JAKARTA - Upaya menjaga kelancaran dan keselamatan lalu lintas penyeberangan di Selat Bali terus dilakukan secara sistematis. Salah satu pendekatan yang kini diimplementasikan adalah sistem sortir kendaraan berdasarkan bobot, yang diberi tanda khusus berupa stiker warna. Langkah ini bertujuan untuk menyesuaikan kapasitas angkut kapal dengan beban kendaraan secara tepat, sekaligus mengurai antrean yang sempat terjadi akibat terbatasnya armada penyeberangan.
Manajer Usaha PT ASDP Pelabuhan Gilimanuk, Ryan Dewangga, menyatakan bahwa mekanisme sortir ini diberlakukan secara ketat bagi seluruh kendaraan angkutan barang yang hendak melintas. "Kendaraan yang masuk ke area pelabuhan disortir berdasarkan bobot," ungkapnya.
Dalam sistem ini, kendaraan di atas 35 ton diberi stiker merah dan diarahkan ke dermaga LCM, sedangkan kendaraan dengan bobot di bawah 35 ton ditandai dengan stiker hijau dan diprioritaskan untuk dermaga MB. Penerapan stiker warna ini diklaim mampu meningkatkan efisiensi waktu muat kapal sesuai dengan spesifikasi dan kapasitas masing-masing.
- Baca Juga Erick Thohir Bawa Timnas Main di Daerah
Langkah tersebut bukan hanya diterapkan pada kendaraan yang hendak menuju Bali melalui Pelabuhan Ketapang, melainkan juga bagi yang keluar dari Pulau Bali menuju Ketapang dari Pelabuhan Gilimanuk. "Sistem ini diimplementasikan untuk mengefisiensikan waktu muat sesuai spesifikasi kapal," jelas Ryan.
Namun, terdapat perbedaan kondisi antara kendaraan yang datang dan yang pergi. Ryan menjelaskan bahwa truk-truk yang meninggalkan Bali umumnya dalam keadaan kosong, berbeda dengan kendaraan yang masuk yang mayoritas masih membawa muatan penuh. Hal ini tentu berpengaruh terhadap alur bongkar muat serta alokasi dermaga.
Pelaksanaan penyortiran yang berbasis pada bobot kendaraan ini juga merupakan bagian dari respons terhadap imbauan dan aturan yang ditetapkan oleh Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP). Menurut Ryan, pihak pengelola pelabuhan berkomitmen menjalankan setiap arahan tersebut demi menjamin keselamatan pelayaran. "Kami sebagai pengelola pelabuhan akan melaksanakan aturan-aturan dan imbauan KSOP," ujarnya.
Di sisi lain, pengaturan ini juga berkaitan erat dengan kondisi pascakecelakaan KMP Tunu Pratama Jaya. Insiden tersebut berdampak langsung pada terbatasnya jumlah kapal yang diizinkan beroperasi di lintasan Ketapang–Gilimanuk, sehingga pengelolaan beban angkutan menjadi lebih krusial untuk mencegah kejadian serupa.
Corporate Secretary ASDP, Shelvy Arifin, menekankan bahwa koordinasi yang solid antara PT ASDP Indonesia Ferry dan KSOP sangat diperlukan dalam menangani kondisi saat ini. Dalam keterangan resminya, ia mengungkapkan bahwa kedua lembaga tersebut berbagi peran secara strategis untuk mengurai antrean kendaraan, terutama di Pelabuhan Ketapang yang menuju Gilimanuk.
"ASDP bertugas memastikan kelancaran layanan di sisi pelabuhan dan penumpang, sementara KSOP berperan penting dalam pengaturan dan optimalisasi jadwal operasional kapal di lintasan tersebut," jelas Shelvy.
Salah satu faktor lain yang memperparah antrean adalah penutupan total jalur Gumitir–Jember. Jalur ini selama ini menjadi salah satu akses utama distribusi logistik menuju kawasan timur, dan penutupannya menyebabkan lonjakan arus kendaraan logistik yang beralih ke jalur penyeberangan Ketapang–Gilimanuk. Kondisi tersebut memperbesar beban layanan pelabuhan, yang sudah dibatasi akibat pengurangan operasional kapal.
Menanggapi kondisi itu, ASDP dan KSOP menekankan pentingnya peran semua pemangku kepentingan untuk menjaga kelancaran distribusi logistik sekaligus memastikan keselamatan seluruh pengguna jasa penyeberangan. Koordinasi antara regulator dan operator pelabuhan dinilai sebagai kunci keberhasilan dalam pengelolaan lalu lintas di tengah situasi yang menantang ini.
“Ini adalah upaya bersama. ASDP, KSOP, dan stakeholder lainnya berperan sesuai kewenangannya agar distribusi logistik dan layanan penyeberangan tetap berjalan tertib dan aman,” tutur Shelvy.
Selain dari sisi teknis pelabuhan, sistem stiker berdasarkan bobot kendaraan juga menunjukkan efektivitas sebagai solusi manajemen lalu lintas dalam kondisi darurat. Dengan klasifikasi warna yang jelas dan penempatan kendaraan sesuai bobot, proses muat kapal menjadi lebih cepat dan aman, tanpa membebani kapal melebihi kapasitas ideal.
Ke depan, pendekatan seperti ini bisa menjadi model untuk pelabuhan-pelabuhan lain yang menghadapi tantangan serupa, terutama dalam hal keterbatasan armada, gangguan jalur darat, atau lonjakan arus kendaraan mendadak. Kombinasi antara teknologi sederhana (seperti stiker warna) dan pengaturan yang disiplin telah terbukti efektif sebagai langkah antisipatif.
Situasi di Selat Bali saat ini menjadi gambaran bagaimana sinergi lintas sektor dibutuhkan untuk menangani kondisi darurat dan menjaga kelangsungan layanan publik yang vital. Penyeberangan bukan sekadar soal angkutan, tapi juga urusan logistik nasional, yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat luas.
Dengan sistem sortir yang sudah diterapkan dan koordinasi yang terus diperkuat, diharapkan arus kendaraan angkutan barang yang melintasi Selat Bali bisa kembali lancar, aman, dan efisien.