JAKARTA - PT Eramet Indonesia, anak usaha dari raksasa pertambangan Prancis, Eramet Group (Eramet SA), resmi menaikkan target produksinya di Indonesia untuk tahun 2025 menjadi 42 juta ton bijih nikel. Langkah ini dilakukan setelah perusahaan mendapatkan persetujuan revisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Penyesuaian target produksi ini mencerminkan strategi Eramet Indonesia untuk menyesuaikan diri dengan meningkatnya permintaan global, terutama dari industri baterai kendaraan listrik yang memerlukan nikel berkualitas tinggi maupun rendah. Tambahan 10 juta ton pada RKAB 2025 membuat target produksi naik signifikan dari sebelumnya 32 juta ton.
“Kami menargetkan 42 juta ton bijih karena baru saja mendapatkan perpanjangan RKAB untuk tambahan 10 juta ton,” ujar Jerome, perwakilan Eramet Indonesia, saat acara Eramet: Journalist Class di Jakarta Pusat.
Fokus pada Bijih Limonit untuk Smelter HPAL
Jerome menegaskan bahwa tambahan 10 juta ton dialokasikan khusus untuk produksi bijih nikel berkadar rendah (limonit) yang akan diolah menggunakan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) di fasilitas Weda Bay Nickel. “RKAB baru yang kami dapatkan adalah untuk limonit, guna memasok kebutuhan smelter HPAL di Weda Bay Nickel,” jelasnya.
Secara rinci, komposisi target produksi 2025 adalah 30 juta ton saprolit (nikel berkadar tinggi), yang terdiri dari 27 juta ton untuk dijual ke fasilitas Nickel Pig Iron (NPI) dan 3 juta ton untuk kebutuhan internal, serta 12 juta ton limonit untuk fasilitas HPAL. Strategi ini memastikan pasokan nikel limonit untuk smelter HPAL tetap terjamin, seiring meningkatnya permintaan global terhadap baterai kendaraan listrik yang memerlukan bahan baku berkualitas tinggi.
Sebagai perbandingan, produksi Weda Bay Nickel pada 2024 mencapai 32 juta ton. Target 42 juta ton pada 2025 menunjukkan peningkatan sekitar 31 persen, sekaligus menegaskan ambisi Eramet Indonesia untuk memperkuat posisi sebagai produsen nikel utama di Indonesia.
Proyeksi Jangka Menengah dan Potensi Ekspansi
Eramet Indonesia juga memproyeksikan target produksi serupa sebesar 42 juta ton untuk tahun 2026, dengan peluang ekspansi lebih besar dalam jangka menengah. Jerome menjelaskan, kapasitas tambang Weda Bay berdasarkan studi kelayakan dapat mencapai 60 juta ton per tahun. “Kami berharap bisa mendapat persetujuan RKAB untuk kapasitas penuh ini pada 2027 atau 2028,” katanya.
Ekspansi kapasitas produksi ini dipandang krusial untuk mendukung pertumbuhan industri baterai di dalam negeri, sekaligus memastikan Indonesia tetap menjadi salah satu pemain kunci dalam rantai pasok nikel global. Dengan meningkatnya permintaan untuk kendaraan listrik, pasokan nikel berkualitas tinggi menjadi sangat strategis bagi ekosistem energi terbarukan.
Strategi dan Implikasi Industri
Langkah peningkatan produksi nikel ini menunjukkan bahwa Eramet Indonesia tidak hanya berfokus pada kuantitas, tetapi juga pada kualitas dan kontinuitas pasokan untuk smelter HPAL. Dengan memprioritaskan limonit untuk teknologi HPAL, perusahaan mampu menyediakan bahan baku yang sesuai kebutuhan industri baterai modern.
Peningkatan produksi nikel juga berdampak positif pada perekonomian lokal, terutama di kawasan operasi tambang Weda Bay. Ekspansi kapasitas tambang akan membuka lapangan kerja baru, meningkatkan kegiatan ekonomi di wilayah sekitarnya, serta mendorong pertumbuhan industri pendukung terkait, seperti logistik, infrastruktur, dan jasa teknis.
Selain itu, proyek ini sejalan dengan strategi pemerintah Indonesia dalam memperkuat hilirisasi industri mineral, terutama dalam mendukung pengembangan baterai kendaraan listrik dan target transisi energi nasional. Dengan ketersediaan bijih nikel yang cukup, industri baterai di dalam negeri dapat tumbuh lebih cepat dan mengurangi ketergantungan impor bahan baku dari luar negeri.
Tantangan dan Peluang
Meski peluang ekspansi besar, Eramet Indonesia juga menghadapi tantangan dalam memastikan operasi tambang berjalan efisien dan berkelanjutan. Faktor lingkungan, izin tambang, serta fluktuasi harga nikel global menjadi hal yang harus dikelola dengan cermat. Namun, pengalaman panjang perusahaan di sektor pertambangan serta dukungan teknologi HPAL diyakini mampu mengatasi tantangan tersebut.
Di sisi lain, kenaikan target produksi nikel menawarkan peluang bagi investor dan industri downstream untuk memperkuat rantai pasok, meningkatkan kapasitas pengolahan, serta memanfaatkan limonit dan saprolit sebagai bahan baku strategis bagi baterai kendaraan listrik. Hal ini sejalan dengan tren global yang mendorong peralihan ke kendaraan listrik dan energi bersih.
Dengan menaikkan target produksi nikel menjadi 42 juta ton pada 2025, Eramet Indonesia menunjukkan komitmen strategis untuk memperkuat pasokan bahan baku industri baterai global sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Fokus pada limonit untuk smelter HPAL memastikan ketersediaan nikel berkualitas tinggi, sementara proyeksi ekspansi jangka menengah membuka peluang produksi hingga 60 juta ton.
Langkah ini tidak hanya memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok nikel dunia, tetapi juga mendukung pengembangan energi terbarukan, industri kendaraan listrik, dan pencapaian target transisi energi nasional. Keberhasilan strategi ini akan menjadi tolok ukur bagaimana perusahaan pertambangan dapat berperan aktif dalam mendorong pertumbuhan industri berkelanjutan dan transisi energi di Indonesia.