JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) saat ini tengah melakukan penyidikan terhadap dugaan korupsi yang melibatkan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), perusahaan tekstil besar di Indonesia. Fokus penyidikan ini terkait dengan pemberian kredit bank kepada perusahaan tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, yang memberikan keterangan mengenai perkembangan terbaru kasus ini.
Dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Harli Siregar menjelaskan bahwa proses penyidikan masih berada pada tahap umum, yaitu terkait pemberian kredit bank kepada PT Sritex. "Masih penyidikan umum, dalam hal pemberian kredit bank kepada Sritex," kata Harli, seperti yang dilansir Antara. Namun, Harli tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai waktu dimulainya penyidikan atau pihak-pihak yang telah diperiksa terkait dengan kasus ini.
Penyidikan ini muncul setelah serangkaian peristiwa yang mencatatkan kemunduran signifikan dalam kondisi keuangan PT Sritex, yang berujung pada keputusan perusahaan untuk mengajukan proses kepailitan. Kejaksaan Agung berfokus pada dugaan adanya penyalahgunaan dalam pemberian kredit yang mungkin melibatkan unsur korupsi, baik oleh pihak internal perusahaan maupun pihak eksternal yang terkait dengan pengucuran dana kepada perusahaan tersebut.
Kepailitan PT Sritex dan Keputusan Kreditur
Sebagai informasi, PT Sritex tengah menghadapi proses kepailitan setelah rapat kreditur yang digelar pada akhir Februari 2025 memutuskan bahwa perusahaan tersebut tidak akan melanjutkan usahanya atau going concern. Keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan kondisi keuangan perusahaan yang dinilai tidak memungkinkan untuk melanjutkan operasional. Dalam rapat yang dilaksanakan pada Jumat, 28 Februari 2025, para kreditur sepakat untuk melakukan pemberesan utang melalui proses pelelangan aset pailit, mengingat kondisi perusahaan yang sudah tidak memiliki kemampuan untuk melunasi utang-utangnya.
Hakim Pengawas Pengadilan Niaga Semarang, Haruno Patriadi, yang memimpin rapat kreditur kepailitan PT Sritex, menyampaikan bahwa keputusan untuk menghentikan operasional perusahaan diambil berdasarkan laporan yang disampaikan oleh kurator dan debitur pailit. "Tidak mungkin dijalankan going concern dengan kondisi yang telah dipaparkan oleh kurator maupun debitur pailit," ujar Haruno, sebagaimana dilansir Antara. Ia juga menambahkan bahwa PT Sritex, sebagai debitur pailit, berada dalam kondisi insolven, yaitu tidak memiliki dana yang cukup untuk melunasi utang kepada para kreditur.
Keputusan untuk tidak melanjutkan usaha ini menunjukkan betapa parahnya krisis yang dialami oleh PT Sritex. Kurator kepailitan PT Sritex, Denny Ardiansyah, menjelaskan bahwa langkah untuk menghentikan usaha diambil setelah proses pembahasan yang panjang dengan debitur pailit. Menurutnya, setelah 21 hari pembahasan bersama, tidak ditemukan skema yang memungkinkan perusahaan untuk tetap beroperasi tanpa meningkatkan risiko kerugian yang lebih besar.
Dugaan Korupsi dan Penyidikan Kejagung
Kejaksaan Agung kini tengah menelusuri dugaan penyalahgunaan dalam pemberian kredit bank yang dilakukan oleh PT Sritex. Pemberian kredit yang tidak tepat atau adanya unsur manipulasi dalam pengajuan pinjaman bisa menjadi indikasi kuat adanya tindak pidana korupsi. Proses penyidikan ini diharapkan dapat memberikan penjelasan lebih lanjut terkait apakah ada pihak yang melakukan pelanggaran hukum dalam rangka pengucuran kredit yang diberikan kepada perusahaan tekstil besar ini.
Harli Siregar, selaku Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, menambahkan bahwa hingga kini pihaknya masih fokus pada pengumpulan bukti-bukti yang dapat mendukung dugaan adanya tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit tersebut. "Kami akan terus mendalami lebih jauh untuk memastikan apakah terdapat unsur korupsi yang melibatkan pihak-pihak terkait," ujar Harli dalam kesempatan terpisah. Penyidikan ini bisa melibatkan berbagai pihak, termasuk pihak bank yang memberikan kredit serta oknum-oknum yang mungkin terlibat dalam proses pengucuran dana yang tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Selain itu, Kejaksaan Agung juga berfokus pada pemulihan kerugian negara yang kemungkinan terjadi akibat dari pengelolaan kredit yang tidak transparan atau tidak sesuai dengan prinsip kehati-hatian dalam perbankan. Untuk itu, tim penyidik Jampidsus Kejagung akan melakukan pemeriksaan terhadap berbagai pihak terkait dan mendalami lebih lanjut apakah ada kerugian negara yang harus dipertanggungjawabkan oleh pihak-pihak tertentu.
Proses Kepailitan PT Sritex
Proses kepailitan PT Sritex semakin menambah panjang deretan masalah hukum yang dihadapi oleh perusahaan tersebut. Dalam rapat kreditur, selain keputusan untuk menghentikan operasional perusahaan, juga disepakati langkah-langkah lebih lanjut terkait pemberesan utang. Proses pelelangan aset pailit akan dilakukan untuk menutupi kewajiban perusahaan kepada para krediturnya. Pelelangan aset ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk menyelesaikan sebagian besar utang perusahaan, meskipun tidak dapat dipastikan apakah hasilnya akan cukup untuk melunasi seluruh kewajiban.
Keputusan untuk menghentikan operasional PT Sritex menjadi sebuah titik terang bagi banyak pihak yang terlibat, baik itu karyawan, pemasok, maupun kreditur. Namun, bagi perusahaan yang pernah menjadi pemain utama dalam industri tekstil Indonesia ini, keputusan tersebut menggarisbawahi betapa sulitnya tantangan yang dihadapi oleh sektor industri, terutama dalam menghadapi masalah keuangan dan manajemen yang tidak sehat.
Karyawan dan Pemasok Terkena Dampak
Bagi banyak karyawan yang telah bekerja di PT Sritex selama bertahun-tahun, keputusan untuk menutup usaha ini tentu menjadi sebuah pukulan besar. Banyak pekerja yang sebelumnya mengandalkan PT Sritex sebagai tempat penghidupan mereka kini terpaksa mencari pekerjaan baru. Beberapa dari mereka bahkan telah berjuang keras untuk mendapatkan pekerjaan setelah mereka di-PHK akibat kepailitan perusahaan tersebut.
Selain itu, para pemasok bahan baku yang telah menjalin kerjasama dengan PT Sritex juga turut terkena dampak dari keputusan ini. Mereka harus menanggung kerugian atas piutang yang belum terbayar, mengingat perusahaan tersebut berada dalam kondisi pailit dan kesulitan membayar utang-utangnya.