Petani Pati Diuntungkan, Harga Gabah Tembus Rp7.700

Jumat, 01 Agustus 2025 | 15:03:10 WIB
Petani Pati Diuntungkan, Harga Gabah Tembus Rp7.700

JAKARTA - Minimnya produksi gabah di musim tanam ketiga (MT 3) menjadi pemicu utama melonjaknya harga Gabah Kering Panen (GKP) di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Kenaikan harga ini dirasakan secara langsung oleh petani, terutama di Desa Bungasrejo, Kecamatan Jakenan, yang menyambut kondisi ini dengan penuh sukacita.

Sepekan terakhir, harga GKP di wilayah tersebut mencapai titik tertinggi, yakni Rp7.700 per kilogram. Lonjakan ini terjadi secara bertahap sejak satu bulan terakhir, menunjukkan tren positif yang terus berlanjut hingga awal Agustus. Menurut data dari Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Jakenan, kondisi ini sangat dipengaruhi oleh keterbatasan pasokan gabah di wilayah tersebut.

Kepala BPP Kecamatan Jakenan, Cholil Anwar, mengungkapkan bahwa harga gabah telah mengalami peningkatan signifikan sejak beberapa waktu terakhir. "Satu bulanan ini harga sekitar Rp7.300 sampai Rp7.400, bahkan hari ini sejak seminggu yang lalu harga sudah Rp7.700 per kg. Namun terkadang turun lagi di angka Rp7.500 kala terjadi hujan deras beberapa hari lalu," ujarnya.

Sebelumnya, harga gabah masih berada di kisaran Rp6.500 per kilogram, angka yang merupakan batas minimal harga GKP di tingkat petani sebagaimana ketentuan pemerintah. Namun sejak Mei 2025, harga mulai merangkak naik hingga menyentuh angka Rp7.000-an. Tren ini terus berlanjut hingga Juni yang mencatat harga Rp7.200, dan kini mencapai puncaknya.

Persaingan Penebas dan Bulog Dorong Harga Naik

Tidak hanya faktor cuaca dan produksi yang menjadi pendorong kenaikan harga, tetapi juga persaingan di tingkat pembeli. Para penebas dan tengkulak kini berlomba menawarkan harga yang lebih tinggi agar bisa memperoleh gabah dari petani. Kebutuhan penyerapan yang mendesak membuat harga GKP terus didorong ke atas.

“Dengan adanya penyerapan Bulog Rp6.500, mau tak mau tengkulak atau penebas membeli GKP di atas itu. Kenaikan disebabkan sehabis panen raya MT 2, otomatis tinggal daerah tertentu yang masih belum panen,” jelas Cholil.

Persaingan tersebut menjadi fenomena yang umum terjadi ketika suplai menurun. Petani pun diuntungkan karena harga jual meningkat secara signifikan dibanding bulan-bulan sebelumnya. Mereka kini berada di posisi yang lebih kuat dalam menentukan harga jual hasil panennya.

Lahan Tadah Hujan Kurangi Produksi, Harga Melambung

Salah satu penyebab utama terbatasnya pasokan gabah adalah karena minimnya lahan padi yang ditanami pada musim tanam ketiga. MT 3 biasanya menghadapi tantangan tersendiri karena bergantung pada curah hujan, terutama bagi lahan tadah hujan yang tidak mendapatkan irigasi teknis.

Menurut Cholil, tidak semua wilayah di Kecamatan Jakenan mampu mengolah sawahnya untuk ditanami padi pada MT 3. Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan air yang terbatas. Hanya daerah tertentu, khususnya yang dekat dengan Sungai Silugonggo, yang tetap mampu menanam padi. Sementara wilayah lain, terutama yang jauh dari sumber air tersebut, memilih menanam palawija seperti kacang hijau.

"Kalau Kecamatan Jakenan, daerah sekitar Silugonggo tanam padi MT 3, sedang daerah yang jauh dengan Sungai Silugonggo tanam kacang hijau. Menurut saya kurangnya petani menanam padi MT 3 karena faktor air tadah hujan sehingga menyebabkan harga naik,” tandasnya.

Kondisi ini menunjukkan bahwa pola tanam yang bergantung pada ketersediaan air bisa berdampak besar terhadap dinamika harga di pasar. Ketika sebagian besar petani tidak menanam padi karena kekurangan air, maka jumlah produksi nasional terutama di sentra-sentra produksi akan berkurang. Dampaknya, harga gabah langsung terpengaruh.

Petani Sambut Gembira, Tapi Tetap Waspada

Kenaikan harga yang terjadi saat ini disambut gembira oleh petani, karena mereka dapat menjual hasil panennya dengan harga lebih tinggi dari biasanya. Namun, beberapa pihak mengingatkan agar euforia ini tidak membuat petani lengah. Fluktuasi harga masih mungkin terjadi, terutama jika curah hujan meningkat dan produksi gabah dari wilayah lain mulai masuk pasar.

Selain itu, pemerintah juga diperkirakan akan terus memantau harga agar tetap berada dalam kisaran wajar, demi menjaga keseimbangan antara harga yang menguntungkan petani namun tetap terjangkau bagi konsumen di tingkat beras.

Dampak pada Rantai Distribusi Pangan

Harga gabah yang melonjak tentu akan berimbas pada harga beras di pasaran. Jika tren ini bertahan, maka potensi inflasi pada sektor pangan bisa meningkat. Pemerintah melalui Bulog diharapkan bisa menjaga kestabilan harga dengan melakukan intervensi yang tepat, baik melalui operasi pasar maupun penyerapan cadangan.

Namun dalam jangka pendek, kabar baiknya adalah bahwa petani, terutama yang berada di wilayah strategis dengan akses air cukup, bisa meraih hasil panen yang lebih menguntungkan. Hal ini bisa menjadi modal penting bagi keberlangsungan produksi pertanian ke depan, terutama jika diiringi dengan kebijakan yang mendukung penyediaan air dan sistem irigasi yang lebih merata.

Terkini