JAKARTA - Di tengah ketidakpastian global dan dinamika perekonomian dunia yang fluktuatif, sektor jasa keuangan Indonesia menunjukkan daya tahan yang kuat. Kinerja perbankan nasional tetap stabil, tercermin dari pertumbuhan kredit yang solid serta indikator risiko yang terjaga. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai kondisi ini sebagai cerminan efektivitas fungsi intermediasi dan manajemen risiko di sektor keuangan.
Kredit yang disalurkan oleh perbankan tercatat tumbuh 7,77 persen secara tahunan (year on year/yoy), mencapai total Rp8.059,79 triliun pada 2025. Capaian ini menggambarkan kemampuan sektor perbankan dalam menjaga ritme ekspansi meski tekanan eksternal belum mereda sepenuhnya.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyampaikan bahwa pertumbuhan kredit ini terutama dipicu oleh lonjakan kredit investasi sebesar 12,53 persen yoy. Selain itu, kredit konsumsi juga meningkat sebesar 8,49 persen yoy, menunjukkan adanya pemulihan permintaan domestik. Kredit modal kerja pun turut tumbuh meski lebih moderat, yakni 4,45 persen yoy.
“Dari kategori debitur, kredit korporasi tumbuh sebesar 10,78 persen yoy, sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 2,18 persen yoy,” ujar Mahendra dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta.
Kondisi ini menggambarkan bahwa pelaku usaha skala besar masih menjadi motor utama penyaluran kredit, meski sektor UMKM juga menunjukkan pergerakan positif di tengah tantangan akses pembiayaan yang masih menjadi perhatian.
Dari sisi kualitas kredit, perbankan nasional berhasil menjaga tingkat risiko kredit tetap dalam batas aman. Rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) gross tercatat sebesar 2,22 persen, sedangkan NPL net sebesar 0,84 persen. Selain itu, indikator Loan at Risk (LaR) pun tetap stabil di angka 9,73 persen.
Kepercayaan masyarakat terhadap perbankan pun tercermin dari pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mencapai 6,96 persen yoy, dengan total simpanan mencapai Rp9.329 triliun. Pertumbuhan ini ditopang oleh kenaikan pada komponen giro sebesar 10,35 persen, tabungan 6,84 persen, dan deposito 4,19 persen.
Kinerja intermediasi yang solid tersebut juga ditopang oleh ketahanan permodalan perbankan yang sangat baik. Rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) tercatat tinggi, yaitu 25,79 persen pada 2025. Posisi ini menunjukkan perbankan Indonesia memiliki bantalan modal yang kuat dalam menghadapi potensi tekanan ekonomi.
Dari sisi likuiditas, kondisi juga tergolong sangat memadai. Rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) mencapai 27,05 persen dan Alat Likuid terhadap Non-Core Deposit (AL/NCD) sebesar 118,78 persen, jauh melebihi ambang batas minimum masing-masing 10 persen dan 50 persen.
Mahendra menegaskan bahwa stabilitas sektor jasa keuangan nasional tetap kokoh di tengah gejolak eksternal, terutama ketidakpastian geopolitik dan tensi perdagangan global. Hal ini, menurutnya, ditopang oleh permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, serta pengelolaan risiko yang terkendali.
“Stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga stabil, didukung oleh permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, profil risiko yang manageable, serta kinerja SJK yang stabil,” ujar Mahendra.
Sementara itu, sektor pasar modal juga mencatatkan kinerja positif. Di tengah sentimen negatif akibat dinamika geopolitik dan tensi perdagangan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil ditutup menguat 6,41 persen secara kuartalan (qtq) pada 2025 ke level 6.927,68. Meski secara tahunan (year-to-date/ytd) masih melemah 2,15 persen, namun penguatan kuartalan ini menjadi sinyal optimisme investor terhadap prospek ekonomi nasional. Nilai kapitalisasi pasar pun tercatat sebesar Rp12.178 triliun.
Kinerja sektor keuangan lainnya juga mengalami perkembangan. Di industri asuransi, penjaminan dan dana pensiun (PPDP), total aset Pada 2025 mencapai Rp1.163,11 triliun, tumbuh 3,27 persen yoy. Ini menandakan sektor asuransi tetap mengalami ekspansi meski dalam skala terbatas.
Sementara pada sektor Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML), piutang pembiayaan Perusahaan Pembiayaan tumbuh 1,96 persen yoy menjadi Rp501,83 triliun.
Tak ketinggalan, sektor Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK) juga terus menunjukkan dinamika. Hingga pertengahan 2025, tercatat sebanyak 1.153 aset kripto telah resmi terdaftar dan dapat diperdagangkan di Indonesia. Ini menunjukkan perkembangan signifikan dari sisi teknologi keuangan dan minat pasar terhadap aset digital.
Kondisi ini memberikan gambaran menyeluruh bahwa sektor jasa keuangan Indonesia mampu mempertahankan stabilitas, meskipun berada dalam tekanan global yang tidak menentu. Ketahanan sektor ini menjadi pondasi penting bagi keberlanjutan pertumbuhan ekonomi ke depan, sekaligus membuktikan bahwa kebijakan pengawasan dan penguatan sektor keuangan yang dijalankan OJK telah berjalan sesuai jalur.
Dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan kredit, memperluas akses pembiayaan terutama kepada sektor produktif seperti UMKM, serta memperkuat tata kelola dan mitigasi risiko, sektor jasa keuangan nasional diharapkan dapat terus memainkan peran sentral dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional.