INDUSTRI

Pengetatan Aturan Impor Dinilai Jadi Pelindung Industri Tekstil Domestik dari Serbuan Barang Asing

Pengetatan Aturan Impor Dinilai Jadi Pelindung Industri Tekstil Domestik dari Serbuan Barang Asing
Pengetatan Aturan Impor Dinilai Jadi Pelindung Industri Tekstil Domestik dari Serbuan Barang Asing

JAKARTA - Langkah pemerintah dalam melakukan revisi terhadap kebijakan impor dinilai sebagai langkah strategis yang mampu memberikan ruang bernapas bagi industri tekstil dan produk turunannya di dalam negeri. Melalui perubahan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024, pemerintah kini membatasi arus barang masuk melalui mekanisme larangan dan/atau pembatasan (lartas) yang disesuaikan dengan kebutuhan serta permintaan sektor terkait.

Kementerian Perindustrian menyatakan bahwa kebijakan baru ini tidak hanya memperkuat posisi produsen tekstil lokal, tetapi juga memperbaiki struktur pasokan industri secara keseluruhan. Dalam keterangan resminya, kementerian menekankan bahwa pengetatan aturan impor akan membantu mengendalikan masuknya produk tekstil asing yang selama ini membanjiri pasar dan melemahkan daya saing industri dalam negeri.

“Dalam aturan baru itu, kebutuhan dan permintaan sektor tekstil, pakaian jadi, serta aksesori pakaian jadi dihitung dan dibatasi melalui larangan dan/atau pembatasan (lartas) sehingga produk impor yang masuk bisa dikendalikan,” demikian disampaikan pihak Kementerian Perindustrian.

Industri Tekstil Dalam Negeri Sempat Tertekan

Sebelum kebijakan ini direvisi, pelaku industri tekstil dalam negeri menghadapi tantangan berat akibat membanjirnya produk impor murah, khususnya dari negara-negara dengan biaya produksi yang lebih rendah. Banyak pabrikan lokal yang kesulitan menjual produknya karena kalah harga dan kalah cepat dalam distribusi.

Serbuan barang impor yang tidak terkendali juga telah menimbulkan efek domino, antara lain penurunan produksi, pemutusan hubungan kerja (PHK), hingga penutupan sejumlah pabrik garmen dan tekstil skala kecil hingga menengah. Tak sedikit pula industri rumahan dan UMKM di sektor ini yang gulung tikar akibat tekanan harga dan persaingan tak seimbang.

Menjaga Keseimbangan antara Perlindungan dan Kebutuhan

Dengan diterapkannya revisi Permendag 8 Tahun 2024, pemerintah mencoba menciptakan keseimbangan antara perlindungan terhadap industri nasional dan keterbukaan terhadap kebutuhan bahan baku atau barang jadi tertentu yang belum bisa diproduksi secara mandiri di dalam negeri.

Skema larangan dan pembatasan (lartas) tidak serta-merta menutup total pintu impor, tetapi didesain untuk menyesuaikan volume dan jenis barang dengan kapasitas produksi lokal. Artinya, hanya barang-barang yang benar-benar dibutuhkan dan belum tersedia secara cukup di dalam negeri yang akan diberikan izin masuk.

Dalam praktiknya, pelaku usaha harus menyertakan bukti kebutuhan dan justifikasi yang rasional sebelum mendapatkan izin impor. Hal ini dimaksudkan agar kuota impor tidak disalahgunakan dan benar-benar sejalan dengan kepentingan pembangunan industri nasional.

Industri Tekstil Lokal Diuntungkan

Sejumlah asosiasi industri menyambut baik langkah ini. Mereka menilai kebijakan tersebut akan memperkuat posisi produsen tekstil dalam negeri yang selama ini terdesak oleh derasnya arus barang impor.

Pengetatan impor diharapkan bisa mendorong peningkatan utilitas kapasitas produksi pabrik-pabrik dalam negeri, sekaligus memberikan ruang untuk mendorong inovasi, efisiensi, dan peningkatan kualitas produk.

Selain itu, kebijakan ini dinilai sejalan dengan semangat hilirisasi industri yang sedang dicanangkan pemerintah. Dengan menekan impor barang jadi, maka akan semakin besar peluang bagi pelaku industri lokal untuk berkembang dari hulu hingga hilir.

Potensi Penyerapan Tenaga Kerja Meningkat

Selain memberikan efek positif terhadap performa industri, pembatasan impor juga diyakini akan berdampak pada penciptaan lapangan kerja baru. Saat permintaan terhadap produk lokal meningkat, industri pun terdorong untuk menambah kapasitas produksi, yang otomatis membutuhkan tambahan tenaga kerja.

Dalam jangka menengah dan panjang, kebijakan ini berpotensi menjadi instrumen penting dalam menekan angka pengangguran di sektor industri manufaktur, terutama tekstil dan pakaian jadi yang dikenal sebagai penyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.

Tantangan Implementasi dan Pengawasan

Meski kebijakan ini menuai apresiasi, sejumlah pihak mengingatkan pentingnya pengawasan ketat dalam pelaksanaannya. Tanpa sistem pengawasan dan evaluasi yang kuat, revisi aturan ini bisa saja disiasati oleh oknum pelaku impor dengan memanipulasi dokumen atau menggunakan celah regulasi.

Selain itu, ada kekhawatiran bahwa pembatasan impor bisa menimbulkan kelangkaan bahan baku jika tidak dilakukan secara presisi. Oleh karena itu, koordinasi lintas kementerian, terutama antara Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan, menjadi kunci agar kebijakan ini berjalan efektif dan adil.

Pemerintah juga diimbau untuk memberikan fasilitas kemudahan produksi, akses bahan baku, serta pelatihan SDM bagi pelaku industri dalam negeri, sehingga mereka mampu memenuhi permintaan pasar dalam negeri yang sebelumnya diisi oleh produk impor.

Menata Ulang Arah Industrialisasi

Revisi Permendag 8 Tahun 2024 menjadi langkah awal penting dalam menata ulang arah industrialisasi nasional. Dalam konteks globalisasi, Indonesia memang tidak bisa menutup diri sepenuhnya. Namun, dengan regulasi yang lebih selektif dan adaptif, pemerintah memiliki peluang untuk menjaga kemandirian industri sembari tetap membuka ruang bagi perdagangan internasional yang sehat.

Kebijakan ini juga memberi sinyal kuat bahwa pemerintah serius membangun fondasi industri nasional yang berkelanjutan dan berdaya saing tinggi. Apalagi, di tengah ketidakpastian global dan tekanan geopolitik, memperkuat struktur produksi domestik adalah langkah strategis untuk menjaga stabilitas ekonomi jangka panjang.

Dengan eksekusi yang tepat, kolaborasi antara pemerintah dan pelaku industri, serta dukungan dari masyarakat dalam memilih produk lokal, kebijakan ini bukan hanya menjadi pelindung bagi industri tekstil—tetapi juga pendorong utama kebangkitan manufaktur nasional Indonesia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index