Korea

Krisis Politik Korea Selatan Jelang Pemilu: Mahkamah Agung Batalkan Bebas Lee Jae-myung, Dua Pejabat Utama Mundur

Krisis Politik Korea Selatan Jelang Pemilu: Mahkamah Agung Batalkan Bebas Lee Jae-myung, Dua Pejabat Utama Mundur
Krisis Politik Korea Selatan Jelang Pemilu: Mahkamah Agung Batalkan Bebas Lee Jae-myung, Dua Pejabat Utama Mundur

JAKARTA - Korea Selatan kembali diguncang gejolak politik besar menjelang pelaksanaan pemilu presiden mendadak. Mahkamah Agung Korea Selatan secara mengejutkan membatalkan vonis bebas yang sebelumnya dijatuhkan kepada calon presiden kuat dari Partai Demokrat, Lee Jae-myung, atas tuduhan pelanggaran Undang-Undang Pemilu. Di saat yang hampir bersamaan, dua tokoh penting dalam pemerintahan sementara, Perdana Menteri Han Duck-soo dan Menteri Keuangan Choi Sang-mok, mengundurkan diri dari jabatannya.

Situasi ini menempatkan Korea Selatan dalam kondisi politik yang sangat tidak stabil, hanya beberapa hari menjelang pemungutan suara nasional.
 

Mahkamah Agung Koreksi Vonis Lee Jae-myung, Nasib Pencalonan Terancam
 

Dalam putusannya, Mahkamah Agung menyatakan bahwa Lee Jae-myung telah membuat pernyataan yang dinilai sebagai “informasi yang tidak benar” selama kampanye presiden tahun 2022. Putusan ini membatalkan keputusan sebelumnya yang membebaskannya, dan mengembalikan kasus tersebut ke pengadilan banding untuk dijatuhi vonis ulang.

“Pernyataan terdakwa dinilai sebagai informasi yang tidak benar terkait isu penting, yang dapat mengaburkan penilaian pemilih mengenai kelayakan kandidat untuk menduduki jabatan publik,” tegas Ketua Mahkamah Agung Jo Hee-de, seperti dikutip dari Channel News Asia.

Jika pengadilan banding memutuskan bahwa Lee bersalah, maka ia secara otomatis kehilangan hak untuk mencalonkan diri dalam pemilihan umum selama lima tahun ke depan. Meski Mahkamah Agung telah mempercepat prosesnya, belum ada jaminan bahwa pengadilan banding akan menjatuhkan keputusan final sebelum hari pemilihan.
 

Lee Tetap Maju di Tengah Guncangan
 

Lee Jae-myung, yang kini masih menjadi kandidat favorit di berbagai jajak pendapat nasional, menyatakan kekecewaannya atas putusan tersebut namun menyampaikan tekadnya untuk terus mengikuti aspirasi rakyat. “Saya tidak menyangka putusan ini akan dibalik,” ungkap Lee.

Dalam survei Gallup Korea terbaru, Lee tetap unggul dengan dukungan sebesar 38 persen. Ia berada jauh di atas Han Dong-hoon dari Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang memperoleh 8 persen, dan Han Duck-soo dengan 6 persen.

Terlepas dari tekanan hukum, Partai Demokrat menyatakan tidak akan mengganti Lee sebagai kandidat utama. Seorang juru bicara partai menegaskan, “Tidak ada kemungkinan menggantikan Lee. Partai tetap solid mendukung pencalonannya.”
 

Krisis Kepemimpinan: Dua Pejabat Tertinggi Mundur
 

Krisis politik semakin dalam setelah dua tokoh utama dalam pemerintahan sementara Korea Selatan menyatakan pengunduran dirinya secara berturut-turut.

Perdana Menteri Han Duck-soo, yang juga menjabat sebagai presiden sementara, mundur dari jabatannya untuk mempersiapkan pencalonan dalam pemilu mendatang. Han sebelumnya sempat diberhentikan dari jabatan presiden sementara karena menolak melantik tiga hakim konstitusi yang diusulkan parlemen oposisi. Namun, Mahkamah Konstitusi memulihkannya pada Maret.

Selanjutnya, tanggung jawab kepemimpinan seharusnya beralih ke Menteri Keuangan Choi Sang-mok. Namun secara mengejutkan, Choi juga mengajukan pengunduran dirinya setelah parlemen kembali memulai proses pemakzulan terhadapnya atas sejumlah kebijakan kontroversial saat menjabat sebagai presiden sementara.

Dalam pernyataannya, Choi menyampaikan permintaan maaf kepada rakyat Korea Selatan karena tidak dapat melanjutkan tugasnya. “Saya mohon maaf tidak dapat meneruskan amanat publik di tengah situasi ekonomi yang menantang, termasuk tekanan dari tarif Amerika Serikat dan kondisi global yang memburuk,” ujar Choi.
 

Menteri Pendidikan Lee Ju-ho Naik sebagai Presiden Sementara
 

Dengan pengunduran diri dua pejabat tersebut, sesuai hukum Korea Selatan, tanggung jawab pemerintahan langsung berpindah ke Menteri Pendidikan Lee Ju-ho. Ia pun diangkat sebagai presiden sementara ketiga dalam waktu kurang dari enam bulan sejak deklarasi darurat militer pada Desember tahun lalu.

Dalam pernyataan resminya, Lee menegaskan bahwa stabilitas pemerintahan dan pelaksanaan pemilu yang tertib adalah prioritas utama. “Penting untuk memastikan pelaksanaan pemilu presiden yang adil dan tertib,” ujar Lee.

Lee, yang berusia 64 tahun dan berlatar belakang sebagai akademisi serta ekonom, dikenal sebagai sosok teknokrat yang relatif netral secara politik. Ia kini berada di posisi penting untuk menjembatani transisi kekuasaan dalam periode paling menantang dalam sejarah demokrasi modern Korea Selatan.
 

Kritik dan Reaksi Politik
 

Putusan Mahkamah Agung terhadap Lee Jae-myung langsung mendapat respons keras dari berbagai pihak. Partai Demokrat menyebut langkah ini sebagai bentuk kriminalisasi politik terhadap kandidat terkuat oposisi. Sebaliknya, Partai Kekuatan Rakyat menyambut putusan tersebut sebagai langkah penting untuk menegakkan integritas pemilu.

Pengamat politik dari Universitas Myongji, Shin Yul, menilai bahwa efek hukum dari putusan Mahkamah Agung bisa sangat besar terhadap peta politik Korea Selatan. “Pengadilan banding memang akan menentukan nasib pencalonan Lee, tetapi Mahkamah Agung secara implisit telah menyatakan ia bersalah. Ini bisa memengaruhi sikap pemilih moderat yang jumlahnya sekitar 10 persen,” jelas Shin.
 

Situasi Semakin Kompleks di Tengah Tekanan Ekonomi dan Geopolitik
 

Gejolak politik ini datang di tengah meningkatnya tekanan ekonomi akibat tarif dagang dari Amerika Serikat dan ketegangan regional di Semenanjung Korea. Investor mulai menunjukkan kekhawatiran terhadap ketidakpastian pemerintahan, dan kurs won mengalami volatilitas tajam dalam beberapa hari terakhir.

Ketidakpastian hukum terhadap Lee Jae-myung, kekosongan kepemimpinan pemerintahan, serta suhu politik yang tinggi menjelang pemilu hanya memperbesar risiko instabilitas. Analis pasar memperingatkan bahwa jika krisis politik tidak segera diredam, hal itu dapat berdampak pada ekonomi nasional serta posisi diplomatik Korea Selatan di kawasan Asia Timur.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index