JAKARTA - Pemerintah memilih langkah hati-hati dalam mengatur kebijakan fiskal, salah satunya dengan keputusan menunda penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Rencana yang sebelumnya akan berlaku pada semester II-2025 itu kini ditangguhkan demi menjaga keseimbangan antara stabilitas industri, daya beli masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) Kementerian Keuangan, Deni Surjantoro, menegaskan bahwa penundaan ini bukan tanpa alasan. Pemerintah ingin memastikan bahwa kebijakan baru tidak menambah beban masyarakat, terutama ketika konsumsi domestik masih menjadi motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi.
“Selain itu, dari sisi stabilitas industri dan tenaga kerja, sektor minuman dalam kemasan melibatkan rantai produksi yang luas, mulai dari industri gula, kemasan, distribusi, hingga tenaga kerja,” ujar Deni.
- Baca Juga 10 Makanan Tradisional Papua Wajib Coba
Konsumsi Rumah Tangga Jadi Penopang Ekonomi
Konsumsi rumah tangga masih menjadi salah satu penopang terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sektor makanan dan minuman, termasuk minuman berpemanis dalam kemasan, berkontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) manufaktur sekaligus menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
Jika kebijakan cukai diterapkan secara terburu-buru, ada risiko industri makanan dan minuman mengalami tekanan yang berimbas pada daya beli masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah menilai penundaan ini sebagai langkah strategis untuk menjaga roda perekonomian tetap bergerak positif.
Industri Makanan-Minuman dan Daya Saing
Deni menjelaskan, pertimbangan utama dalam kebijakan ini bukan hanya soal penerimaan negara, melainkan juga keberlangsungan industri. Industri minuman dalam kemasan merupakan salah satu rantai bisnis yang melibatkan banyak sektor, mulai dari petani gula, perusahaan pengemasan, transportasi, hingga jaringan distribusi ritel.
Jika kebijakan cukai diterapkan saat kondisi konsumsi masyarakat belum sepenuhnya pulih, hal ini dapat memengaruhi daya saing industri dalam negeri. Pemerintah berupaya menjaga keseimbangan agar pelaku usaha tetap bisa berkembang, sembari melindungi masyarakat dari potensi kenaikan harga produk.
Tidak Ganggu Target Fiskal
Meski penerapan cukai MBDK ditunda, pemerintah memastikan bahwa langkah ini tidak akan mengganggu target penerimaan negara tahun 2025.
Menurut Deni, Kemenkeu tetap berkomitmen untuk mencapai target sesuai amanah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Strategi fiskal diarahkan agar negara tetap memperoleh penerimaan optimal tanpa menimbulkan gejolak pada industri dan daya beli masyarakat.
“Kemenkeu tetap berupaya optimal memenuhi target sesuai amanah APBN dengan menjaga keseimbangan antara penerimaan negara, stabilitas, dan daya beli masyarakat,” tegasnya.
Dengan demikian, meskipun pemerintah menunda kebijakan cukai minuman berpemanis, langkah ini dianggap sejalan dengan upaya menjaga iklim usaha serta mendukung industri makanan dan minuman yang selama ini menjadi salah satu motor ekonomi nasional.
Belum Ada Kepastian Waktu Penerapan
Meski ditunda, pemerintah belum memastikan apakah cukai MBDK akan tetap diberlakukan di tahun-tahun mendatang. Deni menekankan bahwa keputusan lebih lanjut akan mempertimbangkan berbagai faktor, baik dari sisi fiskal, daya beli masyarakat, maupun kinerja perekonomian termasuk kondisi industri makanan dan minuman.
“Kita perlu lihat dinamika dan beberapa aspek ke depan seperti apa. Aspek fiskal, daya beli masyarakat, dan kinerja perekonomian termasuk industri makanan dan minuman penting untuk dilihat,” ungkap Deni.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa pemerintah masih membuka ruang diskusi dan evaluasi sebelum benar-benar mengimplementasikan kebijakan cukai minuman berpemanis dalam kemasan.
Industri dan Konsumen Sama-Sama Dijaga
Kebijakan fiskal yang berkaitan dengan cukai kerap menimbulkan pro dan kontra. Di satu sisi, cukai bisa menjadi instrumen untuk menambah penerimaan negara sekaligus mengendalikan konsumsi produk tertentu yang dianggap kurang sehat. Namun, di sisi lain, penerapan cukai berpotensi menekan industri dan meningkatkan harga di tingkat konsumen.
Dalam konteks ini, pemerintah berusaha menempuh jalan tengah dengan menunda penerapan, sehingga industri makanan-minuman tetap dapat beroperasi dengan stabil dan masyarakat tidak langsung terbebani dengan kenaikan harga produk.
Tantangan Bagi Industri di Masa Depan
Bagi industri minuman dalam kemasan, penundaan ini bisa menjadi ruang untuk berbenah. Produsen dapat memanfaatkan waktu untuk melakukan inovasi, baik dari sisi produk maupun strategi pemasaran.
Industri dituntut untuk tidak hanya mengandalkan harga kompetitif, tetapi juga memperhatikan tren gaya hidup sehat yang semakin digemari konsumen. Dengan demikian, saat kebijakan cukai benar-benar diterapkan, perusahaan sudah lebih siap beradaptasi dengan pasar.
Keputusan pemerintah menunda penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan menegaskan pentingnya keseimbangan antara penerimaan fiskal, daya beli masyarakat, dan keberlanjutan industri makanan-minuman. Konsumsi rumah tangga yang masih menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi menjadi alasan utama mengapa kebijakan ini tidak bisa diberlakukan secara tergesa-gesa.
Di tengah upaya menjaga stabilitas ekonomi, pemerintah tetap memprioritaskan kesejahteraan masyarakat sekaligus mendukung pertumbuhan industri dalam negeri. Meski belum ada kepastian kapan kebijakan cukai ini akan diterapkan, penundaan tersebut setidaknya memberi ruang bagi industri untuk mempersiapkan diri serta menjaga agar daya beli masyarakat tetap terjaga.