Anies Baswedan: Rumah Warga Bebas PBB

Jumat, 22 Agustus 2025 | 12:37:15 WIB
Pendapat Anies Baswedan Tentang PBB

JAKARTA - Bekas Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, kembali angkat bicara terkait isu kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang ramai menjadi sorotan publik di sejumlah daerah. Dalam pandangannya, penetapan pajak terhadap rumah sebagai tempat tinggal masyarakat harus memperhatikan hak asasi manusia, sehingga sebagian luas tanah dan bangunan tidak seharusnya dikenai PBB.

Fenomena kenaikan PBB yang signifikan terjadi di beberapa wilayah, misalnya di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang sempat diberitakan naik hingga 250 persen. Namun, kenaikan ini akhirnya dibatalkan setelah terjadi protes dari masyarakat. Demikian pula di Bone, Sulawesi Selatan, yang sempat menaikkan PBB hingga 300 persen. Rencana tersebut ditunda setelah masyarakat melakukan demo hingga berujung ricuh.

Menurut Anies, rumah atau tempat tinggal merupakan hak fundamental setiap manusia, yang diakui secara internasional. Bahkan, sejak 1948, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan perumahan sebagai bagian dari hak asasi manusia. Karena itu, ia menegaskan, rumah yang menjadi kebutuhan dasar tidak seharusnya dibebani pajak.

"Wujud konkretnya adalah hak asasi itu jangan dipajaki. Caranya kebutuhan luas minimal tanah dan bangunan atas perumahan itu dibebaskan dari beban PBB," ungkap Anies dalam sebuah unggahan video di akun YouTube @aniesbaswedan. Pernyataan ini menekankan pentingnya membedakan antara kebutuhan dasar rumah tangga dengan properti yang bersifat investasi atau komersial.

Contoh Kebijakan DKI Jakarta

Anies mencontohkan kebijakan yang diterapkan Pemprov DKI Jakarta pada 2022. Pemerintah provinsi menetapkan bahwa 60 meter persegi pertama dari luas tanah dan 36 meter persegi pertama dari luas bangunan rumah merupakan hak asasi manusia dan tidak dikenai PBB. Ketentuan ini tercantum dalam Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 23 Tahun 2022 tentang Penetapan dan Pembayaran PBB Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) sebagai bagian dari upaya pemulihan ekonomi.

"Artinya, semua unit rumah di Jakarta ada yang sebagian luas tanah dan rumahnya tidak dikenai pajak. Ini berlaku untuk semua rumah, termasuk rumah mewah di kawasan mahal," jelas Anies. Menurutnya, kebijakan ini menunjukkan bahwa pajak tidak boleh membedakan hak dasar setiap warga, baik kaya maupun miskin.

Dasar Penentuan Luas Rumah yang Dibebaskan

Penetapan luas tanah dan bangunan yang tidak dikenai PBB, yakni 60 meter persegi untuk tanah dan 36 meter persegi untuk bangunan, mengacu pada Keputusan Menteri Pemukiman Prasarana Wilayah Nomor 403 Tahun 2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat. Standar ini dipilih sebagai ukuran kebutuhan minimal keluarga beranggotakan empat orang, yang dianggap sebagai kebutuhan dasar perumahan.

“Kita pilih untuk kebutuhan keluarga dengan 4 anggota keluarga. Jadi, kesimpulannya kebutuhan atas perumahan yaitu tanah dan bangunan itu adalah kebutuhan yang merupakan hak asasi manusia dan harus dipenuhi,” tambah Anies.

Kewajiban Pajak Hanya untuk Luasan di Atas Kebutuhan Dasar

Menurut Anies, meskipun rumah sebagai hak asasi dibebaskan dari PBB, tidak berarti seluruh properti tidak dikenai pajak. Pajak tetap berlaku untuk luasan tanah dan bangunan di atas kebutuhan dasar, yang digunakan untuk kepentingan komersial atau investasi. Hal ini memastikan bahwa pemerintah tetap menerima penerimaan pajak dari properti mewah atau tambahan, sementara masyarakat tetap terlindungi dari beban pajak yang membebani kebutuhan dasar.

“Jadi jangan sampai kebijakan pajak terhadap bumi dan bangunan melupakan aspek bahwa ada hak asasi atas perumahan yang harus dihormati, dan hak asasi itu jangan dipajaki. Yang dipajaki adalah luasan lahan yang di atas kebutuhan dasar,” tegas Anies.

Kenaikan PBB di Daerah Lain

Selain Pati dan Bone, sejumlah daerah lainnya juga mencatat kenaikan PBB yang signifikan. Kebijakan semacam ini kerap memicu kontroversi dan protes dari masyarakat karena dianggap memberatkan warga. Anies menilai, perumahan sebagai hak asasi harus menjadi prioritas utama sebelum menetapkan pajak tambahan.

Menurutnya, pemerintah daerah sebaiknya mempertimbangkan kebutuhan dasar warganya sebelum menaikkan PBB. Keseimbangan antara hak asasi warga dan kepentingan penerimaan daerah menjadi kunci dalam menetapkan kebijakan yang adil dan bijaksana.

Pernyataan Anies Baswedan menegaskan pentingnya prinsip hak asasi manusia dalam kebijakan perpajakan, khususnya terkait PBB. Rumah sebagai kebutuhan dasar keluarga harus dibebaskan dari pajak, sedangkan pajak hanya dikenakan pada luasan di atas kebutuhan minimum. Kebijakan ini tidak hanya relevan bagi warga Jakarta, tetapi juga dapat menjadi acuan bagi pemerintah daerah lainnya dalam menyusun kebijakan pajak yang adil dan berkeadilan sosial.

Dengan pendekatan ini, masyarakat tetap memiliki hak atas perumahan, sementara pemerintah tetap menerima pendapatan pajak dari properti di atas kebutuhan dasar. Transparansi dan keadilan dalam penetapan PBB menjadi kunci agar kebijakan pajak tidak menimbulkan beban yang memberatkan rakyat.

Terkini

Pupuk Kalium Humat MIND ID

Jumat, 22 Agustus 2025 | 14:38:15 WIB

BCA Catat Pergerakan Rupiah Stabil terhadap Dolar AS

Jumat, 22 Agustus 2025 | 15:57:43 WIB

KPR BRI Online 2025: Panduan Mudah Rumah Impian

Jumat, 22 Agustus 2025 | 16:00:49 WIB

Prestasi BRI Life di Asuransi Lewat Agen Unggul

Jumat, 22 Agustus 2025 | 16:06:26 WIB