerintahan Yoon mengalami ketegangan tajam akibat pendekatan konfrontatif.

Bersamaan dengan pengesahan amandemen aturan darurat militer, parlemen juga mengambil keputusan penting lain: menyetujui penunjukan Kim Min-seok sebagai perdana menteri yang baru. Kim merupakan anggota parlemen dari Partai Demokrat, yang kini menjadi partai penguasa. Penunjukannya disetujui melalui mosi parlemen dengan 173 suara mendukung, hanya tiga menolak, dan tiga lainnya tidak sah.

Namun, proses pengangkatan Kim tidak sepenuhnya berjalan mulus. Legislator dari Partai Kekuatan Rakyat menolak memberikan suara dan justru menyerukan agar Kim mengundurkan diri secara sukarela. Kendati demikian, dengan dominasi Partai Demokrat di Majelis Nasional yang terdiri dari 300 kursi, mosi pengangkatan tersebut tetap disahkan tanpa hambatan berarti.

Kim Min-seok, yang telah menjabat sebagai anggota parlemen selama empat periode, diajukan sebagai kandidat perdana menteri pada saat Presiden Lee mulai resmi menjabat. Penunjukannya mencerminkan keinginan pemerintah baru untuk segera menata kembali struktur pemerintahan setelah badai politik yang terjadi sebelumnya.

Kini, dengan kepemimpinan baru dan payung hukum yang lebih jelas dalam penanganan darurat militer, Korea Selatan berupaya bangkit dari krisis yang sempat menggoyahkan sendi-sendi demokrasinya. Reformasi hukum ini diharapkan tidak hanya menjadi reaksi sesaat, melainkan bagian dari langkah panjang menuju pemerintahan yang lebih transparan dan bertanggung jawab.

Terkini

Harga Sembako Jogja Turun

Rabu, 23 Juli 2025 | 15:50:24 WIB

Aliran Dana ETF Crypto BlackRock Melonjak Tajam

Rabu, 23 Juli 2025 | 15:57:12 WIB

BMKG: Hujan Ringan Landa Jabodetabek

Rabu, 23 Juli 2025 | 16:00:54 WIB

Cicilan Oppo Reno 11 Pro Mulai Rp400 Ribuan

Rabu, 23 Juli 2025 | 16:07:08 WIB