Ekspor Batubara RI Diperluas, Hadapi Turunnya Permintaan China

Selasa, 22 Juli 2025 | 13:42:16 WIB
Ekspor Batubara RI Diperluas, Hadapi Turunnya Permintaan China

JAKARTA - Penurunan signifikan dalam volume impor batubara dari Indonesia oleh Tiongkok menjadi sinyal penting bagi pelaku industri pertambangan nasional untuk segera memperluas pasar ekspor. Tiongkok, yang selama ini menjadi salah satu tujuan utama ekspor batubara Indonesia, mulai mengurangi ketergantungannya terhadap batubara kalori rendah. Hal ini menyebabkan ekspor batubara dari Indonesia ke negeri tersebut turun hingga 30% secara tahunan (year-on-year).

Data mencatat, pada Juni, jumlah ekspor batubara Indonesia ke Tiongkok hanya mencapai 11,62 juta metrik ton. Jika ditotal selama enam bulan pertama tahun berjalan, volume yang dikapalkan mencapai 90,98 juta ton. Angka ini tetap besar, namun tidak dapat dipungkiri bahwa tren penurunannya menimbulkan kekhawatiran tersendiri, khususnya di tengah upaya peningkatan target ekspor batubara nasional.

Salah satu alasan utama turunnya permintaan tersebut berasal dari preferensi baru para importir Tiongkok yang kini lebih mengutamakan batubara kalori tinggi. Selama ini, mayoritas ekspor Indonesia ke Tiongkok didominasi oleh batubara dengan nilai kalori antara 3000–4200 GAR, yang masuk dalam kategori kalori rendah. Sementara itu, Tiongkok semakin meningkatkan produksi batubara dalam negerinya, membuat kebutuhan akan pasokan dari luar menjadi lebih selektif.

Pelaksana Tugas Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Gita Mahirani, mengonfirmasi bahwa faktor-faktor seperti harga global, regulasi dalam negeri, hingga kondisi pasokan energi menjadi faktor krusial dalam fluktuasi permintaan ekspor.

"Penurunan impor ini juga dipengaruhi oleh peningkatan produksi batubara domestik China," ujar Gita.

Selain itu, Gita menilai penurunan permintaan dari Tiongkok kemungkinan masih akan terjadi dalam jangka pendek. Namun demikian, ia melihat potensi dari negara-negara lain sebagai solusi alternatif pasar.

"Tapi kami melihat permintaan dari China tetap akan fluktuatif," tambahnya.

Menurutnya, kawasan ASEAN dan Asia Selatan menjadi titik terang baru dalam strategi ekspor batubara Indonesia. Negara-negara di wilayah ini masih sangat bergantung pada batubara sebagai sumber energi untuk pembangkit listrik dan kebutuhan industri, yang artinya permintaan masih tetap ada.

"Negara-negara ASEAN dan Asia Selatan masih menunjukkan kebutuhan batubara untuk pembangkit listrik dan industri. Dalam jangka menengah-panjang, potensi pertumbuhan konsumsi energi di negara-negara berkembang ini dapat jadi alternatif yang menjanjikan," jelas Gita.

Namun untuk jangka pendek, potensi tersebut belum dapat dimaksimalkan sepenuhnya. Ini karena sebagian besar pembelian saat ini dilakukan dalam bentuk kontrak jangka panjang yang telah disepakati sebelumnya. Pembelian dengan sistem spot yang biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan mendesak masih tergolong mahal dan tidak signifikan volumenya.

"Kalaupun ada pembelian spot saat ini, jumlahnya relatif tidak banyak, karena sudah dalam kontrak berjalan. Apalagi sekarang sudah memasuki pertengahan tahun, akan susah cari kontrak baru, jadi akan susah cari pasar baru," tambah Gita.

Mengenai strategi jangka panjang, Gita juga menyoroti pentingnya menyesuaikan spesifikasi produk batubara dengan permintaan pasar global yang semakin mengarah pada kualitas yang lebih tinggi. Misalnya, dengan menyiapkan pasokan batubara kalori tinggi untuk memenuhi kebutuhan Tiongkok, atau menyesuaikan kualitas sesuai kebutuhan negara-negara Asia Selatan.

Dengan kondisi global yang berubah cepat, fleksibilitas menjadi kunci dalam menjaga kestabilan ekspor batubara. Indonesia sendiri menargetkan produksi batubara nasional mencapai sekitar 739 juta ton pada tahun berjalan. Dari angka tersebut, sekitar 67,6% atau setara 500 juta ton ditujukan untuk pasar ekspor. Namun hingga pertengahan tahun, realisasi ekspor baru mencapai 238,64 juta ton atau 47,7% dari target ekspor tahunan.

"Target ekspor tahun ini 500 juta ton atau 67,6 % dari produksi. Sedangkan realisasinya hingga Juni yang sudah ekspor sekitar 238,64 juta ton atau 47,7% dari target ekspor tahun ini," terang Gita.

Sementara itu, pemerintah juga terus mengevaluasi dan menyesuaikan target produksi nasional. Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan target sebesar 735 juta ton, namun kemudian mengalami penyesuaian menjadi 739,56 juta ton berdasarkan data dari Minerba One Data Indonesia (MODI).

Langkah diversifikasi pasar menjadi semakin relevan, tidak hanya untuk menjaga volume ekspor, tetapi juga sebagai strategi menghadapi dinamika pasar global yang semakin kompetitif. Negara-negara pesaing seperti Australia dan Rusia juga semakin aktif menawarkan batubara berkualitas tinggi ke pasar internasional.

Oleh karena itu, pelaku industri nasional dituntut untuk tidak hanya mengandalkan satu pasar utama, namun juga memperluas jangkauan dan menyesuaikan produk dengan permintaan pasar yang berbeda-beda. Inisiatif peningkatan kualitas, efisiensi produksi, serta kolaborasi strategis dengan mitra dagang di kawasan Asia menjadi bagian dari strategi bertahan yang perlu diakselerasi.

Dengan mengoptimalkan peluang dari kawasan Asia Tenggara, Asia Selatan, serta negara-negara berkembang lainnya, Indonesia memiliki peluang mempertahankan dan bahkan meningkatkan posisi sebagai eksportir batubara utama di dunia meskipun dalam konteks persaingan dan preferensi pasar yang terus berubah.

Terkini

10 Wisata Terbaik di Trenggalek untuk Liburan Singkat

Selasa, 22 Juli 2025 | 15:21:18 WIB

Penerbangan Langsung Lombok–Labuan Bajo Diresmikan

Selasa, 22 Juli 2025 | 15:24:20 WIB

Pemutihan Pajak Kendaraan di Jatim

Selasa, 22 Juli 2025 | 15:27:44 WIB

Poirier Pensiun dari UFC, Makhachev Beri Tribut

Selasa, 22 Juli 2025 | 15:30:48 WIB