Kesehatan

Skrining Kesehatan Warga Binaan, Lapas Piru Gandeng Puskesmas

Skrining Kesehatan Warga Binaan, Lapas Piru Gandeng Puskesmas
Skrining Kesehatan Warga Binaan, Lapas Piru Gandeng Puskesmas

JAKARTA - Upaya menjaga dan memenuhi hak dasar warga binaan tak hanya terbatas pada aspek hukum atau pembinaan moral. Salah satu unsur krusial dalam proses rehabilitasi di lembaga pemasyarakatan adalah pelayanan kesehatan yang menyeluruh. Lapas Kelas IIB Piru mengambil langkah nyata dengan menggandeng Puskesmas Piru dalam kegiatan skrining kesehatan terpadu, mencakup penyakit tidak menular (PTM), HIV/AIDS, serta kesehatan jiwa.

Kegiatan ini berlangsung di aula Lapas Piru sebagai bagian dari program bersama yang menekankan pentingnya kesehatan fisik dan mental bagi seluruh warga binaan. Skrining tersebut dilakukan langsung oleh tim tenaga medis dari Puskesmas Piru dan turut diawasi oleh jajaran petugas Lapas, termasuk Kepala Sub Seksi Perawatan, Williams Lelapary.

Pemeriksaan berlangsung menyeluruh. Setiap warga binaan menjalani pengecekan tekanan darah, kadar gula darah, serta pengambilan sampel darah untuk skrining HIV menggunakan metode rapid test. Tak hanya fisik, deteksi dini terhadap potensi gangguan kesehatan jiwa juga dilakukan melalui asesmen sederhana oleh tenaga kesehatan yang kompeten di bidang tersebut.

Williams Lelapary menekankan pentingnya langkah preventif seperti ini dalam menjaga kelangsungan proses pembinaan. Menurutnya, kesehatan menjadi fondasi utama dalam memastikan warga binaan bisa mengikuti kegiatan dan program pembinaan secara optimal. “Kesehatan adalah faktor penting dalam memenuhi hak warga binaan. Jika hal itu tidak dipenuhi maka akan berdampak besar pada proses pembinaan dan aktivitas mereka,” tegas Williams.

Kerja sama ini mendapat apresiasi langsung dari pihak Puskesmas. Ketua tim kesehatan Puskesmas Piru, Yospina Salenussa, menggarisbawahi bahwa pelayanan kesehatan harus bersifat inklusif tanpa diskriminasi. Dalam pandangannya, warga binaan tetap merupakan bagian integral dari masyarakat yang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

“Kesehatan masyarakat merupakan prioritas utama kami. Termasuk warga binaan Lapas Piru yang juga merupakan bagian dari masyarakat kota Piru, kabupaten SBB. Untuk itu, kami akan terus mendukung dan bersinergi bersama Lapas Piru dalam memastikan mereka mendapatkan perawatan serta pelayanan kesehatan yang optimal,” tutur Yospina.

Kolaborasi seperti ini bukan hanya penting dalam konteks pemenuhan hak dasar, tetapi juga menjadi bukti bahwa pendekatan holistik terhadap pembinaan warga binaan tengah diupayakan secara konkret oleh lembaga pemasyarakatan. Banyak kasus menunjukkan bahwa gangguan kesehatan, baik fisik maupun mental, berpotensi memperburuk situasi dan menimbulkan kerentanan baru di dalam lingkungan lapas. Karena itu, tindakan pencegahan menjadi sangat strategis.

Dalam kerangka yang lebih luas, Lapas Piru sedang mengembangkan konsep pemasyarakatan yang tidak hanya berorientasi pada pengamanan, tetapi juga pemulihan. Kepala Lapas Piru, Dawa’i, menyatakan bahwa kolaborasi dengan instansi layanan publik seperti Puskesmas akan terus menjadi bagian penting dari strategi pemasyarakatan yang mereka bangun.

“Ke depannya, sinergi dan kolaborasi ini akan terus kami jalankan, sehingga kondisi kesehatan warga binaan tetap terjaga dalam menjalani proses pembinaan, agar nantinya kembali ke masyarakat dengan kondisi dan pribadi yang lebih baik,” ucap Dawa’i dalam keterangannya.

Sikap terbuka Lapas Piru terhadap kolaborasi lintas sektor ini mencerminkan transformasi paradigma pemasyarakatan yang lebih progresif dan manusiawi. Tidak sedikit tantangan yang dihadapi dalam menjalankan pembinaan warga binaan, mulai dari keterbatasan fasilitas hingga sumber daya manusia. Namun, dengan kerja sama yang baik dengan sektor kesehatan, beberapa hambatan dapat dikurangi, bahkan diatasi.

Penting dicatat bahwa hak atas kesehatan merupakan hak asasi yang diakui dalam berbagai instrumen hukum nasional dan internasional. Dalam konteks pemasyarakatan di Indonesia, hak ini dijamin oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan ditegaskan dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM terkait pelayanan kesehatan narapidana dan tahanan.

Di sisi lain, masyarakat umum juga memiliki peran penting dalam mendukung upaya semacam ini. Edukasi publik yang konsisten perlu digencarkan agar stigma terhadap warga binaan yang telah menjalani pembinaan di Lapas dapat dikurangi. Sikap diskriminatif hanya akan menghambat proses reintegrasi sosial yang menjadi tujuan akhir dari pembinaan pemasyarakatan.

Dengan keberhasilan program seperti skrining kesehatan ini, diharapkan tidak hanya kondisi individu warga binaan yang membaik, tetapi juga kualitas layanan Lapas secara keseluruhan. Peningkatan derajat kesehatan warga binaan akan menciptakan lingkungan pemasyarakatan yang lebih sehat, produktif, dan kondusif dalam mendukung program rehabilitasi serta persiapan kembali ke masyarakat.

Ke depan, Lapas Piru berencana mengadakan kegiatan serupa secara rutin, tidak hanya mencakup skrining tetapi juga edukasi tentang pentingnya gaya hidup sehat, pencegahan penyakit menular, serta manajemen stres dan kesehatan jiwa. Dengan demikian, hak atas kesehatan tidak berhenti pada pemenuhan administratif semata, melainkan menjadi bagian dari proses berkelanjutan untuk menciptakan perubahan yang nyata dalam kehidupan warga binaan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index