JAKARTA - Wushu adalah salah satu seni bela diri yang kaya akan filosofi dan teknik. Berasal dari Tiongkok, Wushu tidak hanya menekankan gerakan fisik, tetapi juga aspek mental, strategi, dan kesehatan. Kata “Wushu” sendiri terdiri dari dua kata: “Wu” berarti ilmu perang, dan “Shu” berarti seni. Dengan demikian, Wushu dapat diartikan sebagai seni untuk berperang atau martial art, sebuah latihan yang menggabungkan teknik, mental, dan filosofi hidup.
Filosofi dan Esensi Wushu
Dalam Wushu, pembelajaran tidak terbatas pada gerakan fisik. Praktisi diajarkan mengolah pernapasan, memahami anatomi tubuh, dan mempelajari ramuan atau obat-obatan untuk memperkuat tubuh maupun pengobatan. Semua aliran kung fu tradisional dari Tiongkok, baik yang keras maupun lembut, termasuk dalam Wushu.
- Baca Juga Lava Blaze 2: Elegan dan Ringkas
Wushu keras mencakup tinju selatan Nanquan dan tinju panjang Changquan. Sedangkan Wushu lembut meliputi Taiji, Baguazhang, dan Xingyiquan. Di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, seni bela diri ini sering disebut Kuntao.
Lima Elemen dalam Wushu
Wushu juga memiliki fondasi filosofi melalui lima elemen alam:
Air melambangkan kehidupan dan kelembutan.
Kayu melambangkan tulang dan otot, sumber energi kehidupan.
Api melambangkan kekuatan dan ketangkasan, hasil dari energi yang dibakar tubuh.
Bumi melambangkan pertahanan, menyediakan fondasi bagi semua unsur.
Logam melambangkan penguasaan senjata, mengkombinasikan unsur untuk menguasai senjata penting dalam Wushu.
Hubungan antarunsur saling terkait: air mendinginkan api, api menempah logam, logam memotong kayu, kayu tumbuh dari bumi, dan bumi mengontrol air. Filosofi ini menjadi panduan dalam latihan teknik dan strategi Wushu.
Perkembangan Wushu di Indonesia
Awalnya, Wushu di Indonesia hanya dikenal di kalangan tertentu, terutama orang tua dan komunitas etnis Tionghoa. Namun seiring waktu, olahraga ini mulai menyebar ke berbagai kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, dan Medan. Wushu berstandar internasional mulai populer pada awal 1990-an, diprakarsai oleh IGK Manila, yang kemudian menjadi Ketua Umum PBWI pertama.
Melihat prestasi negara tetangga dalam SEA Games 1991, Ketua Umum KONI Pusat, Surono, mendorong pembentukan Wushu yang memenuhi standar internasional. IGK Manila bersama Mediteransjah menyebarkan pemahaman dan pelatihan Wushu ke berbagai daerah di Indonesia, membentuk jaringan pecinta Wushu di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara.
Pembentukan PBWI
Upaya tersebut membuahkan hasil dengan terbentuknya Pengurus Besar Wushu Indonesia (PBWI) pada 10 November 1992. Manila menjabat sebagai Ketua Umum, dan Mediteransjah sebagai Sekretaris Jenderal. PBWI menjadi fondasi bagi pengembangan Wushu berstandar internasional, termasuk pembinaan atlet muda untuk berkompetisi di tingkat internasional.
Salah satu prestasi penting adalah keberhasilan atlet Medan, Jainab, yang meraih medali perak di Kejuaraan Dunia 1995 di Baltimore, Amerika Serikat. Keberhasilan ini membuktikan bahwa Indonesia mampu bersaing meski baru tiga tahun berkiprah di Wushu internasional. Prestasi ini dilanjutkan dengan medali perunggu di Asian Games Bangkok 1998.
Peran Pelatih dan Pusat Latihan
Supandi Kusuma, Ketua Pengurus Daerah Wushu Sumatera Utara, memiliki peran krusial di balik prestasi Jainab. Ia secara langsung melatih dan membimbing Jainab hingga menjadi atlet berprestasi. Menjelang SEA Games XXI/2001, Sumatera Utara ditunjuk sebagai pusat latihan, dengan Supandi sebagai koordinator pelatih dan penanggung jawab program latihan.
Wushu sebagai Olahraga dan Pendidikan Karakter
Wushu tidak hanya berfokus pada kompetisi. Praktisi belajar keseimbangan antara gerakan fisik, teknik bela diri, pernapasan, dan filosofi. Hal ini menjadikannya sarana pendidikan karakter, disiplin, dan mental yang tangguh. Melalui latihan terstruktur dan kompetisi, atlet Wushu memperoleh pengalaman yang bermanfaat untuk perkembangan fisik maupun mental.
Perjalanan Wushu di Indonesia dari seni bela diri tradisional hingga cabang olahraga berprestasi internasional menunjukkan bahwa disiplin, pembinaan terstruktur, dan dedikasi mampu menghasilkan atlet berbakat. PBWI tetap menjadi fondasi penting bagi pembinaan Wushu di tanah air, menjaga kesinambungan prestasi, dan menginspirasi generasi muda. Filosofi, teknik, dan sejarah panjang Wushu membuktikan bahwa olahraga ini lebih dari sekadar pertarungan fisik; ia adalah seni, pendidikan, dan pembentukan karakter.