JAKARTA - Di tengah dinamika sektor pertanian yang kerap fluktuatif, para petani padi di Kabupaten Jombang tengah menikmati momen yang jarang terjadi: kombinasi antara hasil panen melimpah dan harga jual gabah yang melampaui harga pembelian pemerintah (HPP). Situasi ini menjadi kontras dengan nasib petani komoditas lain seperti tembakau, yang justru menghadapi tantangan dari sisi harga dan produktivitas.
Kondisi positif di sektor tanaman pangan ini tercermin dari data Dinas Pertanian Jombang yang mencatat peningkatan signifikan dalam luas lahan panen tahun ini. Total luas panen padi mencapai 15.000 hektare, mengalami lonjakan dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sekitar 12.713 hektare.
Kepala Dinas Pertanian Jombang, M Rony, mengungkapkan bahwa pertumbuhan ini tidak terjadi begitu saja. Menurutnya, faktor utama yang mendukung peningkatan produksi adalah kondisi tanaman yang tumbuh optimal serta dukungan cuaca yang sangat membantu selama masa tanam.
“Kalau kita lihat dari penampakan tanaman di lapangan terlihat bagus, cuaca juga mendukung. Mudah-mudahan produksi kita tahun ini lebih baik dari tahun kemarin,” ujarnya.
Rony menambahkan bahwa sebagian wilayah di Jombang memang sudah memasuki masa panen. Namun, panen raya secara keseluruhan belum mencapai puncaknya, sehingga pengumpulan data ubinan untuk menghitung produktivitas rata-rata secara resmi masih menunggu waktu. Meski begitu, indikasi awal dari lapangan menunjukkan hasil panen berada dalam kisaran yang cukup memuaskan.
Selain dari sisi volume produksi, kabar menggembirakan lainnya datang dari stabilitas harga gabah di tingkat petani. Bahkan, harga jual saat ini justru cenderung melebihi HPP yang telah ditetapkan sebesar Rp 6.500 per kilogram.
“Sekarang harga gabah cenderung tinggi dan stabil. Bahkan banyak yang di atas HPP, mulai dari Rp 6.800 hingga Rp 7.100 per kilogram,” ujar Rony.
Harga yang lebih tinggi dari HPP ini tentu menjadi angin segar bagi para petani. Tidak hanya menutupi biaya produksi yang terus meningkat dari tahun ke tahun, tetapi juga memberikan ruang keuntungan yang lebih besar. Dengan begitu, petani memiliki peluang lebih baik untuk menabung atau berinvestasi kembali ke dalam kegiatan usaha tani mereka, seperti pembelian benih unggul, pupuk, atau alat-alat pertanian modern.
Situasi ini sangat berbeda dengan kondisi petani tembakau, yang belakangan ini menghadapi tekanan dari segi harga jual dan permintaan pasar yang menurun. Beberapa petani tembakau bahkan terpaksa menjual hasil panennya di bawah harga yang layak karena daya serap pabrik rokok yang rendah serta kualitas panen yang dipengaruhi cuaca ekstrem.
Kondisi berbeda antara dua komoditas utama di Jombang ini menjadi refleksi bahwa kebijakan dan strategi pertanian yang berbasis data, cuaca, serta dukungan pasar sangat penting untuk memberikan kepastian dan kesejahteraan bagi para petani.
Dinas Pertanian Jombang sendiri terus melakukan pemantauan intensif terhadap perkembangan masa panen dan harga di lapangan. Mereka juga bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan untuk menjaga agar stabilitas harga tetap terjaga, termasuk mendorong kerja sama dengan Bulog dan pedagang besar agar serapan gabah dari petani tidak mengalami kendala.
Lebih jauh, pemerintah daerah juga tengah menyiapkan strategi jangka panjang untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani secara berkelanjutan. Ini mencakup program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, pelatihan teknologi pertanian ramah lingkungan, serta pemberdayaan petani dalam hal pengolahan pasca panen agar nilai tambah hasil pertanian bisa dinikmati langsung oleh petani.
Dengan prospek produksi yang meningkat dan harga jual yang kompetitif, petani padi di Jombang kini memasuki fase yang cukup menjanjikan. Harapan besar muncul agar tren positif ini dapat dipertahankan pada musim-musim tanam berikutnya. Tentunya, dibutuhkan kolaborasi erat antara petani, pemerintah, dan pelaku pasar agar siklus kesejahteraan ini tidak menjadi fenomena sesaat, tetapi berkembang menjadi standar baru pertanian yang menguntungkan dan berkelanjutan.
Rony menyimpulkan bahwa tahun ini bisa menjadi titik balik produktivitas pertanian Jombang jika didukung dengan langkah-langkah penguatan kelembagaan dan infrastruktur pertanian.
“Seiring naiknya produksi dan harga jual yang kompetitif di pasaran, kami optimistis kesejahteraan petani juga akan ikut meningkat,” pungkasnya.