JAKARTA - Di tengah perlambatan pertumbuhan investasi nasional, pemerintah Indonesia terus mencari strategi untuk memacu kembali laju arus modal. Salah satu pendekatan yang kini dikedepankan adalah deregulasi—langkah yang oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati disebut sebagai kunci utama dalam mempercepat investasi dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.
Dalam forum resmi bersama Komisi XI DPR RI, Sri Mulyani memaparkan bahwa proses deregulasi yang terarah dan efektif dapat memberikan kemudahan signifikan bagi investor, baik dari dalam maupun luar negeri. Langkah ini mencakup penyederhanaan birokrasi di berbagai sektor, mulai dari perizinan usaha hingga pengadaan bahan baku industri, dan ditujukan untuk menghilangkan hambatan-hambatan yang selama ini memperlambat realisasi investasi.
“Salah satu contoh deregulasi yang cukup berhasil adalah pada sektor perdagangan atau penyaluran pupuk bersubsidi. Sebanyak 145 aturan telah dipangkas, sehingga petani kini dapat memperoleh pupuk secara tepat waktu sebelum masa tanam. Hal ini turut menjelaskan perbaikan pertumbuhan di sektor pertanian,” ungkap Sri Mulyani.
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa reformasi kebijakan, terutama yang berkaitan dengan efisiensi regulasi, tidak hanya berdampak pada sektor industri besar, tetapi juga menyentuh sektor riil dan pertanian, yang menjadi tulang punggung ekonomi di daerah.
Fokus Deregulasi: Dari Perizinan hingga TKDN
Dalam penjelasannya, Sri Mulyani menyoroti beberapa fokus utama dari strategi deregulasi pemerintah. Salah satunya adalah percepatan proses perizinan yang masih menjadi kendala, terutama di tingkat pemerintah daerah. Selain itu, penyederhanaan proses impor bahan baku bagi industri dalam negeri juga menjadi perhatian, guna memastikan bahwa sektor manufaktur dapat berjalan lebih kompetitif.
Tidak kalah penting, relaksasi kebijakan terkait tingkat komponen dalam negeri (TKDN) juga turut diperhitungkan dalam strategi ini. Kebijakan TKDN yang terlalu kaku, menurut Sri Mulyani, justru bisa menghambat aliran investasi, terutama untuk proyek-proyek strategis yang membutuhkan teknologi dan komponen yang belum tersedia di dalam negeri.
Sinergi Insentif dan Reformasi Struktural
Langkah deregulasi juga tidak berdiri sendiri. Pemerintah berupaya menyandingkannya dengan pemberian berbagai insentif fiskal dan non-fiskal yang dirancang untuk menarik investasi langsung atau foreign direct investment (FDI). Di samping itu, peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga diperkuat melalui pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), yang diharapkan dapat mempercepat mobilisasi proyek investasi strategis di berbagai sektor.
“Berbagai kebijakan, seperti pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) turut diperkuat. Di satu sisi, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memiliki tugas untuk mengawasi, namun di sisi lain juga memberikan fasilitasi agar industri manufaktur dalam kawasan tersebut mampu bersaing secara global,” jelas Sri Mulyani.
KEK menjadi salah satu instrumen penting dalam agenda pemerintah untuk menciptakan kantong-kantong pertumbuhan baru yang mampu menarik investasi, sekaligus menciptakan lapangan kerja dan menggenjot ekspor.
Tantangan Pertumbuhan Investasi
Namun, meskipun berbagai upaya terus digencarkan, laju pertumbuhan investasi nasional belum sepenuhnya memuaskan. Berdasarkan data yang disampaikan, pembentukan modal tetap bruto (PMTB)—indikator utama dari investasi—pada triwulan pertama 2025 hanya tumbuh 2,1 persen secara tahunan. Angka ini dinilai belum cukup untuk menopang target pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini.
Bahkan ketika merujuk pada data Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, realisasi investasi memang meningkat menjadi Rp465,2 triliun dibandingkan tahun sebelumnya, tetapi pertumbuhannya justru melambat. Pada triwulan I 2024, pertumbuhan investasi tercatat 22,1 persen, sedangkan pada periode yang sama tahun ini hanya tumbuh 15,9 persen.
Kondisi ini menjadi alarm bagi pemerintah bahwa tanpa terobosan struktural, target pertumbuhan ekonomi akan sulit dicapai.
Proyeksi dan Strategi ke Depan
Dalam jangka pendek, Sri Mulyani menekankan pentingnya meningkatkan laju investasi hingga dua kali lipat untuk mengejar proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025 yang ditargetkan pada kisaran 4,7 – 5 persen. Untuk mencapainya, konsumsi rumah tangga harus dijaga agar tetap tumbuh di atas 5 persen, dan investasi harus naik signifikan, antara 4,5 – 4,7 persen.
“Padahal, pada triwulan I 2025, pertumbuhan investasi baru mencapai 2,1 persen. Artinya, laju investasi harus ditingkatkan hingga dua kali lipat,” tegasnya.
Hal ini mencerminkan betapa besar tantangan yang dihadapi, tetapi sekaligus menjadi peluang bagi pemerintah untuk mempercepat transformasi kebijakan.
Menanti Dampak Nyata di Lapangan
Meski berbagai kebijakan sudah dirancang, kunci keberhasilannya tetap bergantung pada implementasi di lapangan. Pemerintah pusat diharapkan mampu mendorong sinergi dengan pemerintah daerah agar percepatan perizinan, fasilitasi industri, hingga pemberian insentif dapat berjalan seragam dan efektif.
Di sisi lain, pelaku usaha tentu menantikan hasil konkret dari kebijakan deregulasi ini. Apakah benar proses perizinan akan lebih cepat? Apakah pembebasan TKDN akan membuat investasi teknologi lebih fleksibel? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini akan menentukan kepercayaan investor terhadap iklim investasi Indonesia ke depan.