JAKARTA - Indonesia menghadapi tantangan serius dalam sektor energi, khususnya pasokan gas bumi. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan bahwa negara ini berpotensi mengalami defisit gas pada tahun 2035. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya konsumsi dalam negeri yang belum diperhitungkan secara optimal dalam perencanaan sebelumnya.
Bahlil menjelaskan bahwa untuk mengatasi potensi defisit tersebut, pemerintah akan mengalihkan sebagian jatah ekspor gas untuk memenuhi kebutuhan domestik. "Sebagian yang jatahnya harus diekspor, kami untuk sementara memenuhi dulu kebutuhan dalam negeri," ujar Bahlil dalam keterangan tertulis yang dikutip dari Detik Finance pada Jumat.
Meskipun demikian, Bahlil menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk tidak melakukan impor gas. "Sampai dengan hari ini tidak ada impor gas, dan kami berusaha maksimal untuk tidak ada impor gas," tambahnya. Ia juga menekankan pentingnya memastikan bahwa produksi gas dalam negeri dapat memenuhi kebutuhan nasional.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara (PGN), Arief S Handoko, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XII DPR RI pada 28 April 2025, menyampaikan bahwa potensi kekurangan gas bumi akan terjadi pada periode 2025 hingga 2035 di wilayah Sumatera Utara dan Jawa Barat. "Kalau kita lihat dari 2025 sampai 2035 cenderung short gas di Sumatera bagian utara dan tengah ini turun sejak di 2028. Jadi kalau kita lihat sejak 2028 ke 2035 shortage (kekurangan) sampai ke 96 juta MMSCFD," katanya.
Arief menambahkan bahwa profil gas balance PGN periode 2025 hingga 2035 menunjukkan tren penurunan. "Di sini yang akan sedikit lebih mengkhawatirkan di mana sejak 2025 short dari gas balance kita dari 2025 sampai ke 2035 itu shortage-nya semakin membesar sampai minus 513 (MMSCFD)," ujarnya.
Untuk mengatasi defisit tersebut, PGN merencanakan pembangunan infrastruktur gas bumi yang lebih efisien. Muhammad Anas Pradipta, Grup Head Migas dan LNG Supply PGN, mengatakan bahwa total kebutuhan gas di regional Sumatera bagian tengah dan selatan (Sumtengsel) dan Jawa Barat pada tahun 2024 diproyeksikan mencapai 585 BBTUD, sementara pasokannya hanya 534 BBTUD. "Jadi ada defisit sekitar 50 BBTUD. Ini akan meningkat signifikan pada tahun berikutnya karena berkurangnya pasokan," katanya pada Forum Gas Bumi 2024.
PGN juga tengah menjalankan proyek strategis untuk menanggulangi defisit pasokan gas. Salah satunya adalah pembangunan pipa gas Cirebon-Semarang (Cisem) 2 yang ditargetkan rampung pada akhir 2025. Laode Sulaeman, Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas Kementerian ESDM, menyatakan bahwa konstruksi proyek tersebut akan dimulai pada Juli 2024 dan ditargetkan selesai pada Desember 2025.
Selain itu, PGN juga tengah melakukan revitalisasi Tangki LNG Hub Arun untuk meningkatkan kapasitas penyimpanan LNG. Arief Setiawan Handoko, Direktur Utama PGN, menjelaskan bahwa kemajuan pekerjaan konstruksi revitalisasi sudah mencapai sekitar 73 persen. "Jika infrastruktur gas bumi dapat saling terhubung, maka akan menciptakan solusi untuk mengelola defisit dan surplus pasokan gas bumi," ujarnya.
Pemerintah juga berencana menambah kargo gas alam cair (LNG) untuk mengatasi defisit suplai gas di wilayah Jawa bagian barat. Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan bahwa penambahan 11 kargo LNG akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pembangkit listrik. "Ada kira-kira penambahan 11 kargo untuk wilayah barat. LNG cuma tambah sedikit karena adanya penambahan permintaan listriknya," kata Arifin.
Dengan langkah-langkah strategis tersebut, pemerintah berharap dapat mengatasi potensi defisit gas bumi dan memastikan pasokan energi yang cukup untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.