JAKARTA - Di tengah kebiasaan anak-anak masa kini yang akrab dengan gawai dan layar digital, sebuah inisiatif unik muncul dari Kabupaten Gresik. Alih-alih mengisi liburan dengan bermain gim atau menonton YouTube, anak-anak diajak untuk menikmati liburan tanpa gadget dengan cara yang lebih kreatif dan mendidik—belajar bersama di Perpustakaan Daerah (Perpusda).
Melalui program bertajuk Liburan Gembira bersama Perpusda, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Gresik membuka ruang yang aman, menyenangkan, dan edukatif bagi anak-anak untuk memanfaatkan masa libur sekolah. Program ini tidak hanya menjadi solusi alternatif terhadap penggunaan gadget berlebih, tapi juga membangun kebiasaan positif yang berkaitan dengan literasi dan kreativitas.
Beragam aktivitas ditawarkan dalam program ini. Mulai dari membuat kolase hiburan, belajar budaya dan bahasa Jepang, menonton sinema edukatif, membuat karya origami, hingga menghias botol bekas menggunakan kertas hias. Semua kegiatan dirancang agar menarik, menyenangkan, dan tentu saja bebas dari keterlibatan layar gawai.
- Baca Juga Wisata Seru Dekat Stasiun Wonogiri
Menurut Sayyidatul Fakhriyah, Kepala Bidang Pengembangan Minat Baca di Dispusip Kabupaten Gresik, pendekatan seperti ini penting untuk membentuk kebiasaan baru di kalangan anak-anak. “Zaman sekarang pembelajaran seperti ini sangat penting karena anak-anak saat ini lebih suka main gadget. Apalagi di gadget ada YouTube, game, dan lain sebagainya, yang membuat anak terpengaruh condong ke situ,” ujarnya.
Ia menjelaskan, inisiatif ini tidak hanya mengalihkan perhatian anak dari perangkat digital, tetapi juga memberikan ruang bagi mereka untuk mengekspresikan kreativitas dan menjalin interaksi sosial secara langsung. Dalam suasana kolaboratif, anak-anak diajak untuk bersenang-senang sambil belajar, membangun kebiasaan membaca, dan memperluas wawasan melalui pendekatan yang lebih manusiawi dan komunikatif.
Tujuan utama dari kegiatan ini, menurut Sayyidatul, adalah memotivasi anak-anak agar mengisi waktu liburnya dengan kegiatan yang positif dan bermanfaat. “Kegiatan belajar bersama ini diharapkan bisa memotivasi anak-anak untuk lebih inovatif mengisi liburan dengan hal-hal positif tanpa gadget,” jelasnya.
Selain itu, ia juga menambahkan bahwa anak-anak perlu dikenalkan lebih dekat dengan keberadaan perpustakaan daerah. Banyak dari mereka mungkin belum mengetahui bahwa perpustakaan adalah tempat yang tidak hanya menyediakan buku, tetapi juga ruang belajar, diskusi, dan eksplorasi kreativitas.
“Dispusip ingin anak-anak gemar membaca, agar bisa sering ke sini meminjam buku-buku di sini,” tambahnya.
Upaya ini bukan hanya menyasar anak-anak usia sekolah dasar, tapi juga terbuka untuk kalangan remaja dan bahkan dewasa. Perpusda Gresik memiliki koleksi lebih dari 17 ribu judul buku yang bisa dipinjam oleh masyarakat. Buku-buku tersebut mencakup berbagai kategori, mulai dari pendidikan, kartun, komedi, kesehatan, hingga topik-topik umum lainnya. Dengan beragam pilihan bacaan ini, perpustakaan ingin membuktikan bahwa dunia buku tidak kalah menarik dibandingkan dengan dunia maya.
“Segala kategori ada, mulai pendidikan, kartun, komedi, kesehatan, dan banyak lagi yang lainnya tidak kalah dengan gadget,” pungkas Sayyidatul.
Langkah yang diambil oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan ini sejalan dengan kebutuhan zaman. Di tengah kekhawatiran orang tua terhadap kecanduan layar dan dampak negatifnya terhadap perkembangan kognitif serta sosial anak, pendekatan berbasis komunitas seperti ini menjadi jawaban yang relevan. Bukan hanya menyediakan alternatif aktivitas, tapi juga mengarahkan anak-anak pada nilai-nilai yang lebih mendalam seperti kolaborasi, imajinasi, dan rasa ingin tahu.
Selain itu, keterlibatan anak-anak dalam kegiatan seperti ini juga berpotensi memperkuat literasi fungsional. Mereka tidak hanya membaca buku, tapi juga memahami konteks, menciptakan karya dari hasil bacaannya, dan mengembangkan cara berpikir kritis. Kegiatan kreatif seperti origami, kolase, atau menghias botol bekas, misalnya, memadukan antara literasi visual, motorik halus, dan kemampuan menyampaikan ide.
Gagasan libur sekolah tanpa gadget juga menyentuh aspek penting lainnya, yaitu keterhubungan sosial secara langsung. Anak-anak yang ikut serta dalam kegiatan di Perpusda memiliki kesempatan untuk bertemu teman baru, berdiskusi, tertawa, dan berinteraksi tanpa perantara teknologi. Dalam dunia yang semakin digital, interaksi tatap muka seperti ini adalah pengalaman yang sangat berharga.
Penting pula dicatat bahwa kegiatan seperti ini tidak membutuhkan teknologi tinggi atau biaya besar. Dengan memanfaatkan ruang yang sudah ada, koleksi buku yang melimpah, dan semangat gotong royong dari tenaga pustakawan serta relawan, program ini membuktikan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah-langkah kecil yang konsisten.
Apa yang dilakukan Perpusda Gresik memberi inspirasi bagi daerah lain di Indonesia untuk menyusun strategi serupa. Dalam jangka panjang, membentuk kebiasaan positif di masa libur sekolah bisa berdampak signifikan terhadap tumbuh kembang anak. Mereka tidak hanya tumbuh sebagai pembaca aktif, tapi juga sebagai individu yang berpikir kritis dan kreatif.
Dengan demikian, membangun ekosistem pendidikan non-formal seperti ini menjadi bagian penting dalam menghadapi tantangan zaman. Saat anak-anak di kota-kota besar mungkin sibuk dengan gawai mereka, di Gresik, sekelompok anak sedang asyik mewarnai botol bekas, membaca buku cerita, atau mencoba menulis puisi sederhana di pojok perpustakaan.
Liburan tanpa gadget bukan sekadar wacana. Di tangan pihak yang tepat dan dengan pendekatan yang menyenangkan, ini bisa menjadi gerakan nyata yang berdampak positif. Karena pada akhirnya, liburan bukan hanya soal istirahat dari sekolah, tapi juga peluang untuk belajar cara baru menjalani hidup—tanpa harus terpaku pada layar.