JAKARTA - Port Sudan, ibu kota administratif Sudan yang sebelumnya relatif aman, kini menjadi pusat ketegangan setelah serangkaian serangan udara yang menghantam fasilitas vital kota tersebut. Pada awal Mei 2025, serangan drone yang diluncurkan oleh Pasukan Dukungan Cepat (RSF) menargetkan depot bahan bakar utama, terminal kontainer, gardu listrik, dan fasilitas sipil lainnya, menyebabkan kebakaran besar dan memicu krisis kemanusiaan yang semakin parah
Serangan Drone Menghantam Infrastruktur Vital
Serangan dimulai pada 3 Mei 2025, dengan RSF menggunakan tiga drone untuk menyerang bandara di Kassala, menargetkan tangki bahan bakar. Pada hari yang sama, serangan lanjutan dilakukan di bandara internasional Port Sudan menggunakan 11 drone, menghancurkan fasilitas militer, gudang barang, dan fasilitas sipil lainnya. Serangan ini menyebabkan pemadaman listrik di seluruh kota dan mengganggu operasi pelabuhan utama Sudan yang menjadi jalur utama distribusi bantuan kemanusiaan .
Dampak Krisis Kemanusiaan yang Meningkat
Port Sudan, yang sebelumnya menjadi tempat perlindungan bagi lebih dari 12 juta pengungsi internal dan pusat operasi bantuan internasional, kini menghadapi tantangan besar. Serangan terhadap fasilitas energi dan transportasi telah mengganggu pasokan listrik, air, dan bahan bakar, memperburuk kondisi bagi warga sipil yang sudah terlantar. Menurut laporan dari pemerintah setempat, sekitar 21.000 keluarga, atau lebih dari 100.000 individu, kini tinggal di pusat-pusat penampungan di Port Sudan, sementara hampir 222.000 orang lainnya diungsikan oleh keluarga lokal .
Reaksi Internasional dan Tindakan Militer
Serangan ini telah menarik perhatian internasional. Mesir dan Arab Saudi mengutuk serangan terhadap infrastruktur vital di Kassala dan Port Sudan, sementara Iran juga menyatakan keprihatinan mendalam atas serangan terhadap fasilitas sipil di Port Sudan. Kuwait turut mengutuk serangan terhadap fasilitas sipil di Kassala dan Port Sudan .
Di sisi militer, Sudanese Armed Forces (SAF) menanggapi serangan ini dengan melancarkan serangan udara ke bandara Nyala di Darfur, yang diduga digunakan oleh RSF untuk mendukung operasi mereka. Serangan terhadap fasilitas energi dan transportasi di Port Sudan dipandang sebagai upaya RSF untuk melemahkan kendali pemerintah atas kota tersebut dan mengganggu distribusi bantuan kemanusiaan.
Prospek Perdamaian yang Semakin Tipis
Perang saudara yang dimulai pada April 2023 antara SAF dan RSF telah menyebabkan lebih dari 28.000 kematian dan memaksa jutaan orang mengungsi. Kedua belah pihak saling menuduh satu sama lain atas serangan terhadap infrastruktur kritis, sementara komunitas internasional menyerukan gencatan senjata dan dialog untuk mengakhiri konflik. Namun, dengan meningkatnya serangan terhadap fasilitas sipil dan vital di Port Sudan, prospek perdamaian tampak semakin tipis.
Krisis ini menyoroti pentingnya peran komunitas internasional dalam mendukung upaya perdamaian dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada mereka yang terdampak. Dengan serangan yang terus berlanjut dan kondisi yang semakin memburuk, masa depan Sudan tetap penuh ketidakpastian.