JAKARTA - Danu Satria, seorang pemuda asal Palangkaraya, tak hanya mencatatkan rekor luar biasa dalam sesi Beep Test di Kopi Good Day DBL Camp 2025, dengan torehan 125 lap. Namun di balik angka tersebut, ada sebuah kisah perjuangan yang penuh dengan tekad, kehilangan, dan mimpi yang tak pernah padam. Perjalanan hidup Danu bukan hanya cerita tentang olahraga basket, tetapi juga tentang cinta yang hilang dan semangat pantang menyerah.
Awal Mula Danu Satria dan Cinta Terhadap Basket
Danu Satria, yang kini menjadi bintang di bidang olahraga basket di SMA Don Bosco Banjarmasin, memulai perjalanan hidupnya dengan penuh keraguan. Sebagai anak muda yang bercita-cita tinggi, Danu tidak selalu mendapat dukungan penuh dari lingkungan sekitar, terutama dari orang tuanya. Sejak kecil, Danu sering diremehkan oleh orang-orang di sekitarnya, termasuk ayahnya, yang awalnya tidak memahami atau mendukung minatnya terhadap basket.
“Papa dulu sering bilang, 'Ngapain sih basket? Enggak menghasilkan apa-apa,’” ujar Danu, mengenang kata-kata ayahnya yang skeptis terhadap pilihan hidupnya. Meskipun demikian, semangat Danu untuk berprestasi di dunia basket tidak mudah padam. Meskipun diremehkan, ia justru semakin bertekad untuk membuktikan dirinya.
Momen Perubahan dan Pembuktian
Pada saat duduk di kelas sembilan SMP, Danu mendapat kesempatan untuk membuktikan dirinya. Ia terpilih untuk mewakili Palangkaraya dalam kompetisi basket tingkat daerah. Momen tersebut menjadi titik balik dalam hidupnya. Untuk pertama kalinya, Danu merasa bahwa ini adalah kesempatan emas untuk membuktikan kemampuannya, bukan hanya kepada orang tuanya, tetapi juga kepada dirinya sendiri.
Dengan kerja keras dan latihan yang tak kenal lelah, Danu berhasil membawa timnya meraih juara di kompetisi tersebut. Sebuah kemenangan yang seharusnya membawa kebahagiaan, namun justru meninggalkan kenangan pahit yang tak terlupakan. Tepat sebelum pertandingan dimulai, ayahnya yang selama ini meragukan karier basketnya meninggal dunia.
"Papa sudah gak ada saat aku bisa membuktikan. Rasanya... terlambat," ujar Danu dengan mata berkaca-kaca, mengenang momen yang penuh emosi tersebut. Kehilangan ayahnya adalah luka mendalam yang membekas dalam hidup Danu, namun ia bertekad untuk terus melangkah dan mengejar mimpinya meski tanpa sosok ayah di sisinya.
Keputusan Berat: Merantau ke Banjarmasin
Setelah kepergian sang ayah, Danu merasa bahwa ia harus mengambil langkah besar untuk menggapai impian besarnya: bermain di ajang Honda DBL with Kopi Good Day. Ia memutuskan untuk merantau ke Banjarmasin, meninggalkan kampung halamannya, Palangkaraya, dan keluarganya, demi mengejar cita-cita yang lebih tinggi. Keputusan tersebut tentu bukanlah hal yang mudah, terlebih karena ibunya harus ditinggalkan sendirian di rumah.
“Mama sempat enggak setuju. Tapi aku bilang kalau aku tetap di Palangkaraya, aku nggak bakal berkembang,” ungkap Danu dengan penuh keyakinan. Meski berat, Danu tahu bahwa keputusan untuk merantau adalah langkah terbaik untuk masa depannya.
Dengan tekad yang kuat, Danu melanjutkan perjuangannya di Banjarmasin. Di kota tersebut, ia bergabung dengan SMA Don Bosco Banjarmasin, yang menjadi tempat ia mengasah kemampuan basketnya lebih lanjut. Di sinilah, Danu semakin menunjukkan bakat dan kerja kerasnya.