Upaya Regulasi Impor Singkong dan Tapioka untuk Menyelamatkan Petani Lokal

Sabtu, 05 Juli 2025 | 09:51:53 WIB
Upaya Regulasi Impor Singkong dan Tapioka untuk Menyelamatkan Petani Lokal

JAKARTA - Dalam upaya menghadapi kesulitan yang dialami petani singkong akibat anjloknya harga komoditas tersebut, pemerintah tengah mempertimbangkan pemberlakuan tarif bea masuk atas impor singkong dan tapioka. Kebijakan ini bertujuan untuk mengatur tata niaga komoditas tersebut agar produk lokal dapat lebih terserap oleh industri dalam negeri serta mengurangi tekanan dari produk impor yang saat ini masih menguasai pasar.

Kebijakan pengenaan tarif ini sejauh ini masih berupa hasil diskusi internal di Kementerian Perdagangan (Kemendag). Namun, Menteri Perdagangan Budi Santoso menyampaikan bahwa keputusan resmi masih menunggu hasil rapat koordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, yang akan membahas langkah lebih lanjut terkait regulasi impor.

"Masih nunggu rakor Kemenko Perekonomian. Ya waktu itu kan salah satu solusinya dikenakan tarif bea masuk, tapi kan belum diputuskan," ujar Budi saat ditemui di kantor Kemendag, Jakarta Pusat.

Masalah harga singkong yang terus menurun tajam menjadi latar belakang utama di balik pembahasan ini. Penurunan harga terjadi karena pasokan singkong melimpah, namun tidak terserap optimal oleh pabrik-pabrik pengolah tapioka di dalam negeri. Hal ini membuat pendapatan petani singkong merosot dan menimbulkan keresahan di kalangan pelaku usaha dan petani.

Salah satu kendala utama yang dihadapi pabrik tapioka adalah sulitnya menjual produk mereka ke pasar domestik. Ini disebabkan oleh maraknya impor tapioka yang masuk dengan harga lebih murah sehingga membuat produk dalam negeri kurang kompetitif. Kondisi ini pun berimbas langsung pada daya serap singkong petani, karena pabrik tidak dapat membeli bahan baku secara optimal.

Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, pernah mengungkapkan bahwa saat ini terdapat sekitar 250 ribu ton tapioka produksi Lampung yang belum terserap oleh industri dalam negeri. Hal ini karena persaingan ketat dengan produk impor yang menawarkan harga lebih rendah.

"Permasalahan utama pengusaha, harga tidak kompetitif, dengan tepung tapioka impor yang jauh lebih murah masuk ke Indonesia. Mereka produksi per kg 6.000. Tepung tapioka impor Rp 5.200/kg dan tidak kena pajak, tidak pernah kena pajak," ungkap Rahmat dalam sebuah rapat dengan Badan Legislasi DPR RI.

Persoalan semakin pelik dengan adanya kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) singkong yang dinaikkan menjadi Rp 1.350 per kilogram. Harga tersebut yang membuat biaya produksi jadi relatif lebih mahal bagi produsen tapioka lokal. Namun, jika harga singkong dibiarkan turun lebih rendah dari HET, maka petani akan menanggung kerugian yang sangat besar.

"HET dikeluarkan Rp 1.350/kg dipotong 30% ini bukan untuk selamanya, untuk menangkan petani, pengusaha singkong dengan terpaksa membeli dengan harga itu untuk menyelamatkan petani," ujar Rahmat menegaskan.

Sebelumnya, pemerintah melalui Kemendag telah menyatakan niatnya untuk membahas usulan larangan dan pembatasan impor singkong dan tapioka. Rencana ini akan didiskusikan bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan lembaga terkait lainnya dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan dan kepentingan semua pihak dalam rantai produksi.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Isy Karim, menegaskan bahwa kementeriannya sangat terbuka terhadap masukan dan evaluasi dari berbagai pihak, terutama yang mempertimbangkan kondisi perekonomian nasional, situasi perdagangan dunia yang dinamis, dan kesejahteraan petani lokal.

"Kemendag terbuka terhadap berbagai masukan dan evaluasi, khususnya dengan mempertimbangkan perkembangan perekonomian nasional dan daerah, serta situasi perdagangan dunia yang semakin dinamis," ujar Isy Karim.

Langkah pembahasan pembatasan impor ini juga sejalan dengan amanah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan, yang memberikan landasan hukum bagi pemerintah untuk mengatur kegiatan ekspor dan impor barang dan jasa demi melindungi kepentingan nasional.

Sementara itu, mekanisme teknis dan aturan detail terkait tata niaga singkong dan tapioka masih dalam tahap pembahasan dan belum diputuskan secara final. Menteri Perdagangan Budi Santoso menyatakan bahwa pembahasan lanjutan akan dilakukan dalam rapat koordinasi dengan Kemenko Perekonomian, dan belum ada keputusan resmi yang bisa diumumkan.

"Masih nunggu ya, jadi belum dibahas dalam rakor dengan Kemenko Perekonomian," ujarnya singkat.

Kebijakan ini menjadi sangat penting mengingat dampak luas yang dirasakan mulai dari petani singkong, produsen tapioka, hingga industri hilir yang bergantung pada bahan baku lokal. Jika tidak ada pengaturan yang tepat, ketidakseimbangan harga dan pasokan dapat terus berlanjut, berujung pada kerugian yang makin dalam dan ketidakstabilan pasar.

Pengaturan tarif bea masuk dan pembatasan impor diharapkan dapat menciptakan kondisi pasar yang lebih sehat dan berkeadilan bagi semua pelaku, khususnya petani dan produsen dalam negeri yang selama ini mengalami tekanan akibat produk impor murah.

Upaya ini juga diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk lokal serta mendorong kemandirian industri singkong dan tapioka nasional, yang pada akhirnya akan berdampak positif terhadap kesejahteraan petani dan keberlanjutan sektor agribisnis di Indonesia.

Terkini

Harga Sembako Jogja Turun

Rabu, 23 Juli 2025 | 15:50:24 WIB

Aliran Dana ETF Crypto BlackRock Melonjak Tajam

Rabu, 23 Juli 2025 | 15:57:12 WIB

BMKG: Hujan Ringan Landa Jabodetabek

Rabu, 23 Juli 2025 | 16:00:54 WIB

Cicilan Oppo Reno 11 Pro Mulai Rp400 Ribuan

Rabu, 23 Juli 2025 | 16:07:08 WIB