JAKARTA - Minat Amerika Serikat terhadap mineral kritis dari Indonesia menjadi perhatian serius pemerintah RI, terutama dalam konteks pengembangan hilirisasi sumber daya mineral strategis. Meski ada kabar bahwa AS berencana membeli mineral kritis seperti nikel dan tembaga dari Indonesia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa sampai saat ini negosiasi masih dalam tahap awal dan belum ada keputusan final.
Tahap Penjajakan Minat Amerika Serikat
Menurut Bahlil, permintaan AS terhadap mineral kritis dari Indonesia masih “omon-omon” alias belum pasti, dan lebih berupa lobi-lobi serta penjajakan yang intensif. Hal ini juga dipengaruhi oleh kesepakatan tarif resiprokal yang membuat tarif impor AS terhadap produk dari Indonesia turun menjadi 19 persen. Di sisi lain, AS menyebut Indonesia sudah setuju mencabut pembatasan ekspor mineral kritis.
- Baca Juga BBM Non Subsidi Lebih Terjangkau
“Pihak kami siap saja jika harus mengekspor mineral kritis ke Negeri Paman Sam,” ujar Bahlil. Namun, sampai sekarang belum ada kepastian resmi mengenai permintaan tersebut.
Mineral Kritis dan Hilirisasi di Indonesia
Mineral kritis yang dimaksud dalam peraturan resmi Kementerian ESDM, seperti Keputusan Menteri Nomor 296.K/MB.01/MEM.B/2023, mencakup komoditas penting seperti nikel, tembaga, aluminium, timah, magnesium, mangan, kobalt, dan lain-lain. Indonesia telah mengembangkan beberapa proyek hilirisasi nikel, yang tidak hanya menghasilkan bahan baku, tetapi juga produk turunan seperti baterai kendaraan listrik.
Bahlil menyampaikan bahwa Indonesia membuka peluang kerja sama dalam hilirisasi mineral kepada seluruh negara tanpa diskriminasi. “Kami akan memberikan treatment yang sama. Mau China, Jepang, Amerika, atau Eropa, semuanya diperlakukan setara,” kata dia.
Peluang dan Strategi Pemerintah
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, bersama Bahlil sudah membahas strategi ekspor mineral kritis ke AS. Airlangga menyoroti kebijakan AS yang menitikberatkan pada penguatan rantai pasok energi, terutama bahan baku mineral kritis, teknologi energi bersih, dan manufaktur energi terbarukan.
“Bagi Indonesia, ini adalah kesempatan besar memperluas kemitraan strategis, khususnya di bidang ekspor energi mineral strategis, kerja sama teknologi, transfer teknologi, dan investasi,” jelas Airlangga melalui akun Instagram resmi.
Langkah ini juga dianggap sebagai peluang diversifikasi pasar dan meningkatkan nilai tambah ekspor Indonesia, sekaligus memperkuat posisi dalam rantai pasok global energi bersih.
Komitmen Pemerintah pada Hilirisasi dan Ketahanan Energi
Selain membahas kerja sama ekspor, pemerintah juga fokus pada akselerasi hilirisasi mineral sebagai program prioritas nasional. Presiden Prabowo Subianto memberi arahan agar kapasitas hilirisasi terus ditingkatkan demi menjaga ketahanan energi dan memperkuat tata kelola sektor energi.
“Ini kunci menjaga stabilitas pasokan, meningkatkan nilai tambah di dalam negeri, dan mendorong pertumbuhan ekonomi hijau jangka panjang,” ujar Airlangga.
Dengan kebijakan ini, Indonesia berharap dapat mendorong transformasi ekonomi yang lebih ramah lingkungan serta meningkatkan daya saing produk mineral di pasar global.
Meski AS menunjukkan minat terhadap mineral kritis dari Indonesia, pemerintah masih memandang tahap ini sebagai penjajakan awal yang penuh dinamika. Kesiapan Indonesia untuk membuka kerja sama dengan prinsip equal treatment memberikan sinyal positif bahwa peluang terbuka lebar untuk berbagai negara yang ingin berinvestasi dan berkolaborasi dalam pengelolaan sumber daya mineral strategis.
Kedepan, keberhasilan hilirisasi mineral dan kerja sama internasional akan menjadi penentu utama dalam memperkuat posisi Indonesia di kancah energi bersih global sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan.