JAKARTA - Kepadatan penumpang di Stasiun Malang yang terus meningkat setiap tahunnya menjadi indikator penting bagi PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi (Daop) 8 Surabaya untuk segera mengambil langkah strategis. Di tengah dorongan untuk meningkatkan kualitas pelayanan transportasi publik, KAI Daop 8 merespons kebutuhan ini dengan menyiapkan rencana revitalisasi besar-besaran pada Stasiun Malang, yang merupakan salah satu simpul penting pergerakan penumpang di Jawa Timur.
Executive Vice President (EVP) KAI Daop 8 Surabaya, Wisnu Pramudyo, menyampaikan bahwa revitalisasi Stasiun Malang dirancang untuk menciptakan suasana pelayanan yang lebih prima dan nyaman bagi masyarakat. Langkah ini bukan hanya ditujukan untuk perbaikan fisik semata, melainkan juga sebagai bentuk komitmen meningkatkan pengalaman para pengguna jasa transportasi kereta api.
“Rencana revitalisasi Stasiun Malang kami sampaikan sebagai bentuk komitmen untuk memberikan pelayanan yang semakin prima dan nyaman kepada masyarakat,” ujar Wisnu.
Stasiun Malang saat ini menghadapi tekanan arus penumpang yang cukup tinggi. Data dari KAI Daop 8 menunjukkan bahwa rata-rata harian penumpang di hari kerja berkisar antara 6.000 hingga 7.000 orang. Sedangkan saat akhir pekan atau musim liburan, angka ini melonjak drastis hingga 8.000 sampai 9.000 orang per hari. Beban ini menandakan pentingnya pembaruan fasilitas serta penataan ulang area layanan.
Menurut Wisnu, proyek revitalisasi akan mencakup berbagai aspek penting. Fokus utama mencakup penataan ulang fasilitas penumpang, penyegaran area layanan publik, dan pembangunan kawasan stasiun yang terintegrasi. Tujuannya tidak hanya untuk efisiensi mobilitas, tetapi juga memberikan wajah baru bagi Stasiun Malang sebagai bagian dari identitas kota.
“Kami ingin menghadirkan stasiun yang tidak hanya menjadi simpul transportasi, tetapi juga ikon kebanggaan kota,” tegasnya.
Langkah awal dalam proses ini dimulai dengan audiensi resmi bersama Pemerintah Kota Malang. Pertemuan tersebut menjadi momen penting untuk menyatukan visi dan tujuan antara penyedia layanan transportasi dan pemangku kepentingan lokal. KAI menyatakan terbuka terhadap berbagai masukan yang bertujuan menyempurnakan rencana revitalisasi agar benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.
“Kami terbuka terhadap masukan dan sinergi dengan pemerintah daerah agar revitalisasi ini benar-benar memberikan dampak positif bagi warga Malang,” ujar Wisnu menegaskan keterbukaan pihaknya.
Sementara itu, Pemerintah Kota Malang menyambut baik inisiatif yang disampaikan oleh KAI Daop 8 Surabaya. Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, menilai bahwa revitalisasi ini memiliki nilai strategis, bukan hanya dari segi fungsional pelayanan, tetapi juga menyentuh aspek pelestarian warisan budaya. Ia menekankan bahwa Stasiun Malang bukan sekadar bangunan transportasi, melainkan juga bagian penting dari sejarah kota.
“Kami harap proses ini dilandasi dengan koordinasi yang baik, serta melibatkan ahli cagar budaya. Sebab, bangunan Stasiun Malang merupakan bagian dari sejarah kota yang wajib kita jaga,” ungkap Wahyu.
Dukungan penuh dari Pemerintah Kota Malang juga dibarengi dengan permintaan agar proses revitalisasi tidak mengabaikan kondisi lalu lintas sekitar stasiun. Penataan mobilitas kendaraan di sekitar kawasan stasiun, menurut Wahyu, harus masuk dalam perencanaan teknis proyek tersebut. Hal ini bertujuan untuk mencegah kemacetan dan memastikan aksesibilitas pengguna jasa tetap terjaga selama dan setelah proses revitalisasi berlangsung.
“Penataan lalu lintas di kawasan stasiun juga harus menjadi perhatian utama,” ujarnya dengan nada menekankan.
Dengan sinergi antara KAI Daop 8 dan Pemkot Malang, proses peremajaan stasiun ini diharapkan dapat menjadi contoh baik modernisasi infrastruktur yang tetap berpihak pada pelestarian nilai historis. Terlebih, Stasiun Malang selama ini dikenal tidak hanya sebagai tempat transit, tetapi juga sebagai simbol kota dengan arsitektur klasik yang melekat kuat di benak masyarakat.
Revitalisasi ini pun bisa menjadi bagian dari wajah baru Kota Malang yang semakin berkembang namun tetap berakar pada sejarahnya. Ke depan, stasiun tersebut diharapkan mampu menampung pertumbuhan jumlah penumpang, menyediakan kenyamanan dan aksesibilitas optimal, serta memberi ruang publik yang lebih ramah bagi warga.
Lebih dari sekadar proyek infrastruktur, langkah ini mencerminkan paradigma baru dalam pengelolaan transportasi publik di Indonesia: menggabungkan fungsi pelayanan dengan aspek estetika, sejarah, dan kenyamanan pengguna.
Jika berhasil diwujudkan, revitalisasi Stasiun Malang tidak hanya akan berdampak pada peningkatan layanan transportasi, tetapi juga mengangkat kualitas ruang kota. Dengan desain yang memperhatikan elemen budaya lokal dan mobilitas modern, proyek ini dapat menjadi model pengembangan kawasan stasiun di berbagai daerah lain di Indonesia.
Pada akhirnya, inisiatif ini menjadi representasi dari bagaimana perusahaan BUMN seperti KAI bertransformasi menghadapi tantangan modern, sekaligus menyelaraskan peran sosial dan budaya dalam setiap kebijakan strategisnya.