JAKARTA - Bisnis emas di sektor perbankan syariah Indonesia menunjukkan tren pertumbuhan yang semakin menggembirakan. Minat masyarakat terhadap logam mulia dan peluang investasi berbasis syariah mendorong bank-bank syariah terus mengembangkan lini bisnis ini. Fenomena ini juga membuka kemungkinan hadirnya pemain baru di sektor bullion bank atau bank emas, yang sebelumnya hanya dijalankan oleh beberapa bank syariah besar.
PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) misalnya, sedang mempertimbangkan peluang menggarap bisnis bullion melalui entitas barunya, Bank CIMB Niaga Syariah. Proses spin-off untuk menjadikannya bank umum syariah saat ini masih berlangsung. Direktur Utama CIMB Niaga, Lani Darmawan, menegaskan bahwa fokus utama saat ini adalah menyelesaikan proses pemisahan unit usaha syariah (UUS) tersebut. “Sedang dikaji, sekarang kami fokus ke spin off dulu,” ujarnya. Meskipun begitu, rencana pengembangan bisnis bullion bank tetap menjadi perhatian perusahaan di masa depan.
Bisnis emas perbankan syariah bukanlah hal baru. Bank Syariah Indonesia (BSI) menjadi contoh sukses yang mampu mencatatkan pertumbuhan signifikan melalui lini bisnis ini. BSI telah mendapatkan izin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menjalankan bank emas, dan dalam waktu singkat pembiayaan cicil dan gadai emas mereka per Mei 2025 menembus Rp16,43 triliun, melonjak 92,52% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Langkah BSI tidak berhenti di situ; mereka juga tengah mengajukan izin tambahan untuk meluncurkan produk simpanan emas pada kuartal IV/2025, sebagai upaya memperluas akses masyarakat terhadap kepemilikan logam mulia.
- Baca Juga Modal Usaha Rp100 Juta? Cek KUR BRI 2025
Tren positif serupa terlihat di BCA Syariah. Segmen konsumer bank ini mencatat pertumbuhan pembiayaan tertinggi sebesar 56,1% YoY, dengan kontribusi terbesar dari pembiayaan emas yang meningkat 231,2% YoY, mencapai Rp300 miliar. Presiden Direktur BCA Syariah, Yuli Melati Suryaningrum, menyebutkan bahwa pembiayaan emas iB kini dapat diakses melalui aplikasi mobile banking BSya, memudahkan masyarakat berinvestasi emas kapan saja.
Bank Muamalat Indonesia juga mencatat pencapaian signifikan di sektor pembiayaan emas. Hingga Juni 2025, produk Solusi Emas Hijrah mereka telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp348 miliar, dengan target hingga akhir tahun dapat melampaui Rp500 miliar. Head of Retail Financing Bank Muamalat, Agus Andipratama Amir, menjelaskan bahwa pembiayaan emas kini menyumbang 10% dari outstanding pembiayaan konsumer baru, dan dari sisi pencairan, sudah setengahnya berasal dari produk ini. Strategi ini didukung layanan digital melalui aplikasi mobile banking Muamalat DIN, yang memperkuat akses konsumen dan memastikan daya saing bank tetap tinggi. “Income dari pembiayaan emas juga terbilang bagus untuk mendukung pendapatan Bank Muamalat,” kata Agus.
Pertumbuhan bisnis emas ini sejalan dengan tren harga emas global yang terus naik. J.P. Morgan memprediksi harga emas akan terus menanjak, seiring ketatnya pasokan di pasar dunia. Sepanjang tahun ini, harga emas telah melonjak sekitar 30% YtD, sempat menembus rekor US$3.500 per troy ounce pada April 2025, atau sekitar Rp57,35 juta. Lonjakan ini melampaui proyeksi awal J.P. Morgan Research dan menunjukkan bahwa minat terhadap emas sebagai aset aman tetap kuat.
Fenomena serupa terjadi di negara lain. Di Korea Selatan, Korea Minting and Security Printing Corp. menghentikan penjualan emas batangan ke bank domestik sejak Februari, sementara di China, Bursa Emas Shanghai mengalami perlambatan pasokan emas fisik sejak akhir tahun sebelumnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa persaingan mendapatkan logam mulia semakin ketat, dan bank-bank syariah di Indonesia harus cermat dalam memastikan kecukupan pasokan untuk mendukung bisnis mereka.
Peluang kehadiran bullion bank baru di Indonesia semakin terbuka lebar, terutama dengan spin-off unit usaha syariah yang dilakukan bank-bank besar. CIMB Niaga Syariah, misalnya, memiliki potensi besar untuk mengembangkan bisnis ini setelah proses spin-off selesai, mengingat total aset UUS CIMB Niaga telah mencapai Rp67,5 triliun atau setara 19,3% dari total aset induk. Pemisahan ini sejalan dengan regulasi yang mewajibkan UUS dengan aset tertentu untuk menjadi bank umum syariah, membuka ruang bagi ekspansi lini bisnis emas.
Secara keseluruhan, tren positif pembiayaan emas di perbankan syariah menunjukkan bahwa sektor ini memiliki potensi pertumbuhan yang besar. Bank-bank syariah mampu memanfaatkan momentum kenaikan harga emas dan minat masyarakat untuk berinvestasi logam mulia. Dengan strategi digitalisasi layanan, penguatan produk pembiayaan, dan kemungkinan hadirnya pemain baru di sektor bullion, bisnis emas perbankan syariah diperkirakan akan terus berkembang dan menjadi salah satu lini usaha yang menjanjikan di masa depan.