JAKARTA - Perubahan harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi Pertamina kembali menjadi sorotan. Awal bulan ini, masyarakat dikejutkan dengan adanya penyesuaian harga pada beberapa produk BBM seperti Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex. Sementara itu, jenis BBM populer lain seperti Pertalite, Pertamax, serta Pertamax Green 95 tercatat tidak mengalami perubahan.
Penyesuaian harga tersebut merupakan tindak lanjut atas Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022 yang menjadi revisi dari Kepmen No. 62 K/12/MEM/2020. Kebijakan ini mengatur mekanisme penyesuaian harga BBM non-subsidi agar lebih adaptif terhadap kondisi pasar energi global maupun regional.
Penyesuaian Harga BBM Non-Subsidi
Berdasarkan laman resmi Pertamina, terdapat sejumlah perubahan harga pada produk BBM tertentu di wilayah Jabodetabek. Pertamax Turbo turun dari Rp13.200 per liter menjadi Rp13.100 per liter. Sementara itu, Dexlite yang sebelumnya dipatok Rp12.850 per liter kini naik menjadi Rp13.600 per liter.
Selain itu, Pertamina Dex juga mengalami perubahan dengan harga turun dari Rp14.150 per liter menjadi Rp13.850 per liter. Sementara produk Pertamax dan Pertamax Green 95 tidak mengalami penyesuaian dan masih dijual di harga lama.
Rincian Harga BBM Pertamina
Untuk memudahkan masyarakat, berikut daftar harga terbaru BBM Pertamina per awal September:
-Pertalite: Rp10.000 per liter
-Pertamax: Rp12.200 per liter
-Pertamax Turbo: Rp13.100 per liter
-Pertamax Green 95: Rp13.000 per liter
-Dexlite: Rp13.600 per liter
-Pertamina Dex: Rp13.850 per liter
Dari daftar di atas, terlihat bahwa tidak semua jenis BBM mengalami penurunan. Beberapa justru naik, menandakan adanya penyesuaian berdasarkan dinamika harga minyak dunia dan kebijakan pemerintah terkait energi.
Latar Belakang Penyesuaian Harga
Penetapan harga BBM non-subsidi di Indonesia tidak semata-mata bergantung pada Pertamina. Harga tersebut ditentukan dengan mengacu pada formula yang dipengaruhi oleh harga minyak mentah dunia, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, serta biaya distribusi dan operasional.
Dengan mekanisme ini, harga BBM non-subsidi di Indonesia dapat berfluktuasi mengikuti tren global. Hal inilah yang menjelaskan mengapa beberapa jenis BBM bisa turun, sementara jenis lain justru naik dalam waktu bersamaan.
Dampak bagi Masyarakat
Perubahan harga BBM non-subsidi tentu memberi pengaruh langsung pada masyarakat, khususnya bagi pengguna kendaraan pribadi dan pelaku usaha transportasi. Penurunan harga pada Pertamax Turbo dan Pertamina Dex bisa sedikit meringankan beban biaya operasional bagi konsumen yang menggunakan BBM tersebut.
Namun, kenaikan harga pada Dexlite berpotensi menambah beban bagi segmen pengguna tertentu, terutama kendaraan niaga yang mengandalkan bahan bakar diesel. Kondisi ini menuntut masyarakat untuk lebih selektif dalam memilih jenis BBM sesuai kebutuhan dan kemampuan.
Pertalite dan Pertamax Masih Stabil
Di tengah fluktuasi harga beberapa produk non-subsidi, Pertalite dan Pertamax tercatat masih stabil. Pertalite tetap berada di level Rp10.000 per liter, sementara Pertamax bertahan di harga Rp12.200 per liter. Stabilitas harga ini memberi kepastian bagi sebagian besar pengguna kendaraan di Tanah Air, mengingat kedua jenis BBM tersebut memiliki konsumen terbesar di pasar domestik.
Selain itu, kehadiran Pertamax Green 95 yang masih dijual Rp13.000 per liter memperlihatkan bahwa produk ramah lingkungan tersebut tetap diposisikan sebagai alternatif dengan harga kompetitif.
Pertamina dan Komitmen Ketersediaan Energi
Pertamina menegaskan bahwa setiap penyesuaian harga dilakukan sesuai regulasi dan tetap memperhatikan daya beli masyarakat. Perusahaan pelat merah tersebut juga berkomitmen menjaga pasokan BBM agar tetap tersedia di seluruh SPBU, baik di kota besar maupun wilayah terpencil.
Dengan adanya sistem evaluasi berkala, Pertamina memastikan harga BBM non-subsidi mencerminkan kondisi pasar energi internasional tanpa mengorbankan stabilitas pasokan dalam negeri.
Tantangan Harga Energi Global
Penyesuaian harga BBM di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari tantangan global. Harga minyak mentah dunia yang fluktuatif akibat ketegangan geopolitik, kebijakan OPEC+, serta pergerakan ekonomi negara-negara besar memberi pengaruh besar terhadap biaya impor minyak dan produk turunannya.
Di sisi lain, fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga menjadi faktor penting. Mengingat impor minyak dan produk BBM masih tinggi, pelemahan rupiah akan berdampak langsung pada biaya pengadaan energi di dalam negeri.
Implikasi terhadap Ekonomi Nasional
Meskipun hanya sebagian jenis BBM yang mengalami penurunan harga, kebijakan ini tetap memberi dampak positif bagi stabilitas ekonomi. Konsumen mendapat pilihan yang lebih beragam sesuai kemampuan, sementara pelaku usaha dapat menyesuaikan strategi operasional mereka.
Bagi pemerintah, kebijakan harga BBM non-subsidi ini menjadi instrumen penting dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan konsumen, perusahaan energi, dan stabilitas fiskal. Dengan kata lain, penyesuaian harga BBM bukan hanya soal teknis distribusi energi, tetapi juga strategi makroekonomi nasional.
Awal September ditandai dengan penyesuaian harga BBM non-subsidi Pertamina. Pertamax Turbo dan Pertamina Dex mengalami penurunan harga, sementara Dexlite justru naik. Pertalite, Pertamax, dan Pertamax Green 95 tetap stabil, sehingga mayoritas pengguna masih bisa menikmati harga lama.
Kebijakan ini mencerminkan dinamika harga energi global sekaligus implementasi regulasi pemerintah melalui Kepmen ESDM. Di tengah tantangan ketidakpastian harga minyak dunia, masyarakat diharapkan lebih adaptif dalam menyikapi perubahan harga BBM.
Penyesuaian ini juga menjadi bukti bahwa sektor energi Indonesia terus bergerak mengikuti arus global, namun tetap menjaga keseimbangan antara keterjangkauan harga dan ketersediaan pasokan untuk seluruh masyarakat.