Minyak

Minyak Dunia Naik Didorong Isu Geopolitik dan Damai Dagang

Minyak Dunia Naik Didorong Isu Geopolitik dan Damai Dagang
Minyak Dunia Naik Didorong Isu Geopolitik dan Damai Dagang

JAKARTA - Ketidakpastian geopolitik dan perkembangan dalam arena perdagangan internasional kembali mengerek harga minyak mentah dunia. Di tengah upaya menghindari konflik dagang skala besar serta tekanan terhadap Rusia terkait perang di Ukraina, pasar minyak global menunjukkan respons positif, tercermin dari kenaikan harga yang terjadi pada kontrak minyak utama dunia.

Minyak mentah Brent mengalami kenaikan 47 sen atau sekitar 0,7 persen dan diperdagangkan di level US$ 70,51 per barel, menandai pencapaian tertinggi sejak pertengahan Juli. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) milik Amerika Serikat juga menguat 53 sen atau 0,8 persen, ditutup pada US$ 67,24 per barel. Keduanya memperlihatkan tren naik tipis, namun cukup signifikan dalam menegaskan dinamika baru di pasar energi global.

Salah satu pemicu utama yang memengaruhi tren harga ini adalah hasil perundingan perdagangan antara Amerika Serikat dan Uni Eropa. Kesepakatan ini mencegah terjadinya perang dagang besar-besaran antara kedua kekuatan ekonomi tersebut, yang selama ini berpotensi membebani hampir sepertiga dari arus perdagangan global.

Perjanjian tersebut mencakup penghapusan atau pengurangan tarif impor sejumlah komoditas, serta komitmen Uni Eropa untuk membeli energi dari Amerika Serikat senilai US$ 750 miliar dalam kurun waktu tiga tahun. Langkah ini dinilai sebagai bentuk harmonisasi kepentingan, sekaligus sinyal kuat bahwa kedua belah pihak mulai menurunkan eskalasi ketegangan.

Meski begitu, sebagian analis menilai bahwa target pembelian energi tersebut sulit dicapai dalam waktu sesingkat itu, mengingat keterbatasan infrastruktur dan regulasi yang berbeda di antara negara-negara anggota Uni Eropa. Namun demikian, niat baik dari kesepakatan itu saja sudah cukup untuk memicu sentimen positif di pasar energi.

Selain itu, investasi senilai US$ 600 miliar yang direncanakan oleh perusahaan-perusahaan Eropa ke Amerika Serikat selama masa jabatan kedua Presiden Donald Trump menambah bobot optimisme atas terciptanya kerja sama ekonomi yang lebih stabil dan saling menguntungkan.

Di sisi lain, tensi geopolitik antara Amerika Serikat dan Rusia juga turut menjadi faktor pendukung kenaikan harga minyak. Presiden Trump memberi sinyal kuat dengan menetapkan tenggat waktu “10 atau 12 hari” bagi Rusia untuk menunjukkan langkah konkret dalam menghentikan perang di Ukraina. Jika tidak ada kemajuan yang berarti, Trump mengancam akan menjatuhkan sanksi lebih keras terhadap Rusia serta negara-negara yang menjadi pembeli utama ekspor energi dari Negeri Beruang Merah tersebut.

Langkah ini tentu saja menimbulkan kekhawatiran baru di kalangan pelaku pasar energi global. Pasokan minyak dari Rusia yang cukup dominan di pasar dunia, terutama untuk kawasan Eropa dan Asia, berpotensi terganggu jika sanksi dijatuhkan. Kekhawatiran terhadap gangguan pasokan inilah yang turut mendorong naiknya harga minyak di bursa berjangka.

“Harga minyak menguat setelah Presiden Trump mengatakan akan memperpendek tenggat waktu bagi Rusia untuk mencapai kesepakatan dengan Ukraina guna mengakhiri perang, yang meningkatkan kekhawatiran pasokan,” kata analis dari ING dalam sebuah catatan.

Situasi ini memperlihatkan betapa eratnya keterkaitan antara perkembangan politik global dan dinamika harga energi. Di tengah dunia yang masih dalam tahap pemulihan pasca pandemi dan menghadapi tekanan inflasi yang belum sepenuhnya reda, stabilitas harga energi menjadi salah satu pilar penting dalam menjaga kesinambungan ekonomi global.

Faktor lain yang juga menjadi perhatian pelaku pasar adalah agenda pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) Amerika Serikat. Pertemuan dua hari ini dipantau ketat oleh investor, terutama karena The Fed diperkirakan akan mempertahankan tingkat suku bunga, namun bisa memberikan sinyal arah kebijakan moneter ke depan.

Dalam kondisi inflasi yang menunjukkan tanda-tanda mulai melandai, pasar berspekulasi bahwa bank sentral AS akan mengadopsi pendekatan lebih dovish. Jika itu terjadi, maka akan ada peluang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, yang pada gilirannya meningkatkan permintaan energi, termasuk minyak mentah.

Dengan berbagai dinamika tersebut, pasar minyak global berada di titik keseimbangan baru. Di satu sisi, adanya upaya perdamaian dan penyelesaian konflik dagang memberikan angin segar bagi prospek pertumbuhan ekonomi global. Di sisi lain, risiko geopolitik tetap menjadi faktor utama yang bisa memicu volatilitas sewaktu-waktu.

Ketika konflik Ukraina belum menunjukkan tanda-tanda mereda secara permanen dan tekanan terhadap Rusia semakin besar, ketergantungan terhadap energi alternatif dan diversifikasi pasokan menjadi kebutuhan yang semakin mendesak.

Dalam konteks inilah, pembicaraan tentang transisi energi dan pengembangan energi terbarukan kembali mengemuka. Kenaikan harga minyak bisa menjadi pengingat bahwa ketahanan energi tidak hanya menyangkut cadangan fisik semata, tapi juga ketangguhan dalam menghadapi gejolak politik global yang kian kompleks.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index