JAKARTA - Pasar nikel dunia sempat mencatat penguatan harga pada awal September 2025, dipicu oleh sentimen aksi demonstrasi di Indonesia. Meskipun demikian, Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menilai lonjakan tersebut bersifat sementara, mengingat aktivitas produksi dan pengolahan nikel di tanah air tetap berjalan normal.
Dewan Penasihat Pertambangan APNI, Djoko Widajatno, menekankan bahwa meskipun demonstrasi sempat menimbulkan kekhawatiran pasar terhadap pasokan, kenyataannya produksi nikel tetap stabil. “Awal kenaikan dipicu oleh sentimen demonstrasi, tetapi efek tersebut relatif bersifat sementara,” ujarnya saat dihubungi. Djoko menambahkan, pabrik pengolahan dan pertambangan nikel tetap beroperasi meski ada aksi unjuk rasa di beberapa wilayah.
Menurutnya, demonstrasi tidak memengaruhi aktivitas industri utama di kawasan pengolahan nikel, seperti di Sulawesi. Oleh karena itu, meskipun harga sempat melonjak akibat kekhawatiran pasar, koreksi harga kemudian terjadi seiring dengan meredanya aksi demonstrasi.
Meski efek demonstrasi diperkirakan sementara, analis komoditas menilai potensi kenaikan harga nikel global tetap ada jika aksi unjuk rasa berkepanjangan. Sutopo Widodo, Presiden Komisaris HFX International Berjangka, menyatakan bahwa aksi demonstrasi di Indonesia dapat menjadi sentimen negatif bagi pasokan nikel dunia. “Sentimen yang berkepanjangan di dalam negeri dapat memiliki dampak signifikan, terutama pada harga komoditas mineral unggulan seperti nikel,” kata Sutopo.
Sutopo menjelaskan bahwa pasar komoditas memandang aksi demonstrasi sebagai indikator risiko pasokan. Apabila demonstrasi terus berlangsung hingga menimbulkan kekhawatiran mengenai stabilitas produksi, harga nikel global berpotensi meningkat. Hal ini semakin relevan mengingat peran nikel dalam industri baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV), yang membuat harga komoditas ini sangat sensitif terhadap berita atau informasi yang memengaruhi rantai pasokan. “Karena Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia, sentimen yang kuat di sini dapat langsung memengaruhi harga global,” tegasnya.
Data dari Shanghai Metals Market (SMM) menunjukkan bahwa harga nikel menguat memasuki awal September 2025, salah satunya karena kekhawatiran pasar terkait gelombang demonstrasi di Indonesia. Di pasar spot, nikel olahan SMM #1 diperdagangkan pada kisaran 123.000—125.600 yuan/metrik ton (mt), dengan rata-rata 124.300 yuan/mt, naik 1.900 yuan/mt dibanding penutupan pekan sebelumnya.
Untuk nikel elektrodeposisi merek utama domestik, kisaran harga premium/diskon spot tercatat antara -150 hingga 300 yuan/mt, sedangkan harga premium spot untuk nikel olahan Jinchuan #1 berada di 2.100—2.300 yuan/mt dengan rata-rata 2.200 yuan/mt, turun 100 yuan/mt dari hari sebelumnya. Di sisi lain, kontrak nikel berjangka SHFE 2510 yang paling aktif diperdagangkan ditutup pada 122.350 yuan/mt, naik 1.050 yuan/mt atau 0,87% pada sesi Senin (1/9/2025) malam.
SMM mencatat bahwa “aksi demonstrasi baru-baru ini di Jakarta memicu kekhawatiran akan ketatnya pasokan, yang mendorong harga nikel naik secara signifikan.” Sementara itu, harga nikel di London Metal Exchange (LME) tercatat US$15.232/ton pada Rabu (3/9/2025), terkoreksi 1,34% dari penutupan Selasa.
Meski sentimen demonstrasi memberikan dorongan sementara pada harga, Djoko Widajatno menegaskan bahwa pasokan nikel di Indonesia tetap terjamin. “Pabrik tetap beroperasi normal, jadi kekhawatiran pasar terkait pasokan di dalam negeri bisa mereda,” ujarnya. Kestabilan produksi ini menunjukkan bahwa meski pasar global sensitif terhadap berita, fundamental industri nikel Indonesia masih kuat.
Sementara itu, Sutopo menekankan pentingnya pemantauan berkelanjutan terhadap kondisi domestik. Pasar internasional akan tetap waspada terhadap perkembangan sosial-politik di Indonesia karena setiap perubahan yang signifikan dapat memengaruhi harga nikel, yang menjadi salah satu komoditas strategis bagi industri EV dunia.
Kesimpulannya, kenaikan harga nikel pada awal September 2025 merupakan respons pasar terhadap sentimen sementara akibat demonstrasi di Indonesia. Aktivitas produksi yang tetap normal di pabrik dan tambang menunjukkan bahwa pasokan nikel tidak terganggu, sehingga harga diperkirakan akan menyesuaikan kembali setelah efek sentimen mereda. Namun, jika aksi demonstrasi berlanjut, pasar global masih menghadapi risiko kenaikan harga nikel, mengingat posisi Indonesia sebagai produsen utama nikel dunia dan keterkaitannya dengan industri kendaraan listrik yang terus berkembang.