JAKARTA — Pemerintah bersama organisasi profesi kedokteran menegaskan bahwa informasi yang menyebut vaksin HPV menyebabkan kemandulan adalah mitos belaka tanpa dasar ilmiah. Masyarakat diminta tidak mudah terpengaruh hoaks yang bisa menghambat upaya pencegahan kanker serviks di Indonesia.
Ketua Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), dr. Yudi Mulyana, mengatakan bahwa hingga kini tidak ada bukti medis atau ilmiah yang menyebutkan bahwa vaksin HPV (Human Papillomavirus) menyebabkan gangguan kesuburan atau infertilitas.
“Itu mitos, tidak ada faktanya. Tidak ada bukti ilmiah sama sekali yang menyatakan vaksin HPV menyebabkan mandul,” tegas dr. Yudi
Vaksin HPV menjadi salah satu upaya penting dalam pencegahan kanker serviks, khususnya bagi perempuan yang belum aktif secara seksual. Program vaksinasi ini ditujukan agar remaja putri mendapatkan perlindungan maksimal sejak dini terhadap infeksi HPV yang menjadi penyebab utama kanker serviks.
Vaksin HPV Berbasis Teknologi Aman
Isu soal vaksin menyebabkan kemandulan banyak bersumber dari misinformasi di media sosial. Padahal, vaksin HPV yang digunakan saat ini tidak mengandung virus hidup, melainkan berbasis virus-like particle (VLP). Teknologi VLP hanya meniru struktur luar virus untuk merangsang sistem kekebalan tubuh, tanpa menyebabkan infeksi.
“Vaksin HPV yang kita gunakan itu berbasis VLP, tidak mengandung virus hidup atau virus dilemahkan. Jadi sangat aman, tidak ada alasan untuk meragukan dampaknya pada fungsi reproduksi,” jelas dr. Yudi.
Menurutnya, edukasi publik secara intensif harus dilakukan agar masyarakat tidak terus-menerus terjebak dalam informasi yang keliru dan menyesatkan. Apalagi saat ini vaksin HPV telah menjadi bagian dari program imunisasi nasional yang menyasar remaja usia sekolah.
Indonesia Harus Belajar dari Australia
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Pokja Eliminasi Kanker Serviks POGI, dr. Fitriyadi Kusuma, menyampaikan bahwa Australia menjadi contoh sukses penerapan vaksinasi HPV secara nasional. Negeri Kanguru tersebut telah menjalankan program vaksinasi HPV sejak 2006 dan diprediksi akan bebas kanker serviks pada tahun 2035.
“Kalau kita masih percaya hoaks soal mandul atau semacamnya, bisa-bisa kita baru bebas kanker serviks tahun 2160. Itu pun kalau konsisten,” ungkap dr. Fitriyadi dengan nada prihatin.
Menurutnya, keraguan masyarakat yang dipengaruhi hoaks sangat berpotensi memperlambat pencapaian target nasional untuk eliminasi kanker serviks. Padahal, vaksin ini telah terbukti ampuh secara global dalam menekan angka kejadian kanker serviks.
Pentingnya Imunisasi Sejak Dini
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mencanangkan vaksin HPV masuk dalam program imunisasi nasional. Anak perempuan usia 11-13 tahun (kelas 5 dan 6 SD) menjadi sasaran utama vaksinasi ini, karena pada usia tersebut tubuh dinilai optimal merespons vaksin sebelum terpapar virus HPV.
Infeksi HPV biasanya menular lewat hubungan seksual, dan dalam banyak kasus tidak menimbulkan gejala. Namun dalam jangka panjang, infeksi kronis HPV dapat memicu pertumbuhan sel tidak normal pada leher rahim yang berujung pada kanker serviks.
“Kami menganjurkan agar vaksinasi dilakukan sebelum seseorang aktif secara seksual, karena pencegahan akan jauh lebih efektif,” kata dr. Yudi.
Program imunisasi HPV juga telah difasilitasi oleh berbagai pemerintah daerah, dengan dukungan dari sektor pendidikan dan organisasi masyarakat untuk memperluas cakupan vaksinasi ke seluruh penjuru negeri.
Hoaks Menghambat Progres Kesehatan Publik
Masyarakat diminta semakin bijak dalam menyikapi informasi, terutama yang menyangkut kesehatan. Di era digital ini, hoaks terkait vaksinasi dapat menyebar luas dengan sangat cepat dan berdampak buruk pada kepercayaan publik terhadap program imunisasi.
“Jika masyarakat terus percaya pada hoaks, bukan hanya anak-anak yang dirugikan, tapi juga kesehatan publik secara keseluruhan,” ujar dr. Fitriyadi.
Dalam beberapa survei, keengganan vaksinasi HPV di Indonesia masih terjadi karena faktor misinformasi, rendahnya edukasi, serta kurangnya sosialisasi yang menyeluruh. Hal ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah dan tenaga medis.
Dukungan Keluarga dan Sekolah Sangat Penting
Untuk menyukseskan program vaksinasi HPV, dukungan dari keluarga dan sekolah menjadi kunci. Orang tua perlu mendapatkan informasi yang benar dan ilmiah agar tidak melarang anak-anak mereka mendapatkan vaksin.
Pemerintah pun terus menggandeng sekolah-sekolah sebagai titik distribusi utama vaksinasi HPV, disertai dengan penyuluhan dan seminar kesehatan.
“Orang tua perlu menjadi garda terdepan dalam mendukung vaksinasi. Ini soal masa depan anak-anak kita. Pencegahan itu jauh lebih murah daripada pengobatan,” kata dr. Yudi.
Target Eliminasi Kanker Serviks
Berdasarkan data WHO, kanker serviks merupakan penyebab kematian kedua terbanyak akibat kanker pada perempuan di Indonesia. Sekitar 90% kasus disebabkan oleh infeksi HPV yang bisa dicegah dengan vaksinasi.
Indonesia menargetkan untuk bisa mengikuti jejak Australia dalam mengeliminasi kanker serviks, namun masih membutuhkan kerja keras, kolaborasi lintas sektor, serta dukungan masyarakat untuk menjadikan vaksinasi sebagai budaya kesehatan yang diterima luas.
Dengan vaksin HPV yang terbukti aman dan efektif, serta informasi yang benar dari para ahli, tidak ada alasan lagi untuk menunda vaksinasi. Masyarakat diharapkan menjadi bagian dari perubahan menuju generasi bebas kanker serviks.