Properti Apartemen Jakarta

Rabu, 27 Agustus 2025 | 13:36:11 WIB
Properti Apartemen Jakarta

JAKARTA - Pasar properti di Jakarta, khususnya kondominium dan apartemen, masih menunjukkan tren pelemahan hingga paruh pertama tahun ini. Meskipun pemerintah telah menggulirkan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 100%, kenyataannya ribuan unit apartemen di Ibu Kota belum terserap pasar. Kondisi ini mencerminkan lemahnya daya beli masyarakat dan tantangan investasi properti yang semakin kompleks.

Wakil Ketua Umum DPP REI, Bambang Ekajaya, menegaskan bahwa hingga saat ini, suplai apartemen dan kondominium komersial anggota REI yang belum terserap pasar menembus lebih dari 5.000 unit. Ribuan unit yang tak laku tersebut tersebar di beberapa wilayah strategis Jakarta, antara lain Kebon Jeruk, beberapa titik di selatan Jakarta, serta wilayah timur Jakarta. “Kemarin waktu kita bicara sama ketua DPD REI DKI yang baru, itu kan ada 5.000 atau 6.000-an unit apartemen yang menengah ke atas yang sifatnya non-subsidi ya [yang belum terserap],” ujar Bambang.

Perlambatan penjualan apartemen terjadi hampir di seluruh segmen, mulai dari kelas menengah hingga kelas atas. Khusus untuk pasar kelas menengah, salah satu kendala utama adalah tingginya Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL), yang membuat masyarakat lebih memilih menyewa atau membeli rumah tapak dibandingkan apartemen. Sementara itu, kelas menengah atas yang biasanya membeli apartemen sebagai instrumen investasi kini mengalami penurunan margin investasi. Hadirnya alternatif investasi yang lebih menguntungkan juga turut menekan minat pembelian. “Untuk yang di kelompok atas sendiri juga punya problem yang lebih spesifik yaitu sekarang ini apartemen sebagai investasi itu kurang menjajikan. Jadi mereka mau beli apartemen tapi ternyata harga yang dibeli itu makin hari makin turun,” jelas Bambang.

Head of Research JLL Indonesia, Yunus Karim, menambahkan bahwa penjualan hunian vertikal, baik apartemen maupun kondominium, terus merosot pasca-pandemi Covid-19. Sepanjang semester pertama tahun ini, penjualan apartemen di Jakarta stagnan, tercatat hanya sekitar 150 unit. Angka ini jauh di bawah rata-rata penjualan dalam sepuluh tahun terakhir yang mencapai 3.560 unit per semester. “Sektor apartemen atau kondominium, di sini juga kita bisa lihat memang kalau secara aktivitas pasar memang terpantau cukup flat dari sisi sales rate. Memang dari semua produk yang ditawarkan di Jakarta kita bisa lihat tingkat penjualannya kurang lebih stagnan,” jelas Yunus.

Sejak 2015, penjualan apartemen Jakarta memang cenderung menurun, dengan puncak kejayaan pada 2012 hingga 2014. Pandemi Covid-19 semakin memperparah kondisi pasar, menurunkan penjualan hingga hanya 1.000 unit per tahun, dan semester pertama tahun ini hanya terserap 150 unit. Akibat lemahnya serapan pasar, dipastikan sepanjang tahun ini tidak akan ada peluncuran apartemen baru di Jakarta, padahal rata-rata suplai baru selama sepuluh tahun terakhir mencapai 4.100 unit per tahun.

Dari sisi pasar, pembelian apartemen masih didominasi kelas menengah bawah sekitar 49%, diikuti kelas menengah 44%, dan kelas menengah atas 7%. Harga apartemen pun tampak stagnan: kelas menengah bawah di bawah Rp20 juta per meter, kelas menengah sekitar Rp30 juta per meter, menengah atas Rp40 juta per meter, high-end Rp42 juta per meter, dan luxury Rp60 juta per meter.

Meski demikian, Bambang Ekajaya optimistis insentif PPN DTP yang diperpanjang hingga akhir tahun ini dapat sedikit menggerakkan pasar. Kebijakan ini menanggung 100% PPN untuk pembelian rumah tapak dan apartemen baru, sehingga secara efektif memberikan diskon 10% bagi pembeli. “Itu sih [perpanjangan PPN DTP] sangat membantu ya. Karena kan dengan PPN DTP otomatis dia akan berkurang nilainya 10% kan. Secara gak langsung itu diskon dari perpanjakannya kan,” kata Bambang.

Namun, pandangan ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, lebih pesimistis. Ia menilai bahwa insentif pajak hanya akan efektif jika masyarakat memiliki daya beli yang cukup. Saat ini, faktor pelemahan daya beli menjadi penghambat utama, sehingga paket kebijakan ini kemungkinan tidak akan berdampak signifikan terhadap penjualan properti sepanjang tahun. “Insentif pajak hanya bermanfaat jika masyarakat mempunyai daya beli. Saat ini daya beli sedang turun drastis,” ujar Wijayanto.

Perpanjangan insentif PPN DTP tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 60/2025. Beleid ini berlaku untuk pembelian unit rumah atau apartemen baru siap huni dengan harga jual hingga Rp2 miliar, di mana pemerintah menanggung 100% PPN. Untuk harga antara Rp2 miliar–Rp5 miliar, pembebasan PPN hanya berlaku pada bagian harga pertama Rp2 miliar, sedangkan sisanya dikenakan tarif normal. Fasilitas ini diberikan bagi WNI maupun WNA yang memenuhi ketentuan kepemilikan properti di Indonesia, dengan syarat transaksi dilakukan antara 1 Juli hingga 31 Desember 2025 dan dibuktikan dengan akta jual beli atau berita acara serah terima.

Kebijakan ini diharapkan menjaga momentum pertumbuhan sektor perumahan dan mendorong daya beli masyarakat pada paruh kedua tahun ini. Namun, dengan pasar yang masih lesu, harga stagnan, dan daya beli menurun, jalan pemulihan pasar properti Jakarta tampaknya masih panjang dan memerlukan strategi yang lebih komprehensif, termasuk diversifikasi produk, perbaikan fasilitas, dan pendekatan pemasaran yang tepat untuk menarik kembali minat pembeli di semua segmen.

Terkini

Motorola G86 Power Baterai Tahan Lama

Rabu, 27 Agustus 2025 | 16:29:04 WIB

Lava Blaze 2: Elegan dan Ringkas

Rabu, 27 Agustus 2025 | 16:35:38 WIB

Samsung Galaxy S25 Fan Edition

Rabu, 27 Agustus 2025 | 16:38:39 WIB

Meizu Mblu 21: Smartphone Terjangkau

Rabu, 27 Agustus 2025 | 16:41:13 WIB

BYD Dolphin: Irit dan Canggih

Rabu, 27 Agustus 2025 | 16:44:28 WIB