Pinjaman Online

KPPU Gelar Sidang Dugaan Kartel Suku Bunga Pinjaman Online, Dampak Bisa Capai Rp 1.650 Triliun

KPPU Gelar Sidang Dugaan Kartel Suku Bunga Pinjaman Online, Dampak Bisa Capai Rp 1.650 Triliun
KPPU Gelar Sidang Dugaan Kartel Suku Bunga Pinjaman Online, Dampak Bisa Capai Rp 1.650 Triliun

JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah memutuskan untuk segera menggelar sidang terkait dugaan kartel suku bunga di industri pinjaman online (pinjol) Indonesia. Sidang ini merupakan respons serius terhadap temuan KPPU mengenai adanya pengaturan suku bunga secara kolektif oleh sejumlah pelaku usaha di sektor teknologi finansial (fintech) yang tergabung dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

Dalam sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan yang dijadwalkan, KPPU akan menguji temuan awal dan membuka ruang pembuktian lebih lanjut. Jika terbukti ada pelanggaran, para pelaku usaha yang terlibat bisa dikenakan sanksi administratif, dengan denda mencapai 50 persen dari keuntungan yang diperoleh atau hingga 10 persen dari total penjualan selama periode pelanggaran.

"Kami menemukan adanya pengaturan bersama mengenai tingkat bunga di kalangan pelaku usaha yang tergabung dalam asosiasi selama tahun 2020 hingga 2023. Hal ini dapat membatasi ruang kompetisi dan merugikan konsumen," ungkap M. Fanshurullah Asa, Ketua KPPU, dalam keterangan pers.

Penyelidikan KPPU ini berfokus pada dugaan pelanggaran terhadap Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yang melarang praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Berdasarkan hasil penyelidikan, sebanyak 97 penyelenggara pinjol diduga telah menetapkan plafon bunga harian secara bersama-sama, yang membuat tingkat bunga lebih tinggi dari yang seharusnya. Kondisi ini dikhawatirkan semakin memberatkan beban finansial konsumen dan membatasi persaingan sehat di pasar pinjaman online.
 

Plafon Bunga Pinjaman Online: Dari 0,8 Persen Menjadi 0,4 Persen
 

Pada tahun 2020, KPPU mencatat bahwa plafon bunga harian pinjol ditetapkan sebesar 0,8 persen dari jumlah pinjaman. Angka ini kemudian diturunkan menjadi 0,4 persen pada 2021. Meski ada penurunan, angka tersebut tetap tergolong tinggi, terutama ketika dibandingkan dengan bunga pinjaman di sektor keuangan lainnya yang lebih rendah. Penurunan bunga yang dilakukan secara kolektif ini diduga merupakan hasil dari kesepakatan internal antar-penyelenggara pinjol, yang mengurangi daya saing antar pelaku usaha.

"Kesepakatan mengenai plafon bunga ini tidak hanya membatasi pilihan konsumen, tetapi juga mengurangi persaingan antar penyedia layanan pinjaman online. Ini dapat merugikan konsumen dan memperburuk beban finansial mereka," jelas Ifan, Ketua KPPU.

Selain itu, dalam penyelidikan KPPU, terdapat temuan bahwa konsentrasi pasar pinjol di Indonesia sangat tinggi. Beberapa pemain besar, seperti KreditPintar (13 persen), Asetku (11 persen), Modalku (9 persen), KrediFazz (7 persen), EasyCash (6 persen), dan AdaKami (5 persen), mendominasi pasar dengan total 51 persen pangsa pasar. KPPU juga mencatat adanya afiliasi antara sejumlah penyelenggara pinjol dengan platform e-commerce besar, yang memperkuat struktur pasar oligopolistik dalam industri pinjol.
 

Dampak Sektor Pinjaman Online bagi Ekonomi Digital Indonesia
 

Industri pinjaman online di Indonesia memainkan peran penting dalam meningkatkan inklusi keuangan. Berdasarkan data terkini, terdapat 1,38 juta pemberi pinjaman aktif dan 125,51 juta akun peminjam dengan total pinjaman mencapai Rp 829,18 triliun hingga pertengahan 2023. Bank Dunia sendiri memperkirakan bahwa pada tahun 2024, kebutuhan pembiayaan yang tidak dapat dipenuhi oleh lembaga keuangan tradisional bisa mencapai Rp 1.650 triliun.

