ESDM

ESDM Tetapkan Regulasi Harga Minerba

ESDM Tetapkan Regulasi Harga Minerba
ESDM Tetapkan Regulasi Harga Minerba

JAKARTA - Dunia pertambangan di Indonesia kembali mengalami perubahan regulasi penting. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru saja mengeluarkan aturan baru yang memberikan ruang fleksibilitas bagi pelaku usaha tambang, namun tetap menjaga kepastian penerimaan negara. Aturan tersebut mengatur mekanisme harga patokan mineral (HPM) dan harga patokan batubara (HPB), yang selama ini menjadi rujukan utama dalam transaksi komoditas pertambangan.

Kebijakan anyar ini tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 268.K/MB.01/MEM.B/2025 yang resmi berlaku setelah mencabut aturan sebelumnya, yaitu Kepmen ESDM Nomor 72.K/MB.01/MEM.B/2025. Jika pada aturan lama seluruh transaksi wajib mengacu pada HPM dan HPB, maka regulasi baru ini memberikan kelonggaran tertentu bagi kontrak penjualan yang sudah disepakati dengan harga di bawah patokan.

Fleksibilitas dengan Syarat Pajak Tetap Berlaku

Salah satu poin utama dari aturan ini adalah, perusahaan tambang tetap boleh menjual mineral logam atau batubara dengan harga di bawah HPM atau HPB jika memang kontraknya sudah terjalin. Namun, meski harga jual lebih rendah dari patokan, kewajiban perpajakan dan iuran produksi (royalti) tetap dihitung berdasarkan HPM maupun HPB.

Hal ini secara eksplisit disebutkan dalam poin keempat Kepmen:

"Dalam hal pemegang Izin Usaha Pertambangan tahap kegiatan Operasi Produksi, pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus tahap kegiatan Operasi Produksi, dan pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian termasuk pemegang Kontrak Karya dan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara menjual Mineral logam atau Batubara berdasarkan kontrak di bawah HPM atau HPB, HPM dan HPB tetap digunakan dalam penghitungan kewajiban perpajakan dan menjadi harga dasar dalam pengenaan iuran produksi."

Dengan demikian, walaupun ada fleksibilitas harga di pasar, negara tidak kehilangan potensi penerimaan karena pajak dan royalti tetap mengacu pada nilai patokan resmi.

Menjaga Transparansi dan Mencegah Penyalahgunaan

ESDM menegaskan bahwa keberadaan HPM dan HPB berfungsi sebagai batas bawah harga jual mineral logam maupun batubara. Batas minimum ini bertujuan untuk menghindari praktik undervaluation atau transfer pricing, yakni kondisi di mana harga jual diturunkan secara tidak wajar demi mengurangi kewajiban kepada negara.

Dengan menetapkan harga patokan sebagai acuan tetap, pemerintah berupaya menjaga transparansi transaksi sekaligus menutup celah penyalahgunaan yang bisa merugikan penerimaan negara. Ini juga menjadi bentuk penguatan tata kelola sektor pertambangan, yang dalam beberapa tahun terakhir gencar ditingkatkan.

Rincian Formula Harga untuk Komoditas

Selain mengatur prinsip umum, Kepmen ini juga melampirkan detail formula harga untuk berbagai jenis mineral dan batubara. Jenis-jenis mineral logam yang masuk dalam aturan tersebut antara lain nikel, kobalt, tembaga, emas, hingga bauksit. Sementara itu, untuk komoditas batubara, aturan turut membedakan harga berdasarkan spesifikasi kalori yang berbeda.

Perincian formula ini tidak hanya memudahkan perusahaan dalam menghitung kewajiban finansial, tetapi juga memberikan acuan yang jelas dan konsisten dalam menentukan nilai transaksi. Bagi pemerintah, hal ini penting agar tidak ada celah bagi perusahaan untuk menetapkan harga yang jauh di bawah standar pasar.

Implikasi bagi Pelaku Usaha Tambang

Bagi pelaku usaha, aturan baru ini bisa dipandang sebagai angin segar. Sebelumnya, mereka terikat pada kewajiban menjual komoditas sesuai dengan harga patokan, meski dalam praktiknya kontrak bisnis sering kali dinegosiasikan dengan harga berbeda. Dengan adanya fleksibilitas ini, perusahaan bisa tetap menjalankan kontrak yang sudah ada tanpa khawatir melanggar aturan.

Namun, tantangan bagi perusahaan adalah tetap memenuhi kewajiban perpajakan dan royalti berdasarkan HPM maupun HPB. Artinya, walaupun harga jual kontrak lebih rendah, beban kewajiban finansial tidak berkurang. Situasi ini menuntut perusahaan untuk lebih cermat dalam mengatur strategi penjualan dan efisiensi operasional agar tetap bisa menjaga profitabilitas.

Dampak bagi Negara dan Tata Kelola Pertambangan

Di sisi lain, negara tetap diuntungkan karena penerimaan dari pajak dan royalti tidak akan berkurang. Dengan HPM dan HPB sebagai acuan tetap, potensi kehilangan pendapatan akibat kontrak jual beli dengan harga lebih rendah dapat dihindari. Kebijakan ini menunjukkan keseimbangan antara memberikan ruang fleksibilitas pasar dan menjaga kepentingan penerimaan negara.

Kementerian ESDM menegaskan bahwa kebijakan ini merupakan langkah lanjutan dalam memperkuat tata kelola pertambangan. Transparansi harga menjadi salah satu fokus utama pemerintah, mengingat sektor pertambangan merupakan salah satu penyumbang besar penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Sinergi dengan Kementerian Keuangan

Langkah ini juga sejalan dengan kebijakan fiskal pemerintah, di mana Kementerian Keuangan sebelumnya menekankan pentingnya sinergi dengan Kementerian ESDM untuk mengoptimalkan PNBP dari sektor migas dan tambang. Dengan basis harga yang jelas dan konsisten, penghitungan penerimaan negara bisa lebih akurat dan akuntabel.

Kebijakan ini tidak hanya mengatur teknis harga, melainkan juga menjadi strategi jangka panjang pemerintah dalam menata ulang industri pertambangan agar lebih transparan, berkeadilan, dan berkelanjutan.

Dengan diberlakukannya aturan baru ini, Kementerian ESDM menegaskan komitmennya dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan bisnis pelaku usaha tambang dengan kepentingan negara. Fleksibilitas harga diberikan sebagai ruang adaptasi bagi kontrak yang sudah ada, namun penerimaan negara tetap dijaga melalui kewajiban pajak dan royalti berbasis HPM serta HPB.

Pada akhirnya, kebijakan ini diharapkan tidak hanya menjaga stabilitas penerimaan negara, tetapi juga mendorong iklim investasi yang lebih sehat di sektor pertambangan. Pemerintah tampak berupaya menegakkan prinsip transparansi, mengurangi potensi praktik curang, dan memastikan bahwa sumber daya alam Indonesia benar-benar memberi manfaat optimal bagi negara dan masyarakat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index