Proyek Tol Yogyakarta Dapat Restu Kasultanan

Jumat, 18 Juli 2025 | 08:48:45 WIB
Proyek Tol Yogyakarta Dapat Restu Kasultanan

JAKARTA - Upaya mempercepat konektivitas antardaerah melalui proyek jalan tol nasional kini semakin menguat dengan adanya legitimasi budaya dari Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Simbol penghormatan adat dan restu resmi diberikan dalam bentuk Serat Kekancingan dari Sri Sultan Hamengku Buwono X kepada Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum.

Penyerahan dokumen tersebut dilakukan pada Selasa, 15 Juli 2025, di Kraton Kilen, Daerah Istimewa Yogyakarta. Langkah ini menandai sinergi antara pemerintah pusat, Karaton, dan badan usaha jalan tol dalam mendukung dua proyek strategis nasional: Jalan Tol Yogyakarta–Bawen dan Jalan Tol Solo–Yogyakarta–Kulon Progo.

“Penyerahan Serat Kekancingan ini adalah simbol kehormatan dan amanah budaya. Ini menandakan kolaborasi luhur antara negara dan Kasultanan sebagai institusi adat,” ungkap Direktur Jenderal Bina Marga, Roy Rizali Anwar.

Pemberian restu ini dinilai sebagai pengakuan akan pentingnya aspek sosial dan kultural dalam pembangunan infrastruktur. Roy menyebutkan bahwa pemanfaatan tanah milik Kasultanan menjadi langkah vital dalam menghubungkan wilayah Yogyakarta dengan sekitarnya, sekaligus mempercepat pertumbuhan ekonomi lokal.

Adapun proyek Jalan Tol Yogyakarta–Bawen akan memanfaatkan lahan Kasultanan seluas 75.440,75 meter persegi, yang terdiri dari 90 bidang tanah desa dan 8 bidang tanah Sultan Ground. Sementara proyek Jalan Tol Solo–Yogyakarta–Kulon Progo memerlukan lahan seluas 245.302 meter persegi, meliputi 177 bidang tanah desa dan 17 bidang tanah Sultan Ground. Total keseluruhan tanah Sultan Ground yang digunakan dalam dua proyek tol ini mencapai lebih dari 320.000 meter persegi.

Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur ini juga memperhatikan nilai-nilai kelestarian lingkungan dan adat lokal. Hal ini ditunjukkan oleh desain struktur layang pada beberapa segmen tol Yogyakarta–Bawen, yang dirancang agar tidak merusak ekosistem sekitar.

Proyek Jalan Tol Yogyakarta–Bawen terbagi menjadi enam seksi sepanjang 75,12 kilometer, dengan rincian sebagai berikut:

Seksi 1: Yogyakarta–SS Banyurejo (8,8 km)

Seksi 2: SS Banyurejo–Borobudur (15,2 km)

Seksi 3: Borobudur–SS Magelang (8,1 km)

Seksi 4: SS Magelang–SS Temanggung (16,65 km)

Seksi 5: SS Temanggung–SS Ambarawa (21,39 km)

Seksi 6: SS Ambarawa–JC Bawen (4,98 km)

Sementara itu, proyek Jalan Tol Solo–Yogyakarta–Kulon Progo dibagi dalam tiga tahap. Tahap pertama mencakup ruas Kartasura–Klaten yang sudah beroperasi, dan ruas Klaten–Prambanan yang meskipun telah selesai, belum dikenakan tarif.

Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Wilan Oktavian, menyampaikan bahwa ruas Prambanan–Purwomartani saat ini telah mencapai progres konstruksi fisik sebesar 78,93 persen. Sementara ruas Purwomartani–Maguwo dan JC Sleman–Trihanggo masih dalam proses pengerjaan.

Tahapan kedua dan ketiga dari proyek Tol Solo–Yogyakarta–Kulon Progo masih berada dalam proses pembebasan lahan. Seluruh proyek jalan tol tersebut ditargetkan dapat beroperasi penuh pada tahun 2028.

Dalam momentum penyerahan Serat Kekancingan ini, hadir pula sejumlah tokoh penting dan pihak-pihak yang terlibat langsung dalam pengembangan proyek, seperti Direktur Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan Kementerian ATR/BPN, Embun Sari; Direktur Utama PT Jasa Marga, Rivan Achmad Purwantono; Direktur Utama PT Adhi Karya, Entus Asnawi Mukhson Utama; Bupati Sleman, Harda Kiswaya; serta pimpinan perusahaan pelaksana proyek, seperti Direktur Utama PT Jasamarga Jogja–Solo, Rudy Hardiansyah, dan Direktur Utama PT Jasamarga Jogja–Bawen, A.J. Dwi Putra.

Keterlibatan Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat dalam pembangunan infrastruktur strategis ini memperlihatkan peran penting lembaga adat dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan dan kearifan lokal. Dengan penyerahan Serat Kekancingan, pemerintah memperoleh legitimasi sosial dan budaya yang memperkuat proses pembangunan, sekaligus memperkecil potensi konflik lahan di masyarakat.

Kolaborasi antara pemerintah dan institusi budaya seperti ini diharapkan menjadi model pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Tak hanya menjawab kebutuhan konektivitas nasional, pembangunan jalan tol di wilayah Yogyakarta juga menjadi contoh harmonisasi antara kepentingan negara, masyarakat, dan pelestarian budaya.

Terkini

Cuka Apel untuk Kesehatan Alami

Jumat, 18 Juli 2025 | 07:27:41 WIB

Wisata Pulau Eksotis Dekat Jakarta

Jumat, 18 Juli 2025 | 07:30:24 WIB

3 Shio Paling Hoki 18 Juli 2025

Jumat, 18 Juli 2025 | 08:21:15 WIB

Cirebon Ubah Sampah Jadi Energi Ramah Lingkungan

Jumat, 18 Juli 2025 | 08:23:20 WIB