Finansial

Tantangan dan Peluang: Masyarakat Perlu Cerdas Finansial Hadapi Era Digital

Tantangan dan Peluang: Masyarakat Perlu Cerdas Finansial Hadapi Era Digital
Tantangan dan Peluang: Masyarakat Perlu Cerdas Finansial Hadapi Era Digital

JAKARTA — Tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2022, literasi finansial nasional telah mencapai 66,46% dan tingkat inklusi keuangan berada di angka 80,51%. Angka ini menunjukkan semakin banyak masyarakat yang tidak hanya mengenal produk keuangan, tetapi juga aktif menggunakannya. Namun, seiring pesatnya digitalisasi, muncul tantangan baru yang menuntut masyarakat untuk tidak sekadar melek finansial, tetapi juga cerdas secara digital.

“Literasi keuangan yang baik tidak cukup jika tidak dibarengi dengan kesadaran terhadap risiko digital. Masyarakat harus dibekali kemampuan melindungi data pribadi dan memahami cara kerja produk keuangan digital,” tegas praktisi keuangan digital.

Kemudahan yang Bisa Jadi Ancaman

Transformasi digital memang membawa banyak kemudahan: membuka rekening cukup lewat aplikasi, investasi saham lewat ponsel, atau mengajukan pinjaman online hanya dengan beberapa klik. Namun, kemudahan ini ibarat pisau bermata dua. Tanpa pemahaman yang cukup, masyarakat justru rentan terjebak pada praktik keuangan ilegal, penipuan digital, dan penyalahgunaan data pribadi.

Data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat kasus penipuan pinjaman online ilegal naik 12% pada 2023. Selain itu, kebocoran data nasabah di platform investasi digital juga sempat terjadi di akhir 2023, merugikan ribuan pengguna.

“Kasus kebocoran data dan deepfake yang digunakan untuk menipu karyawan keuangan perusahaan menjadi alarm keras bagi kita semua,” ungkap Arif.

Definisi “Cerdas Finansial di Era Digital”

Menjadi cerdas finansial di era digital bukan hanya soal memahami cara menabung atau investasi. Lebih dari itu, masyarakat harus:

Memahami cara kerja produk keuangan digital.

Mengetahui cara menjaga keamanan data pribadi saat bertransaksi online.

Mampu membedakan platform keuangan legal dan ilegal.

Mempunyai kemampuan merencanakan keuangan di tengah perubahan teknologi yang dinamis.

Bayangkan seorang pelaku UMKM yang tergiur tawaran investasi lewat aplikasi tak dikenal dengan janji imbal hasil 30% per bulan. Tanpa literasi digital yang cukup, pelaku UMKM ini berisiko besar kehilangan modal. Sebaliknya, dengan pemahaman yang tepat, mereka bisa mengembangkan usaha lewat fintech lending legal dan terpercaya.

Tantangan Utama di Lapangan

Ketimpangan Akses Digital

Belum semua masyarakat memiliki akses internet cepat dan aman, terutama di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Ketimpangan ini membuka celah ketidaksetaraan informasi dan risiko pemanfaatan oleh pihak tidak bertanggung jawab.

Kurangnya Proteksi Data

Masih banyak pengguna aplikasi keuangan digital yang lalai membagikan data sensitif seperti foto KTP, selfie dengan KTP, atau tanda tangan elektronik ke pihak yang belum jelas keamanannya. Ini memperbesar risiko kebocoran dan penyalahgunaan identitas.

Maraknya Disinformasi dan Deepfake

Konten palsu tentang saham, crypto, atau pinjaman ilegal makin marak dan cepat viral di media sosial. Deepfake yang meniru suara eksekutif perusahaan telah digunakan untuk menipu bagian keuangan perusahaan, menunjukkan bahwa tantangan teknologi tak hanya mengancam individu, tapi juga korporasi.

Kurangnya Edukasi Digital untuk UMKM

Banyak pelaku usaha kecil yang masih mengelola keuangan secara manual. Minimnya pengetahuan tentang teknologi seperti QRIS, aplikasi pembukuan, atau invoice digital membuat mereka rentan tertinggal di tengah perkembangan digitalisasi.

Solusi dan Langkah yang Dapat Dilakukan

Pemerintah dan Regulator

Memperkuat regulasi keamanan data dan pengawasan terhadap fintech serta platform investasi digital.

Memperluas program edukasi digital ke wilayah pelosok melalui kolaborasi dengan komunitas, lembaga pendidikan, dan tokoh lokal.

Masyarakat Umum dan UMKM

Selalu gunakan platform yang sudah berizin resmi dari OJK atau Bank Indonesia.

Rutin memperbarui perangkat lunak, menggunakan autentikasi ganda (2FA), dan tidak mudah tergiur janji investasi dengan imbal hasil di luar kewajaran.

Mengikuti pelatihan literasi digital yang diadakan pemerintah atau lembaga seperti Siberkreasi dan program Literasi Digital Kominfo.

Pelaku Ekonomi Kreatif

Memanfaatkan AI dan teknologi digital secara etis dan produktif, tetapi juga memahami potensi risikonya.

Membangun brand dengan pendekatan transparan, edukatif, dan berkelanjutan.

Dukungan untuk Penguatan Edukasi Digital

Menurut Arif, kunci penting menghadapi tantangan ini adalah sinergi semua pihak: pemerintah, regulator, pelaku usaha, dan masyarakat. “Literasi saja tidak cukup, kita harus cerdas finansial. Artinya, setiap orang paham risiko dan cara aman memanfaatkan teknologi keuangan,” katanya.

Ia menekankan perlunya pendampingan untuk UMKM agar tak hanya belajar teori, tetapi juga praktik digital, mulai dari pencatatan keuangan elektronik, promosi daring, hingga pemanfaatan fintech lending legal.

Literasi Jadi Pondasi, Kecerdasan Finansial Jadi Kunci

Indonesia sedang berada di jalur menuju masyarakat keuangan digital yang lebih maju. Namun, tanpa kecerdasan finansial digital, kemajuan ini bisa jadi bumerang bagi masyarakat yang tidak siap. “Dengan kecerdasan finansial digital, teknologi bukan lagi ancaman, melainkan alat untuk membuka peluang baru dan memperluas akses ekonomi,” pungkas Arif.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index