Tarif Baru BPJS Kesehatan Belum Berlaku, KRIS Masih Transisi

Senin, 04 Agustus 2025 | 11:22:00 WIB
Tarif Baru BPJS Kesehatan Belum Berlaku, KRIS Masih Transisi

JAKARTA - Meski penerapan sistem layanan rawat inap berbasis Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) terus ditekankan, pemerintah memutuskan untuk menunda penetapan tarif baru BPJS Kesehatan yang sebelumnya direncanakan berlaku mulai pertengahan 2025. Keputusan ini terkait dengan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024, yang saat ini tengah digodok menjadi regulasi baru setingkat perpres.

Langkah ini menjadi penanda bahwa proses transformasi layanan BPJS Kesehatan ke arah sistem KRIS masih berada dalam fase transisi. Meski demikian, pemerintah menegaskan komitmen untuk terus mendorong penghapusan sistem kelas 1, 2, dan 3 secara bertahap.

Perpres 59 Tahun 2024 semula mengamanatkan agar pemerintah menetapkan manfaat, tarif, dan iuran baru BPJS Kesehatan paling lambat pada 1 Juli 2025. Ketentuan itu dirancang seiring dengan diberlakukannya layanan rawat inap standar yang lebih menekankan pada standar fasilitas dan kualitas perawatan daripada sistem kelas berjenjang seperti saat ini.

Namun, dengan adanya revisi regulasi tersebut, penetapan tarif KRIS belum dapat dilakukan. Pemerintah belum memberikan tenggat waktu pengganti secara spesifik, tetapi tetap memastikan bahwa kebijakan akan dijalankan dengan mempertimbangkan kesiapan infrastruktur layanan dan kondisi keuangan peserta.

Aturan Lama Masih Berlaku Selama Masa Transisi

Selama masa peralihan ini, ketentuan mengenai besaran iuran BPJS Kesehatan masih mengacu pada regulasi sebelumnya, yakni Perpres Nomor 63 Tahun 2022. Artinya, struktur iuran yang diterapkan saat ini belum berubah dan tetap berlaku sampai peraturan baru resmi diterbitkan dan diberlakukan.

Perpres 63/2022 merinci skema perhitungan iuran berdasarkan kategori peserta. Terdapat enam kelompok utama yang masing-masing memiliki besaran dan metode pembayaran berbeda.

1. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI)

Peserta yang tergolong PBI sepenuhnya dibiayai oleh pemerintah. Mereka merupakan kelompok masyarakat miskin dan tidak mampu yang datanya ditetapkan oleh Kementerian Sosial dan lembaga terkait.

2. Pekerja Penerima Upah (PPU) di Lembaga Pemerintah

Kelompok ini terdiri atas Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non-PNS. Besaran iurannya ditetapkan sebesar 5% dari gaji atau upah bulanan, dengan rincian 4% ditanggung pemberi kerja (instansi) dan 1% ditanggung oleh peserta.

3. Pekerja Penerima Upah di BUMN, BUMD, dan Swasta

Sama halnya dengan PPU di lembaga pemerintah, besaran iuran untuk PPU di sektor BUMN, BUMD, dan perusahaan swasta juga sebesar 5% dari upah bulanan. Skemanya pun serupa: 4% dibayarkan oleh perusahaan sebagai pemberi kerja dan 1% oleh pekerja itu sendiri.

4. Keluarga Tambahan PPU

Untuk anggota keluarga tambahan seperti anak keempat dan seterusnya, orang tua, dan mertua, iuran ditetapkan sebesar 1% dari gaji atau upah peserta utama per orang setiap bulan. Pembayaran ditanggung sepenuhnya oleh peserta PPU.

5. Peserta PBPU dan Bukan Pekerja

Kelompok ini meliputi pekerja mandiri, kerabat lain (misalnya saudara kandung, asisten rumah tangga), serta individu yang tidak bekerja. Iuran dalam kategori ini dibedakan berdasarkan kelas layanan:

Kelas III: Rp42.000 per orang per bulan. Namun, pada periode Juli – Desember 2020, peserta hanya membayar Rp25.500, dengan sisa Rp16.500 disubsidi oleh pemerintah.

Kelas III sejak 1 Januari 2021: Peserta membayar Rp35.000, sedangkan pemerintah tetap memberikan bantuan iuran Rp7.000.

Kelas II: Rp100.000 per orang per bulan.

Kelas I: Rp150.000 per orang per bulan.

6. Veteran dan Perintis Kemerdekaan

Untuk kelompok ini, termasuk janda, duda, dan anak yatim piatu dari veteran atau perintis kemerdekaan, besaran iuran ditentukan sebesar 5% dari 45% gaji pokok PNS golongan III/a dengan masa kerja 14 tahun per bulan. Iuran ini sepenuhnya dibayar oleh pemerintah.

Ketentuan Pembayaran dan Denda

Perpres 63/2022 juga mengatur batas waktu pembayaran iuran, yaitu paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Jika pembayaran dilakukan lewat dari tanggal tersebut, tidak serta merta dikenakan denda keterlambatan.

Denda hanya berlaku jika dalam waktu 45 hari sejak status kepesertaan diaktifkan kembali, peserta tersebut memperoleh pelayanan kesehatan rawat inap. Hal ini diberlakukan untuk memberikan kesempatan peserta menyelesaikan administrasi tanpa khawatir langsung terkena sanksi finansial.

Terkini

BYD Kuasai Pasar Global, Indonesia Masuk Daftar

Senin, 04 Agustus 2025 | 15:52:32 WIB

XL Perkuat Ekosistem Digital Lewat Bundling OPPO Reno14

Senin, 04 Agustus 2025 | 15:57:41 WIB

Harga iPhone Turun Jelang iPhone 17

Senin, 04 Agustus 2025 | 16:03:26 WIB