Kemenkes Eliminasi Hepatitis Butuh Aksi Bersama

Kamis, 24 Juli 2025 | 12:52:38 WIB
Kemenkes Eliminasi Hepatitis Butuh Aksi Bersama

JAKARTA - Upaya pemberantasan hepatitis di Indonesia membutuhkan lebih dari sekadar kebijakan kesehatan dibutuhkan peran aktif semua pihak, mulai dari individu hingga komunitas. Kementerian Kesehatan RI menekankan pentingnya keterlibatan publik dalam mengeliminasi penyakit hepatitis, yang masih menjadi ancaman nyata bagi jutaan orang di tanah air.

Anggota Komite Ahli Hepatitis dan Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan Kemenkes RI, David H. Mulyono, menegaskan bahwa tanggung jawab menanggulangi hepatitis tidak hanya berada di pundak tenaga kesehatan. “Penanggulangan hepatitis bukan semata tanggung jawab Kemenkes atau dokter spesialis. Ini adalah tugas kita bersama. Mari, kita putuskan penularan hepatitis, baik secara vertikal maupun horizontal,” ujarnya dalam sebuah pernyataan resmi.

Untuk itu, Kemenkes menginisiasi empat langkah strategis dalam bentuk gerakan “atasi”, yakni:

Atasi ketidaktahuan dengan edukasi

Atasi keterlambatan diagnosis dengan skrining

Atasi akses terbatas dengan memperluas layanan gratis

Atasi stigma dengan empati dan solidaritas

Keempat langkah ini merupakan pendekatan menyeluruh untuk menanggulangi hepatitis dari hulu ke hilir. Edukasi menjadi kunci untuk membangun kesadaran publik, sementara skrining bertujuan mendeteksi infeksi sejak dini. Di sisi lain, perluasan layanan gratis menjadi solusi terhadap keterbatasan akses, dan penghapusan stigma bertujuan menghilangkan hambatan sosial yang menghambat penanganan.

Momentum kampanye ini juga bertepatan dengan peringatan Hari Hepatitis Sedunia (HHS), yang dipandang sebagai peluang strategis untuk meningkatkan komitmen Indonesia dalam menuntaskan hepatitis B dan C, dengan target eliminasi pada tahun 2030.

David memaparkan bahwa secara global, tiga negara China, India, dan Indonesia menanggung lebih dari 50 persen beban hepatitis B di dunia. Oleh karena itu, menurutnya, keberhasilan Indonesia dalam mengeliminasi hepatitis akan berdampak besar terhadap pencapaian kesehatan global.

“Jika Indonesia mampu mengeliminasi hepatitis, kontribusinya terhadap kesehatan global akan sangat signifikan,” ujarnya.

Dalam penjelasannya, David mengungkapkan data yang memprihatinkan: lebih dari dua juta infeksi hepatitis baru dan 1,4 juta kematian terjadi setiap tahun di dunia. Di Indonesia sendiri, beban hepatitis masih tinggi, terutama di wilayah seperti Maluku dan Papua, yang menunjukkan prevalensi kasus cukup signifikan.

Tak hanya itu, David juga menyampaikan bahwa lebih dari 60 persen masyarakat Indonesia belum memiliki kekebalan terhadap hepatitis B. Ini artinya, ada kelompok besar populasi yang rentan terinfeksi jika tidak segera diberikan perlindungan melalui imunisasi dan skrining dini.

Dalam konteks penanggulangan, pendekatan yang bersifat desentralisasi dan kontekstual dianggap lebih efektif. David menegaskan bahwa setiap daerah memiliki karakteristik sosial dan budaya yang berbeda, sehingga strategi eliminasi hepatitis tidak bisa diseragamkan secara nasional.

“Strategi eliminasi tidak bisa memakai pendekatan tunggal karena setiap wilayah memiliki karakteristik yang berbeda,” katanya. Ia mendorong penerapan pendekatan lokal, termasuk melibatkan tokoh agama, adat, dan masyarakat, dalam kampanye eliminasi hepatitis.

Selain itu, David menggarisbawahi pentingnya pemerataan layanan kesehatan, khususnya akses terhadap tes dan pengobatan hepatitis yang seharusnya tersedia hingga tingkat puskesmas. Ia menyebutkan bahwa pasien di daerah terpencil maupun ibu hamil harus mendapatkan akses pengobatan yang tepat waktu dan berkualitas.

“Tes dan pengobatan harus tersedia hingga ke tingkat puskesmas. Ibu hamil atau pasien di daerah terpencil harus bisa mendapatkan pengobatan tepat waktu,” katanya.

Dengan segala tantangan yang ada, David tetap optimistis bahwa target eliminasi hepatitis pada 2030 bisa tercapai. Beberapa langkah nyata sudah dilakukan, seperti peningkatan cakupan imunisasi bayi, pemberian antivirus bagi ibu hamil, serta penyediaan tablet antivirus untuk penderita hepatitis C.

Namun demikian, ia menekankan bahwa kesuksesan strategi eliminasi ini sangat bergantung pada kerja sama lintas sektor dan partisipasi aktif masyarakat. Tanpa sinergi yang kuat antara pemerintah, tenaga medis, dan komunitas lokal, target ambisius ini akan sulit diwujudkan.

“Keterlibatan aktif masyarakat adalah penentu. Kita tidak bisa hanya mengandalkan regulasi. Diperlukan aksi nyata, kesadaran kolektif, dan dukungan dari seluruh elemen bangsa,” pungkas David.

Terkini