JAKARTA - Di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital, kekhawatiran baru muncul dari dunia kesehatan anak. Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, menyoroti meningkatnya kasus gangguan kesehatan mata pada anak-anak sekolah. Temuan ini terungkap saat ia menghadiri peluncuran program Cek Kesehatan Gratis (CKG) Sekolah yang berlangsung di SMP Katolik Penabur, Gading Serpong, Kabupaten Tangerang.
Temuan awal dari pelaksanaan program tersebut mengindikasikan bahwa banyak pelajar mengalami gangguan penglihatan. Penyebab utamanya diduga berasal dari kebiasaan penggunaan gadget yang berlangsung dalam durasi panjang, terutama di luar kegiatan belajar.
“Pemeriksaan ini memberi masukan penting, terutama terkait gangguan kesehatan mata yang kami duga erat kaitannya dengan paparan gadget yang berlebihan,” ujar Meutya.
- Baca Juga Wisata Seru Dekat Stasiun Wonogiri
Menurutnya, meskipun digitalisasi menjadi bagian tak terelakkan dari kehidupan masa kini, khususnya bagi generasi muda, peran pengawasan orangtua menjadi sangat penting. Ia menekankan bahwa perangkat elektronik tidak bisa sepenuhnya dihindari, namun perlu dikendalikan dengan bijak.
“Orang tua perlu mengawasi dan mengatur waktu anak dalam menggunakan gadget. Kami paham tidak mungkin sepenuhnya lepas dari layar, tapi harus diatur agar tidak mengganggu kesehatan mata,” tegasnya.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa masalah kesehatan anak kini tidak lagi hanya terbatas pada asupan gizi dan aktivitas fisik, namun juga terkait erat dengan pola hidup digital. Semakin sering anak terpapar layar perangkat elektronik, semakin besar potensi risiko kesehatan mata yang mereka hadapi.
Program CKG Sekolah sendiri merupakan bagian dari Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC), yang menjadi prioritas pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Tujuan utama program ini adalah melakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh secara gratis kepada 53 juta pelajar dari berbagai wilayah di Indonesia, mulai dari Sabang hingga Merauke.
Dengan slogan no student left behind, pemerintah ingin memastikan setiap anak memiliki hak yang sama untuk tumbuh sehat, terlepas dari latar belakang wilayah atau kondisi ekonomi mereka. Meutya menegaskan bahwa tujuan besar dari program ini adalah mempersiapkan Generasi Emas 2045, sebuah generasi yang tangguh, cerdas, dan memiliki kesehatan prima sebagai fondasinya.
“Program ini memastikan tidak ada siswa yang tertinggal no student left behind menuju Generasi Emas 2045,” tutup Meutya.
Kekhawatiran terhadap efek negatif screen time sebenarnya bukan hal baru di kalangan pakar kesehatan. Namun, fakta bahwa hasil pemeriksaan menunjukkan gejala nyata gangguan mata pada siswa menjadi peringatan keras yang perlu ditindaklanjuti secara kolektif oleh orangtua, pendidik, dan pemerintah.
Berbagai studi sebelumnya juga telah mengungkap bahwa penggunaan layar digital dalam durasi panjang, apalagi tanpa penerangan yang cukup dan dalam jarak dekat, dapat menyebabkan kondisi seperti computer vision syndrome atau kelelahan mata digital. Gejala yang umum muncul meliputi mata kering, penglihatan kabur, sakit kepala, hingga gangguan fokus.
Kondisi ini menjadi semakin rawan ketika menyasar anak-anak, yang dalam usia tumbuh kembang seharusnya lebih banyak terpapar aktivitas fisik di luar ruangan dan interaksi sosial langsung, bukan terpaku pada layar.
Selain upaya pengawasan screen time di rumah, pemeriksaan rutin seperti yang dilakukan dalam program CKG menjadi sangat vital. Pemeriksaan ini tidak hanya mendeteksi gejala fisik secara dini, tetapi juga menjadi sarana edukasi langsung kepada siswa tentang pentingnya menjaga kesehatan mata dan gaya hidup digital yang seimbang.
Momen peluncuran program CKG di Tangerang ini sekaligus menjadi simbol pentingnya kolaborasi antar lembaga pemerintah dalam menangani isu kesehatan anak. Program ini tidak hanya melibatkan Kementerian Komunikasi dan Digital, tetapi juga menggandeng pihak-pihak seperti Kementerian Kesehatan, Dinas Pendidikan, serta berbagai sekolah di daerah.
Dengan hasil awal yang cukup memprihatinkan di bidang kesehatan mata, Meutya Hafid berharap agar kesadaran para orangtua dan guru semakin meningkat untuk mengontrol kebiasaan anak-anak terhadap perangkat digital. Ia juga mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk mendukung kebijakan dan program pemerintah dalam menjaga kualitas kesehatan anak sejak usia dini.
Dalam konteks jangka panjang, masalah ini bukan sekadar persoalan individu atau keluarga, tetapi akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia Indonesia ke depan. Oleh karena itu, langkah-langkah kecil seperti mengatur waktu layar, memprioritaskan aktivitas fisik, dan mengikuti pemeriksaan kesehatan secara berkala bisa menjadi kontribusi penting untuk menciptakan generasi yang sehat dan produktif.
Tak dapat dipungkiri, era digital telah membawa berbagai kemudahan dan akses pengetahuan tanpa batas. Namun, bila tidak dikendalikan, dampak negatifnya bisa merusak secara perlahan. Keseimbangan antara manfaat teknologi dan kesehatan menjadi tantangan baru yang harus dihadapi bersama.
Dengan program seperti CKG dan pengawasan aktif dari orangtua, harapannya, anak-anak Indonesia tidak hanya cerdas dalam teknologi, tetapi juga sehat jasmani dan rohani untuk menapaki masa depan yang gemilang.