Industri Minta Produksi Nikel Dikendalikan

Jumat, 08 Agustus 2025 | 08:29:04 WIB
Industri Minta Produksi Nikel Dikendalikan

JAKARTA - Indonesia, sebagai produsen nikel terbesar di dunia, kini menghadapi tantangan serius: kelebihan pasokan global yang menekan harga dan mengancam keberlanjutan cadangan. Di tengah dominasi lebih dari separuh suplai nikel dunia yang berasal dari Tanah Air, permintaan global—terutama dari industri baterai dan stainless steel ternyata belum mampu menyerap lonjakan produksi tersebut.

Laporan lembaga internasional terbaru mencatat bahwa kontribusi Indonesia terhadap pasokan nikel global telah melampaui 50%. Meski pencapaian ini memperkuat posisi Indonesia di peta pertambangan dunia, dampak yang timbul justru membuat margin pelaku industri tambang tergerus.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey, menilai situasi ini perlu segera ditangani. Ia menegaskan bahwa strategi produksi tanpa memperhitungkan daya serap pasar berpotensi merugikan industri secara keseluruhan.

“Kita tidak bisa hanya fokus menambah kapasitas tanpa memperhatikan permintaan. Ini saatnya pemerintah melakukan kontrol produksi dan menyesuaikan arah hilirisasi,” ujar Meidy.

Dominasi Produksi Nickel Pig Iron

Data dari FERROALOY menunjukkan bahwa produksi Nickel Pig Iron (NPI) Indonesia terus meningkat setiap tahun, sementara produksi feronikel (FeNi) masih memegang porsi kecil. Hal ini mencerminkan strategi berorientasi volume yang tidak diimbangi evaluasi pasar.

Menurut Meidy, pola ini harus diubah. Pengendalian produksi, kata dia, tidak hanya bertujuan menjaga harga tetap stabil, tetapi juga untuk memperpanjang umur cadangan nikel nasional. APNI pun mendorong penerapan standar ESG (Environmental, Social, and Governance) nasional, agar industri pertambangan di Indonesia dapat memenuhi tuntutan transparansi dan keberlanjutan yang diharapkan pasar global.

Posisi Nikel RI di Pasar Dunia

Indonesia bukan hanya penguasa pasar produksi, tetapi juga memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Namun, data menunjukkan bahwa sejak 2023 Indonesia terus menyumbang kelebihan pasokan global: 31% pada 2023 dan 16% pada 2024. Bahkan pada 2022, Indonesia telah melampaui 50% dari total produksi dunia.

“Tahun 2022 kita sudah overpass 50% dari total produksi dunia. Di 2023 pun kita masih over 31%, dan pada 2024 over lagi 16%,” ungkap Meidy dalam acara Mining Zone.

Cadangan Nikel dan Risiko Penipisan

Berdasarkan Neraca Sumber Daya dan Cadangan Mineral dan Batu Bara Nasional 2025, total cadangan bijih nikel per Desember 2024 tercatat sebesar 5,913 miliar ton terdiri dari cadangan terkira 3,818 miliar ton dan cadangan terbukti 2,095 miliar ton.

Dengan estimasi produksi tahunan 173 juta ton (seperti 2024), umur cadangan ini diperkirakan hanya bertahan 34 tahun. Situasi ini berpotensi lebih cepat menipis jika target Kementerian ESDM untuk 2025 yakni produksi 220 juta ton benar-benar terealisasi.

Pandangan Pemerintah

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa Indonesia memegang sekitar 43% cadangan nikel dunia, berdasarkan data Badan Geologi Amerika. Posisi strategis ini, menurut Bahlil, menjadi modal besar bagi Indonesia untuk mengembangkan industri hilirisasi.

“Nikel di dunia 43% itu ada di Indonesia. Selebihnya ada di Australia, Filipina, dan sedikit di Kanada,” jelas Bahlil saat Human Capital Summit (HCS) 2025.

Bahlil juga memaparkan bahwa penghentian ekspor bijih nikel mentah sejak 2020 membawa lonjakan signifikan pada nilai ekspor produk hilirisasi. Pada 2023, nilainya mencapai US$ 34 miliar jauh di atas capaian 2017 saat Indonesia masih mengandalkan ekspor bahan mentah.

“Begitu kita setop bijih nikel dan bangun industri, ekspor kita mencapai 34 miliar dolar. Sekarang kita negara terbesar eksportir turunan nikel,” ujarnya.

Meski demikian, Bahlil menyadari bahwa Indonesia kerap mendapat kritik terkait kualitas lingkungan pertambangan. Ia menanggapi dengan nada santai bahwa nikel, sebagai hasil tambang, wajar memiliki sisa tanah atau material lain.

Amanat Konstitusi

Bahlil menegaskan bahwa seluruh pengelolaan sumber daya alam di Indonesia dilakukan sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945 yakni untuk kemakmuran rakyat. Negara memegang kendali penuh atas kekayaan alam, termasuk nikel, dan berkewajiban memastikan manfaatnya dirasakan luas.

“Kekayaan semua dikuasai oleh negara dan digunakan untuk kepentingan rakyat. Jadi jangan salah menerjemahkan apa yang menjadi pikiran teman-teman di sana,” tegasnya.

Jalan Tengah: Produksi Terkendali dan Hilirisasi

Kelebihan pasokan nikel bukan sekadar isu ekonomi, melainkan juga keberlanjutan sumber daya. Apabila produksi terus digenjot tanpa kontrol, bukan hanya harga global yang tertekan, tetapi juga umur cadangan yang terancam.

APNI memandang bahwa solusi yang paling realistis adalah mengombinasikan pembatasan produksi dengan percepatan hilirisasi dan penerapan standar ESG. Dengan demikian, nilai tambah dari nikel bisa dioptimalkan, pasar tetap terjaga, dan lingkungan pun terlindungi.

Jika langkah ini diambil, Indonesia tak hanya mempertahankan posisi sebagai raja nikel dunia, tetapi juga memastikan keberlanjutan sumber daya untuk generasi mendatang sekaligus memperkuat daya tawar di pasar global.

Terkini

KPR Masih Jadi Solusi Beli Rumah

Jumat, 08 Agustus 2025 | 13:10:33 WIB

Rekomendasi Saham Hari Ini dari Berbagai Sekuritas

Jumat, 08 Agustus 2025 | 13:15:09 WIB

Emas Antam Melonjak, Cek Harga dan Buyback Hari Ini

Jumat, 08 Agustus 2025 | 13:23:04 WIB

Kurs Dolar di Bank BCA, BRI, Mandiri, dan BNI Hari Ini

Jumat, 08 Agustus 2025 | 13:29:07 WIB