Peningkatan akses terhadap layanan pinjaman online memberikan alternatif bagi masyarakat yang tidak dapat mengakses layanan perbankan konvensional. Dengan demikian, pinjaman online menjadi sektor yang sangat penting dalam mendukung ekonomi digital dan inklusi keuangan di Indonesia. Namun, tanpa adanya pengawasan yang ketat, pengaturan bunga yang tidak sehat dapat merugikan konsumen dan memperburuk keadaan keuangan mereka.

"Penegakan hukum dalam kasus ini diharapkan bisa menjadi langkah awal untuk memperbaiki standar industri pinjaman online. Kami berharap ini juga dapat memperketat kontrol terhadap asosiasi dan menurunkan bunga pinjaman ke tingkat yang lebih kompetitif dan adil bagi konsumen," tambah Ifan.
 

Dampak Kartel Bunga bagi Konsumen dan Industri
 

Selain merugikan konsumen, praktik kartel suku bunga juga berdampak buruk pada perkembangan industri pinjaman online itu sendiri. Dengan terbatasnya persaingan harga, penyelenggara pinjol yang terlibat dalam kesepakatan tersebut mungkin tidak terdorong untuk berinovasi atau memberikan layanan yang lebih baik kepada peminjam. Sebagai hasilnya, konsumen mungkin terpaksa membayar bunga yang lebih tinggi daripada yang seharusnya.

Hal ini dapat menciptakan barrier to entry bagi penyelenggara pinjol baru, yang ingin memasuki pasar namun kesulitan bersaing dengan pemain besar yang telah menguasai sebagian besar pangsa pasar. Selain itu, pembatasan persaingan ini juga mengurangi insentif bagi pelaku usaha untuk memperkenalkan produk pinjaman yang lebih fleksibel dan menguntungkan bagi konsumen.

KPPU menegaskan bahwa pengaturan suku bunga yang sehat dan adil sangat penting untuk menjaga keseimbangan pasar dan memastikan bahwa sektor pinjaman online dapat berkembang dengan cara yang lebih transparan dan menguntungkan bagi semua pihak, baik konsumen maupun penyelenggara.
 

Langkah Selanjutnya dalam Penanganan Kasus
 

Pada Rapat Komisi KPPU yang diadakan pada 25 April 2025, pihak KPPU memutuskan untuk membawa kasus dugaan kartel suku bunga pinjaman online ini ke tahap Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan. Sidang ini bertujuan untuk menguji validitas temuan yang ada dan memberikan kesempatan bagi pihak-pihak yang terlibat untuk membela diri dan memberikan bukti tambahan.

KPPU berharap bahwa dengan proses hukum yang transparan dan tegas, praktik-praktik yang merugikan konsumen dan mencederai persaingan usaha dapat segera dihentikan. Selain itu, langkah ini diharapkan dapat membawa perubahan yang signifikan dalam struktur pasar pinjaman online di Indonesia, dengan mendorong transparansi dan persaingan yang lebih sehat.

"Kami berharap sidang ini akan menjadi titik awal perubahan besar dalam industri pinjaman online, yang akan membawa manfaat lebih besar bagi konsumen dan sektor keuangan digital Indonesia secara keseluruhan," pungkas Ifan.
 

Menjaga Persaingan Sehat di Industri Keuangan Digital
 

KPPU menekankan pentingnya menjaga persaingan usaha yang sehat, terutama dalam sektor yang berkembang pesat seperti pinjaman online. Melalui pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang tegas, KPPU berupaya menciptakan pasar yang lebih transparan, adil, dan berkelanjutan.

Proses hukum yang tengah berjalan ini diharapkan tidak hanya menjadi pembelajaran bagi para pelaku usaha di sektor pinjol, tetapi juga memberi sinyal kuat bahwa pengaturan suku bunga dan praktik monopoli yang merugikan konsumen akan terus menjadi perhatian serius dari KPPU.

Dalam waktu dekat, jadwal sidang perdana akan segera diumumkan, dan KPPU berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini dengan penuh ketelitian, demi menciptakan industri pinjaman online yang lebih transparan, kompetitif, dan bermanfaat bagi masyarakat luas.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index