JAKARTA - Upaya menjaga integritas sistem keuangan nasional terus diperkuat oleh lembaga otoritas di Indonesia. Salah satu langkah tegas yang diambil adalah memblokir rekening tidak aktif atau dormant yang dinilai berisiko tinggi disalahgunakan. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI, sebagai bagian dari perbankan nasional, turut berperan aktif dalam kebijakan ini yang diinisiasi oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Rekening yang tidak digunakan dalam jangka waktu tertentu kini menjadi sorotan. Selain dianggap tidak produktif, rekening semacam ini dapat menjadi celah bagi berbagai tindak kejahatan finansial. PPATK menyatakan bahwa rekening dormant berpotensi dimanfaatkan untuk praktik pencucian uang, transaksi narkotika, bahkan penyimpanan dana hasil korupsi.
Sebagai langkah preventif, PPATK telah melakukan pemblokiran terhadap sejumlah rekening dormant yang terindikasi mencurigakan. Dalam hal ini, BNI turut menjelaskan prosedur dan ketentuan yang berlaku bagi nasabah yang ingin mengaktifkan kembali rekening mereka.
Corporate Secretary BNI, Okki Rushartomo, menyampaikan bahwa nasabah tak perlu khawatir atas tindakan blokir tersebut. Menurutnya, kebijakan ini tidak berdampak pada dana atau informasi yang tersimpan dalam rekening. “BNI menjamin seluruh dana dan data nasabah tetap aman,” ungkap Okki dalam pernyataan tertulis.
Untuk dapat kembali menggunakan rekening yang diblokir, nasabah hanya perlu memenuhi beberapa persyaratan sederhana. Salah satunya adalah melakukan setoran awal minimal sebesar Rp100 ribu. Selain itu, nasabah wajib mendatangi kantor cabang BNI terdekat dan membawa identitas diri berupa KTP.
Namun demikian, Okki menambahkan bahwa pembukaan kembali rekening tidak serta merta dilakukan oleh BNI saja. Proses tersebut harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari PPATK. Oleh karena itu, nasabah dapat mengurus permohonan aktivasi ulang melalui jalur resmi, baik lewat PPATK, kantor cabang BNI, maupun kantor pusat.
Langkah verifikasi ini sejalan dengan semangat transparansi dan kepatuhan terhadap regulasi. Okki menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen mematuhi seluruh peraturan yang ditetapkan, termasuk arahan dari lembaga pengawasan seperti PPATK. Di sisi lain, BNI juga mengimbau nasabah agar lebih aktif menggunakan rekening mereka agar tidak terkena status dormant.
“Penyetoran dana, transfer, atau pembayaran lewat kanal digital sudah cukup untuk menjaga agar rekening tetap aktif,” jelas Okki. Ia berharap kesadaran nasabah terhadap pentingnya aktivitas perbankan rutin bisa mendukung sistem keuangan nasional yang lebih sehat dan aman.
PPATK sebagai lembaga pengawas transaksi keuangan, memberikan penekanan lebih terhadap pentingnya pemutakhiran data nasabah. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyampaikan bahwa dana dalam rekening yang diblokir tetap aman dan tidak akan berkurang. Namun, nasabah harus terlebih dahulu menyelesaikan proses keberatan sesuai ketentuan sebelum dapat mengakses kembali dana tersebut.
"PPATK telah meminta perbankan untuk segera melakukan verifikasi data nasabah. Pengkinian data nasabah perlu dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga tidak merugikan nasabah sah serta menjaga perekonomian dan integritas sistem keuangan Indonesia," jelas Ivan.
Landasan hukum dari tindakan ini adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam undang-undang tersebut, disebutkan bahwa pihak berwenang memiliki kewenangan melakukan penghentian sementara transaksi yang diduga berkaitan dengan aktivitas kriminal.
Menurut PPATK, banyak rekening dormant yang ditemukan dalam modus kejahatan seperti jual beli rekening, penggunaan identitas palsu (nominee), dan transaksi ilegal lainnya. Dalam beberapa kasus, rekening semacam ini digunakan sebagai tempat penampungan dana dari hasil tindakan melawan hukum.
Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK, M Natsir Kongah, menjelaskan bahwa waktu yang diperlukan sebelum sebuah rekening dinyatakan dormant bervariasi tergantung pada kebijakan masing-masing bank. Beberapa bank menetapkan periode 3 bulan, sementara lainnya bisa 6 bulan hingga 12 bulan.
Ia juga menyoroti bahwa periode 3 bulan biasanya diberlakukan untuk nasabah dengan risiko tinggi. “Misalnya, buka rekening untuk judi online dan habis itu ditinggal setelah dilakukan pengkinian data oleh bank,” ujar Natsir.
Dalam konteks tersebut, pendekatan yang dilakukan oleh PPATK dan BNI bukan semata-mata bersifat represif. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah memperkuat sistem keuangan nasional dari potensi penyalahgunaan serta mendorong literasi keuangan di tengah masyarakat. Prosedur yang diterapkan pun tidak mempersulit nasabah, melainkan memberi ruang bagi mereka untuk menyesuaikan diri dan kembali bertransaksi secara normal setelah melakukan verifikasi dan memenuhi ketentuan.
Dengan demikian, pemblokiran rekening dormant bukanlah bentuk hukuman, melainkan bagian dari strategi proteksi sistem keuangan secara keseluruhan. Nasabah yang merasa terdampak dapat segera melakukan konfirmasi dan tindak lanjut agar tetap dapat menikmati layanan perbankan tanpa hambatan.
Langkah ini menunjukkan keseriusan pemerintah dan sektor perbankan dalam menjaga kepercayaan publik terhadap sistem keuangan nasional. Transparansi, kehati-hatian, dan edukasi kepada nasabah menjadi pilar penting dalam upaya menciptakan lingkungan keuangan yang lebih aman dan berkelanjutan.