JAKARTA - Pembiayaan Paylater atau Buy Now Pay Later (BNPL) terus menunjukkan tren pertumbuhan yang signifikan di Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pembiayaan BNPL tercatat mencapai angka Rp8,24 triliun pada bulan April 2025, meningkat tajam sebesar 47,11 persen secara tahunan (year-on-year). Angka ini melampaui pembiayaan BNPL pada bulan Maret 2025 yang tercatat sebesar Rp8,22 triliun, dengan pertumbuhan tahunan sebesar 39,28 persen.
Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, mengungkapkan bahwa lonjakan pembiayaan BNPL ini merupakan indikator positif terhadap perkembangan sektor layanan pembiayaan di Indonesia. Dalam konferensi pers yang digelar, Agusman menjelaskan bahwa perusahaan pembiayaan BNPL mengalami pertumbuhan signifikan.
"Untuk pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan, pada April 2025 meningkat sebesar 47,11 persen year-on-year, (sedangkan) di Maret yang lalu 39,28 persen year-on-year, atau menjadi sebesar Rp8,24 triliun," ujar Agusman.
- Baca Juga KUR BRI untuk Modal UMKM
Pembiayaan BNPL Meningkat, Namun NPF Paylater Juga Alami Kenaikan
Namun, di balik pertumbuhan yang signifikan, sektor BNPL juga menghadapi tantangan terkait dengan pembiayaan bermasalah (Non-Performing Financing/NPF). Pada bulan April 2025, tingkat NPF di sektor paylater tercatat naik menjadi 3,78 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan 3,48 persen pada bulan Maret 2025. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan risiko yang perlu diwaspadai oleh perusahaan pembiayaan dalam memberikan layanan BNPL.
"NPF di sektor BNPL memang mengalami kenaikan, namun secara keseluruhan kami masih melihat profil risiko sektor ini terjaga dengan baik," tambah Agusman.
Penyaluran Pembiayaan Secara Keseluruhan Juga Mengalami Kenaikan
Selain sektor BNPL, OJK juga mencatat bahwa secara keseluruhan, penyaluran pembiayaan oleh perusahaan pembiayaan pada bulan April 2025 mengalami peningkatan. Total penyaluran pembiayaan tercatat naik sebesar 3,67 persen (year-on-year) menjadi Rp504,18 triliun. Peningkatan ini terutama didorong oleh pembiayaan modal kerja yang tumbuh signifikan sebesar 8,74 persen (year-on-year).
"Peningkatan pembiayaan modal kerja menjadi salah satu faktor pendorong utama dalam kenaikan total pembiayaan perusahaan pembiayaan. Sektor ini berkontribusi cukup besar terhadap ekonomi dan sektor usaha di Indonesia," jelas Agusman.
Profil Risiko Perusahaan Pembiayaan Terkendali
Meskipun terjadi kenaikan NPF di sektor BNPL, Agusman menegaskan bahwa profil risiko perusahaan pembiayaan secara keseluruhan tetap terkendali dengan baik. NPF gross untuk seluruh perusahaan pembiayaan tercatat turun menjadi 2,43 persen pada April 2025, lebih rendah dibandingkan dengan bulan Maret 2025 yang tercatat sebesar 2,71 persen.
Namun, terdapat sedikit peningkatan pada NPF nett yang tercatat menjadi 0,82 persen pada April 2025, dibandingkan dengan 0,80 persen pada bulan sebelumnya. Kendati demikian, angka ini masih berada dalam batas yang wajar dan tidak mengindikasikan adanya gangguan serius pada stabilitas sektor pembiayaan.
"Secara keseluruhan, profil risiko perusahaan pembiayaan tetap terjaga dengan baik. NPF gross mengalami penurunan, yang menunjukkan bahwa pembiayaan yang diberikan tetap sehat dan aman," kata Agusman.
Rasio Utang Terhadap Modal Menurun, Tetap Aman
Selain itu, rasio utang terhadap modal (gearing ratio) perusahaan pembiayaan juga tercatat menurun menjadi 2,23 kali pada April 2025, dibandingkan dengan 2,26 kali pada bulan Maret 2025. Rasio ini menunjukkan bahwa perusahaan pembiayaan tetap berada dalam posisi yang aman, meskipun sektor pembiayaan terus berkembang pesat.
Angka tersebut masih jauh di bawah batas maksimum yang ditetapkan oleh OJK, yakni 10 kali, yang berarti sektor pembiayaan masih memiliki ruang yang cukup luas untuk tumbuh tanpa mengorbankan stabilitas keuangan.
"Rasio utang terhadap modal ini mencerminkan bahwa perusahaan pembiayaan masih memiliki buffer yang cukup untuk mendukung ekspansi pembiayaan tanpa berisiko tinggi. Kami terus memantau perkembangan ini agar sektor ini tetap tumbuh sehat," tambah Agusman.
Pembiayaan Paylater atau Buy Now Pay Later (BNPL) terus menunjukkan tren pertumbuhan yang signifikan di Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pembiayaan BNPL tercatat mencapai angka Rp8,24 triliun pada bulan April 2025, meningkat tajam sebesar 47,11 persen secara tahunan (year-on-year). Angka ini melampaui pembiayaan BNPL pada bulan Maret 2025 yang tercatat sebesar Rp8,22 triliun, dengan pertumbuhan tahunan sebesar 39,28 persen.
Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, mengungkapkan bahwa lonjakan pembiayaan BNPL ini merupakan indikator positif terhadap perkembangan sektor layanan pembiayaan di Indonesia. Dalam konferensi pers yang digelar, Agusman menjelaskan bahwa perusahaan pembiayaan BNPL mengalami pertumbuhan signifikan.
