JAKARTA - Penguatan kedaulatan industri dalam negeri menjadi langkah penting dalam menjawab tantangan transformasi energi global. Indonesia, sebagai negara yang kaya akan sumber daya mineral, memanfaatkan peluang ini dengan membangun industri baterai kendaraan listrik (EV) secara terintegrasi melalui Holding Industri Pertambangan Indonesia (MIND ID).
Wakil Direktur Utama MIND ID, Dany Amrul Ichdan, menjelaskan bahwa potensi besar Indonesia dalam sektor mineral strategis menjadikannya salah satu pemain kunci dalam peta industri global. Keunggulan ini ditunjukkan dengan keberadaan komponen utama penyusun baterai EV di tanah air, seperti nikel, tembaga, karbon, dan aluminium.
“Di tengah arus besar transformasi global, sumber daya bukan lagi sekadar bahan baku melainkan kekuatan strategis. Melalui MIND ID, Indonesia tidak hanya mengolah potensi, tetapi mengukir posisi. Hilirisasi menjadi fondasi kedaulatan industri, membuka lintasan strategis, memperkuat presensi global, dan meningkatkan daya saing bangsa,” ujar Dany dalam forum International Battery Summit (IBS) 2025 yang digelar pada Selasa, 5 Agustus 2025.
- Baca Juga MIND ID Bangun Ekosistem EV
Langkah konkret MIND ID dalam mendukung agenda ini diwujudkan melalui kerja sama antara anak perusahaan seperti ANTAM dan IBC, serta mitra internasional yakni Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CBL). Kolaborasi ini menyasar pembangunan rantai pasok nikel dari hulu ke hilir secara terintegrasi, yang menjadi tulang punggung pengembangan industri baterai nasional.
Proyek strategis ini dilaksanakan di dua lokasi utama: Halmahera Timur dan Karawang, Jawa Barat. Di bagian hulu, ANTAM akan menjalankan proses penambangan nikel dengan target produksi mencapai 10 juta ton ore setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan keseriusan Indonesia dalam menyuplai kebutuhan bahan baku baterai dari dalam negeri.
Untuk tahap tengah atau midstream, akan dibangun fasilitas High Pressure Acid Leaching (HPAL) di Halmahera Timur yang ditargetkan menghasilkan 55 ribu ton Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) per tahun. Selain itu, fasilitas Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) juga akan memproduksi 88 ribu ton nikel per tahun, menjadi bagian penting dalam tahapan pemrosesan bahan baku yang siap diproses lebih lanjut.
Tahapan hilir dari proyek ini meliputi pembangunan beberapa pabrik penting yang akan memproduksi bahan baku utama baterai. Ini termasuk pabrik Nickel Sulphate dengan kapasitas 16 ribu ton nikel per tahun, fasilitas produksi Precursor sebanyak 30 ribu ton, serta pabrik Cathode Active Material (CAM) yang juga memiliki kapasitas produksi 30 ribu ton per tahun.
Tidak hanya itu, MIND ID juga akan membangun pabrik sel baterai di kawasan Karawang. Keberadaan pabrik ini menjadi langkah strategis untuk memperkuat nilai tambah di dalam negeri, mengingat sel baterai merupakan komponen akhir yang sangat menentukan dalam industri kendaraan listrik.
Yang lebih menarik, MIND ID tidak melupakan aspek keberlanjutan dari proyek ini. Oleh karena itu, mereka juga akan membangun fasilitas daur ulang baterai di Halmahera Timur. Ini merupakan upaya menuju ekonomi sirkular, di mana limbah baterai akan diproses kembali untuk digunakan ulang dalam proses produksi yang berkelanjutan.
Total investasi dari keseluruhan proyek ini diperkirakan mencapai 5,9 miliar dolar AS. Tidak hanya menjadi pendorong industri, proyek ini juga diharapkan menjadi motor penggerak ekonomi lokal, karena akan menciptakan lebih dari 43.000 lapangan kerja baru di berbagai sektor pendukung.
Dany menyampaikan bahwa inisiatif ini bukan sekadar proyek industri, melainkan simbol transformasi besar Indonesia dalam mengambil peran strategis di tengah lanskap ekonomi global yang berubah.
“Dengan inisiatif strategis ini Indonesia tidak hanya menjadi bagian dari arsitektur industri global, tapi ikut menggambar ulang masa depan yang lebih adil dan berkelanjutan,” tutupnya.
Pembangunan industri baterai EV terintegrasi oleh MIND ID ini sekaligus mempertegas arah kebijakan hilirisasi nasional yang kini menjadi motor pertumbuhan ekonomi. Dengan membangun kapasitas dari hulu hingga hilir, Indonesia tak lagi hanya menjadi eksportir bahan mentah, tetapi juga pelaku utama dalam rantai pasok industri global yang bernilai tinggi.