JAKARTA - Upaya memperkuat ketahanan energi regional kembali ditegaskan melalui pertemuan resmi antara Indonesia dan Bangladesh. Dalam forum The First Indonesia-Bangladesh Joint Committee Meeting on Energy yang berlangsung di Yogyakarta, kedua negara sepakat memperkuat kemitraan strategis, khususnya dalam pemenuhan kebutuhan energi yang stabil dan terjangkau.
Pertemuan ini menjadi tindak lanjut dari penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) tentang Kerja Sama Energi pada 4 September 2023. Tidak hanya simbolis, forum ini juga mengukuhkan posisi Indonesia sebagai salah satu mitra utama Bangladesh dalam mendukung pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga ketahanan energi di tengah dinamika global.
Tantangan Energi Global dan Sinergi Dua Negara
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana, yang memimpin delegasi Indonesia, menekankan urgensi kerja sama tersebut. Ia menyebut, baik Indonesia maupun Bangladesh menghadapi tantangan besar dalam sektor energi.
“Indonesia dan Bangladesh tengah menghadapi tantangan ganda, yakni memastikan ketahanan energi dan pertumbuhan ekonomi dalam negeri, sekaligus melakukan transisi menuju sistem energi yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan,” ujar Dadan.
Pernyataan itu menegaskan bahwa kerja sama tidak hanya bertujuan memenuhi kebutuhan energi jangka pendek, melainkan juga mendukung transisi menuju energi bersih di masa depan.
Hubungan Dagang dan Posisi Batu Bara
Data menunjukkan, hubungan ekonomi Indonesia-Bangladesh selama ini berjalan erat. Nilai perdagangan bilateral tahun 2024 tercatat mencapai USD 2,94 miliar, dengan ekspor batu bara Indonesia mendominasi senilai USD 1,05 miliar atau sekitar 13,2 juta ton.
Selain batu bara, Indonesia juga memasok minyak sawit, arang besi (clinker), serta produk kimia. Sebaliknya, Bangladesh mengekspor tekstil, produk anyaman, dan alas kaki ke Indonesia. Keragaman ini menunjukkan hubungan dagang yang saling melengkapi dan berpotensi berkembang lebih luas.
Dalam konteks energi, Indonesia menegaskan kesiapannya memasok batu bara dengan harga stabil dan terjangkau. Langkah ini sekaligus menjadi bagian dari komitmen mengembangkan teknologi batu bara bersih dan memperluas inisiatif energi berkelanjutan.
Dengan kapasitas pembangkit listrik nasional yang telah mencapai 105 GW hingga pertengahan 2025—15 persen di antaranya berasal dari energi terbarukan—Indonesia yakin mampu menjadi mitra strategis bagi Bangladesh.
Kolaborasi SDM dan Infrastruktur Energi
Selain perdagangan energi, Indonesia juga membuka ruang kerja sama di bidang pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Dua politeknik di bawah Kementerian ESDM, yakni Politeknik Energi dan Mineral Akamigas Cepu serta Politeknik Energi dan Pertambangan Bandung, siap mendukung peningkatan kapasitas tenaga kerja sektor energi di kedua negara.
Dadan menegaskan, forum ini bukan hanya mempererat persahabatan, melainkan juga meletakkan dasar bagi kolaborasi jangka panjang. Potensi kerja sama meliputi pembangunan infrastruktur energi, pembangkit listrik baru, proyek migas, hingga inisiatif energi terbarukan.
“Kami percaya, melalui sinergi kedua negara, kita dapat memastikan ketahanan energi, mendorong keberlanjutan, dan membawa manfaat bagi masyarakat Indonesia dan Bangladesh. Peningkatan ekonomi dan permintaan energi yang pesat di Bangladesh membuka peluang kerja sama yang saling menguntungkan. Indonesia dapat mendukung pembangunan Bangladesh, sekaligus membuka cakrawala baru bagi perusahaan-perusahaan Indonesia untuk berinvestasi dan berkembang,” jelas Dadan.
Pandangan Bangladesh: Energi sebagai Pendorong Pembangunan
Dari pihak Bangladesh, Secretary of Power Division, Farzana Mamtaz, menekankan pentingnya memperkuat kerja sama di subsektor kelistrikan dan energi. Menurutnya, kedua subsektor tersebut merupakan fondasi utama pembangunan nasional.
“Saat ini, hampir seluruh penduduk kami memiliki akses listrik. Namun, seiring dengan aspirasi kami untuk menjadi negara maju, permintaan energi kami terus meningkat, yang membutuhkan inovasi dalam negeri dan kemitraan internasional yang lebih kuat. Dalam konteks ini, Indonesia berdiri sebagai mitra, negara yang kaya akan sumber daya energi dan keahlian teknologi, serta sahabat terpercaya di Asia,” ujar Mamtaz.
Pernyataan ini mencerminkan kepercayaan Bangladesh pada kapabilitas Indonesia dalam mendukung agenda pembangunan energi berkelanjutan.
Target Energi Terbarukan Bangladesh
Bangladesh telah menetapkan langkah ambisius melalui Renewable Energy Policy 2025. Kebijakan ini menargetkan 20% energi terbarukan pada tahun 2030 dan meningkat menjadi 30% pada 2040.
Sejumlah proyek energi hijau tengah digalakkan, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap serta pengembangan energi angin pesisir. Farzana Mamtaz menilai, pengalaman dan teknologi yang dimiliki Indonesia dapat mempercepat pencapaian target tersebut.
Fondasi Kerja Sama Jangka Panjang
Pertemuan di Yogyakarta ini tidak hanya meneguhkan hubungan dagang, tetapi juga membangun kepercayaan dalam menghadapi tantangan energi global. Dengan memanfaatkan keunggulan masing-masing, kedua negara berpeluang besar membangun ekosistem energi yang kuat, berkelanjutan, serta saling menguntungkan.
Bagi Indonesia, kesepakatan ini menjadi ajang untuk memperluas pasar energi sekaligus menunjukkan keseriusan dalam transisi energi. Bagi Bangladesh, kolaborasi ini memperkuat langkah mereka menuju pembangunan inklusif dengan energi yang memadai.
Melalui sinergi ini, Indonesia dan Bangladesh tidak hanya menjaga kepentingan nasional masing-masing, tetapi juga berkontribusi pada stabilitas energi kawasan Asia.