"Untuk pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan, pada April 2025 meningkat sebesar 47,11 persen year-on-year, (sedangkan) di Maret yang lalu 39,28 persen year-on-year, atau menjadi sebesar Rp8,24 triliun," ujar Agusman.
Pembiayaan BNPL Meningkat, Namun NPF Paylater Juga Alami Kenaikan
Namun, di balik pertumbuhan yang signifikan, sektor BNPL juga menghadapi tantangan terkait dengan pembiayaan bermasalah (Non-Performing Financing/NPF). Pada bulan April 2025, tingkat NPF di sektor paylater tercatat naik menjadi 3,78 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan 3,48 persen pada bulan Maret 2025. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan risiko yang perlu diwaspadai oleh perusahaan pembiayaan dalam memberikan layanan BNPL.
"NPF di sektor BNPL memang mengalami kenaikan, namun secara keseluruhan kami masih melihat profil risiko sektor ini terjaga dengan baik," tambah Agusman.
Penyaluran Pembiayaan Secara Keseluruhan Juga Mengalami Kenaikan
Selain sektor BNPL, OJK juga mencatat bahwa secara keseluruhan, penyaluran pembiayaan oleh perusahaan pembiayaan pada bulan April 2025 mengalami peningkatan. Total penyaluran pembiayaan tercatat naik sebesar 3,67 persen (year-on-year) menjadi Rp504,18 triliun. Peningkatan ini terutama didorong oleh pembiayaan modal kerja yang tumbuh signifikan sebesar 8,74 persen (year-on-year).
"Peningkatan pembiayaan modal kerja menjadi salah satu faktor pendorong utama dalam kenaikan total pembiayaan perusahaan pembiayaan. Sektor ini berkontribusi cukup besar terhadap ekonomi dan sektor usaha di Indonesia," jelas Agusman.
Profil Risiko Perusahaan Pembiayaan Terkendali
Meskipun terjadi kenaikan NPF di sektor BNPL, Agusman menegaskan bahwa profil risiko perusahaan pembiayaan secara keseluruhan tetap terkendali dengan baik. NPF gross untuk seluruh perusahaan pembiayaan tercatat turun menjadi 2,43 persen pada April 2025, lebih rendah dibandingkan dengan bulan Maret 2025 yang tercatat sebesar 2,71 persen.
Namun, terdapat sedikit peningkatan pada NPF nett yang tercatat menjadi 0,82 persen pada April 2025, dibandingkan dengan 0,80 persen pada bulan sebelumnya. Kendati demikian, angka ini masih berada dalam batas yang wajar dan tidak mengindikasikan adanya gangguan serius pada stabilitas sektor pembiayaan.
"Secara keseluruhan, profil risiko perusahaan pembiayaan tetap terjaga dengan baik. NPF gross mengalami penurunan, yang menunjukkan bahwa pembiayaan yang diberikan tetap sehat dan aman," kata Agusman.
Rasio Utang Terhadap Modal Menurun, Tetap Aman
Selain itu, rasio utang terhadap modal (gearing ratio) perusahaan pembiayaan juga tercatat menurun menjadi 2,23 kali pada April 2025, dibandingkan dengan 2,26 kali pada bulan Maret 2025. Rasio ini menunjukkan bahwa perusahaan pembiayaan tetap berada dalam posisi yang aman, meskipun sektor pembiayaan terus berkembang pesat.
Angka tersebut masih jauh di bawah batas maksimum yang ditetapkan oleh OJK, yakni 10 kali, yang berarti sektor pembiayaan masih memiliki ruang yang cukup luas untuk tumbuh tanpa mengorbankan stabilitas keuangan.
"Rasio utang terhadap modal ini mencerminkan bahwa perusahaan pembiayaan masih memiliki buffer yang cukup untuk mendukung ekspansi pembiayaan tanpa berisiko tinggi. Kami terus memantau perkembangan ini agar sektor ini tetap tumbuh sehat," tambah Agusman.
Prospek Pembiayaan Paylater di Masa Depan
Dengan meningkatnya permintaan terhadap layanan BNPL di Indonesia, OJK memandang sektor ini memiliki prospek yang cerah. Meskipun ada tantangan terkait dengan pembiayaan bermasalah, sektor BNPL tetap menjadi pilihan utama bagi konsumen yang menginginkan fleksibilitas dalam bertransaksi. Agusman juga mengingatkan agar perusahaan pembiayaan terus menjaga kualitas risiko dan memitigasi potensi masalah yang bisa muncul.
"Kami berharap agar perusahaan pembiayaan tetap berfokus pada pengelolaan risiko yang baik, sambil terus mendukung inklusi keuangan dan memberikan kemudahan bagi konsumen untuk melakukan transaksi secara digital," pungkas Agusman.
Dengan meningkatnya permintaan terhadap layanan BNPL di Indonesia, OJK memandang sektor ini memiliki prospek yang cerah. Meskipun ada tantangan terkait dengan pembiayaan bermasalah, sektor BNPL tetap menjadi pilihan utama bagi konsumen yang menginginkan fleksibilitas dalam bertransaksi. Agusman juga mengingatkan agar perusahaan pembiayaan terus menjaga kualitas risiko dan memitigasi potensi masalah yang bisa muncul.
"Kami berharap agar perusahaan pembiayaan tetap berfokus pada pengelolaan risiko yang baik, sambil terus mendukung inklusi keuangan dan memberikan kemudahan bagi konsumen untuk melakukan transaksi secara digital," pungkas Agusman.