OJK Genjot Pembiayaan UMKM

Sabtu, 26 Juli 2025 | 11:00:54 WIB
OJK Genjot Pembiayaan UMKM

JAKARTA - Mendorong pertumbuhan sektor riil menjadi kunci utama dalam memperkuat fondasi ekonomi nasional. Di tengah upaya ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memusatkan perhatian pada pembiayaan produktif melalui perusahaan pembiayaan (multifinance) serta platform teknologi keuangan. Fokus tersebut sejalan dengan ambisi OJK untuk meningkatkan kontribusi pembiayaan terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang telah lama dikenal sebagai penopang utama ekonomi Indonesia.

Upaya tersebut tercermin dalam target ambisius yang ditetapkan OJK, yakni meningkatkan porsi pembiayaan produktif multifinance menjadi 46%–48% pada periode 2026 hingga 2027. Sasaran ini merupakan kelanjutan dari pencapaian signifikan yang telah diraih, di mana porsi pembiayaan produktif tercatat sebesar 46,47%. Angka tersebut menjadi indikator awal optimisme OJK dalam mengakselerasi kontribusi multifinance terhadap sektor produktif di masa mendatang.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM, dan LJK Lainnya OJK, Agusman, menjelaskan bahwa pencapaian tersebut tidak terlepas dari sejumlah langkah strategis yang telah diambil regulator. “Untuk mendorong porsi pembiayaan ke sektor produktif, OJK telah menerbitkan POJK 46/2024, antara lain relaksasi mengenai peningkatan batas maksimum pembiayaan fasilitas modal usaha dan memberikan kemudahan bagi pembiayaan tanpa agunan untuk usaha dengan batas modal tertentu,” ungkapnya dalam keterangan tertulis.

Regulasi tersebut menjadi titik penting dalam mendorong penetrasi pembiayaan ke sektor-sektor usaha yang selama ini mengalami kesulitan akses terhadap permodalan, terutama pelaku UMKM yang memiliki keterbatasan jaminan atau agunan. Dengan relaksasi tersebut, pelaku usaha mikro dan kecil diharapkan dapat lebih mudah memperoleh pembiayaan untuk ekspansi maupun modal kerja.

Tidak hanya berhenti di situ, OJK juga menginisiasi Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perusahaan Pembiayaan 2024–2028. Roadmap ini dirancang dengan pendekatan menyeluruh melalui empat pilar strategis. Pilar pertama adalah penguatan ketahanan dan daya saing perusahaan pembiayaan, yang diharapkan mampu membuat industri ini lebih siap menghadapi tantangan ekonomi global dan domestik.

Pilar kedua menitikberatkan pada pengembangan ekosistem industri, yang mencakup kolaborasi antara pelaku usaha pembiayaan, perbankan, dan lembaga lain. Pilar ketiga adalah percepatan transformasi digital, sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan perilaku konsumen dan tuntutan efisiensi operasional. Sedangkan pilar terakhir adalah penguatan regulasi, pengawasan, dan perizinan, untuk memastikan bahwa seluruh pelaku industri pembiayaan beroperasi dalam koridor yang sehat dan berkelanjutan.

Selain mengandalkan perusahaan multifinance, OJK juga melihat potensi besar dari Lembaga Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech lending dalam memperluas akses pembiayaan bagi sektor produktif. Kontribusi LPBBTI terhadap sektor UMKM tercatat sebesar 34,91% atau sekitar Rp28,83 triliun. Angka tersebut menjadi sinyal positif bahwa teknologi dapat menjadi jembatan yang efektif dalam mengatasi hambatan klasik seperti keterbatasan jaminan atau sulitnya mengakses lembaga keuangan konvensional.

Sebagian besar penyelenggara LPBBTI menyalurkan dana ke sektor produktif maupun konsumtif, disesuaikan dengan model bisnis masing-masing. Namun, fakta bahwa sepertiga dari total dana yang disalurkan mengalir ke sektor produktif menunjukkan adanya tren peningkatan kesadaran untuk mendorong pertumbuhan usaha riil, bukan semata konsumsi.

Langkah-langkah yang ditempuh OJK ini juga berangkat dari kondisi industri pembiayaan nasional yang menunjukkan geliat positif. Berdasarkan data OJK, total pembiayaan yang disalurkan oleh perusahaan multifinance mencapai Rp531 triliun per Mei 2025. Dari jumlah tersebut, pembiayaan kendaraan mendominasi dengan nilai Rp408,37 triliun. Meski pertumbuhannya hanya naik tipis 1,95%, tren ini tetap memperlihatkan kestabilan industri.

Namun, OJK tampaknya ingin lebih dari sekadar stabilitas. Peran pembiayaan kendaraan bermotor dinilai sudah cukup kuat, sehingga kini perlu didorong diversifikasi ke sektor produktif seperti agribisnis, manufaktur, dan perdagangan UMKM. Oleh karena itu, target 46%–48% pembiayaan produktif bukan hanya sekadar angka, melainkan cerminan dari orientasi baru kebijakan yang berpihak pada pelaku usaha sektor riil.

Dengan strategi dan regulasi yang semakin inklusif, diharapkan ke depan akses pembiayaan bagi pelaku UMKM akan semakin terbuka lebar. Peran OJK menjadi sangat krusial dalam menjembatani kebutuhan modal dengan instrumen keuangan yang ada, baik dari perusahaan pembiayaan konvensional maupun penyelenggara berbasis teknologi.

Bagi pelaku UMKM, kebijakan ini memberi harapan baru untuk berkembang lebih jauh. Tidak hanya mendapatkan akses dana, tetapi juga peluang untuk membangun usaha yang lebih berdaya saing. Apalagi, di tengah ketidakpastian ekonomi global, penguatan sektor riil domestik menjadi fondasi penting untuk menjaga stabilitas dan pertumbuhan berkelanjutan.

Dengan mengarahkan pembiayaan ke sektor-sektor produktif, OJK tidak hanya mendukung penguatan ekonomi nasional, tetapi juga membantu mewujudkan inklusi keuangan yang nyata, merata, dan berkeadilan.

Terkini

Harga BBM Naik, Warga Diminta Cermat

Minggu, 27 Juli 2025 | 08:24:25 WIB

PLN Perkuat Layanan Listrik untuk Industri Sumut

Minggu, 27 Juli 2025 | 08:27:58 WIB

Harga Batu Bara Naik Didorong Permintaan Barat

Minggu, 27 Juli 2025 | 08:34:09 WIB

Panas Bumi Ramah Lingkungan di TNGGP

Minggu, 27 Juli 2025 | 08:38:43 WIB

10 Negara Penguasa Cadangan Nikel Dunia

Minggu, 27 Juli 2025 | 08:44:58 WIB