Dokter

Dokter Gizi: Anak Butuh Lebih dari Sekadar Karbohidrat

Dokter Gizi: Anak Butuh Lebih dari Sekadar Karbohidrat
Dokter Gizi: Anak Butuh Lebih dari Sekadar Karbohidrat

JAKARTA - Masih banyak orang tua di Indonesia yang memaknai makanan bergizi cukup dengan sekadar membuat anak kenyang. Tak jarang, menu harian anak hanya berisi nasi dan mie, karena dianggap praktis, murah, dan mengenyangkan. Padahal, pemahaman seperti ini bisa menjadi awal dari masalah gizi di masa pertumbuhan anak.

dr. Nadhira Afifa, MPH, Dokter Residen Gizi Klinik Universitas Indonesia, mengungkapkan bahwa fokus yang berlebihan pada karbohidrat masih sering dijumpai dalam kebiasaan makan keluarga Indonesia.

"Kalau lebih fokusnya ke karbohidrat, karena makanan utama kita nasi. Jadi itu persepsi yang salah juga di orang tua dan masyarakat," ujarnya.

Nasi dan Mie Belum Tentu Bergizi

Fenomena anak yang disuguhi nasi dan mie dalam satu piring memang masih umum dijumpai, baik di kota maupun di daerah. Meskipun mengenyangkan, perpaduan ini tak memberikan cukup variasi zat gizi yang dibutuhkan anak.

dr. Nadhira menegaskan, makanan seperti itu tidak mencerminkan pola makan bergizi seimbang. Ia menyoroti bahwa di banyak daerah, masih kuat anggapan bahwa nasi sebagai makanan pokok sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi harian anak. Padahal, tubuh anak membutuhkan lebih dari sekadar karbohidrat untuk tumbuh kembang yang optimal.

"Kalau di daerah mindset-nya itu masih fokus ke karbohidrat aja, memang kita makanan utama nasi kan. Padahal tetap harus gizi seimbang selalu," tegasnya.

Panduan "Isi Piringku" dari Kementerian Kesehatan

Untuk menghindari kesalahan dalam menyusun pola makan anak, dr. Nadhira menyarankan para orang tua mengacu pada panduan "Isi Piringku" dari Kementerian Kesehatan. Panduan ini menjelaskan pembagian porsi makanan sehat dalam satu piring: separuh piring diisi dengan sayuran dan buah, sementara separuh lainnya berisi karbohidrat dan lauk hewani atau nabati sebagai sumber protein.

Konsep ini membantu orang tua lebih mudah memvisualisasikan proporsi gizi seimbang yang dibutuhkan anak setiap kali makan. Tidak hanya mudah diterapkan, panduan ini juga fleksibel dan dapat disesuaikan dengan bahan makanan yang tersedia di rumah.

Telur: Sumber Protein Murah Meriah

Saat bicara soal protein hewani, sebagian orang tua mungkin langsung membayangkan daging, ayam, atau ikan yang harganya bisa membebani pengeluaran rumah tangga. Namun menurut dr. Nadhira, orang tua tidak perlu merasa kesulitan, karena telur bisa menjadi pilihan yang sederhana dan ekonomis.

"Padahal sebenarnya sesulit-sulitnya itu bisa pakai telur aja. Telur kan itu satu butir Rp2.000 ya. Jadi paling enggak protein hewaninya bisa dari telur itu tiga kali sehari juga enggak masalah," ujarnya.

Kandungan gizi dalam telur sangat lengkap dan cocok untuk anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Memberikan telur setiap hari tidak hanya memenuhi kebutuhan protein, tapi juga membantu perkembangan otak dan otot.

Orang Tua Harus Jadi Teladan Gizi Seimbang

Perubahan pola makan pada anak tidak bisa dilakukan hanya dengan memberikan perintah atau larangan. dr. Nadhira menekankan pentingnya peran aktif seluruh keluarga, terutama orang tua, dalam membentuk kebiasaan makan sehat di rumah.

"Dan juga orang tuanya jangan cuma nyuruh doang. Tapi orang tuanya juga berhabit yang gizi seimbang juga, sehingga anak itu bisa mengikuti, jadi perilaku sehatnya itu diterapkan di satu keluarga bukan di anak aja," kata dokter lulusan Harvard University itu.

Dengan kata lain, jika anak diminta makan sayur dan buah, maka orang tua juga harus menunjukkan kebiasaan serupa. Konsistensi dalam menerapkan pola makan sehat sebagai budaya keluarga akan jauh lebih efektif dibanding sekadar instruksi sepihak.

Gaya Hidup Sehat Tak Hanya dari Makanan

Menjaga kesehatan anak tidak berhenti pada apa yang mereka makan. Aktivitas fisik harian juga memainkan peran besar. dr. Nadhira menyarankan agar anak-anak tidak hanya duduk diam di rumah atau terpaku pada layar gawai, tetapi juga melakukan aktivitas seperti berjalan kaki ke sekolah, bermain bersama teman, hingga berolahraga secara rutin.

Aktivitas fisik seperti ini membantu metabolisme tubuh tetap aktif, menjaga berat badan ideal, serta mendukung kesehatan mental dan emosional anak.

Keluarga Harmonis, Kunci Kesehatan Anak

Selain pola makan dan aktivitas, suasana rumah dan hubungan antar anggota keluarga turut memengaruhi kondisi fisik dan psikis anak. Keluarga yang harmonis dapat memberikan dukungan emosional yang dibutuhkan anak untuk tumbuh sehat.

"Jadi pastikan relationship dengan orang tua dan anggota keluarga juga baik," tambah dr. Nadhira.

Suasana yang hangat dan penuh perhatian membantu anak merasa aman dan nyaman. Anak yang bahagia cenderung memiliki nafsu makan yang baik, tidur cukup, dan lebih aktif secara fisik.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index