JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggelar pemeriksaan penting dalam rangka mendalami dugaan kasus korupsi yang melibatkan proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) pada periode 2019-2022. Kali ini, Kepala Cabang (Kacab) Bank Panin KCU Senayan menjadi salah satu saksi yang dimintai keterangannya oleh tim penyidik KPK.
Pemeriksaan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan. Kacab Bank Panin tersebut, yang namanya tidak disebutkan, dicecar soal aliran dana yang mengalir melalui rekening tersangka utama dalam kasus ini, yaitu Adjie, dan perusahaan yang terkait dengannya.
Jurubicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan kepada media, bahwa saksi yang hadir memberikan penjelasan terkait aliran uang yang masuk maupun keluar dari rekening tersangka Adjie dan perusahaan miliknya. Hal ini menjadi bagian penting dari proses pengumpulan alat bukti untuk mengungkap detail transaksi keuangan yang diduga sarat praktik korupsi.
Sayangnya, salah satu saksi kunci lain, yaitu Hely, Direktur PT Karya Prima Valasindo, tidak dapat memenuhi panggilan KPK karena sedang menjalani perawatan di Malaysia. Ketidakhadiran ini membuat penyidik harus melakukan penjadwalan ulang untuk mendapatkan keterangan darinya.
Dalam penyidikan sebelumnya, tim KPK telah menyelesaikan berkas perkara untuk tiga tersangka dari jajaran PT ASDP Indonesia Ferry. Ketiga tersangka tersebut adalah Ira Puspadewi, Direktur Utama ASDP periode 2017-2024; Harry Muhammad Adhi Caksono (HMAC), Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP 2020-2024; dan Muhammad Yusuf Hadi (MYH), Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP 2019-2024.
Sementara itu, Adjie, pemilik PT Jembatan Nusantara, baru dilakukan penahanan. Namun karena kondisinya yang sedang sakit, penahanan Adjie dibantarkan dan ia dirawat di Rumah Sakit Polri untuk mendapat perawatan medis lebih lanjut.
Kasus korupsi ini bermula dari penawaran akuisisi PT JN oleh Adjie kepada ASDP sejak tahun 2014. Pada masa itu, sebagian direksi dan dewan komisaris ASDP menolak rencana tersebut karena kondisi kapal-kapal milik PT JN yang sudah tua dan ASDP lebih fokus pada pengadaan kapal baru.
Namun, di awal 2018, dengan posisi Ira yang baru diangkat sebagai Direktur Utama ASDP, Adjie kembali menawarkan akuisisi PT JN. Pembahasan rencana ini kemudian dilakukan dalam sejumlah pertemuan, baik di rumah Adjie maupun lokasi lainnya, di mana hadir pula Ira, Yusuf, dan Harry.
Momentum penting terjadi pada 26 Juni 2019, saat Nota Kesepahaman (MoU) ditandatangani antara ASDP dan PT JN, oleh Ira dan Rudy Susanto selaku Direktur PT JN. Berikutnya, pada 23 Agustus 2019, kontrak induk kerja sama usaha juga ditandatangani.
Dalam pelaksanaan KSU tersebut, ASDP justru memprioritaskan pemberangkatan kapal PT JN agar aktivitas kapal PT JN meningkat dibandingkan kapal ASDP sendiri. Strategi ini diduga bertujuan agar kondisi keuangan PT JN tampak lebih sehat, sehingga proses akuisisi menjadi lebih mudah dilaksanakan.
Pembahasan lebih lanjut terkait akuisisi mulai dilakukan setelah adanya pergantian dewan komisaris ASDP pada April 2020. Saat itu, ASDP belum memiliki pedoman internal khusus yang mengatur mekanisme akuisisi, sehingga Ira memerintahkan tim akuisisi untuk menyusun draf keputusan direksi mengenai hal tersebut.
Pada 2020, kegiatan akuisisi dimasukkan dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) ASDP 2020-2024, dan mendapat persetujuan dewan komisaris yang baru. Dalam dokumen RJPP tersebut disebutkan adanya penambahan 53 kapal melalui KSU, sebagai bagian dari lima pilar strategis yang mencakup peningkatan keunggulan operasional dan penguatan kesehatan keuangan.
Pelaksanaan proses due diligence terhadap rencana akuisisi dilakukan sebelum keputusan direksi ASDP tentang pedoman pengambilalihan yang dikeluarkan pada 7 Februari 2022 disahkan. Ketua tim akuisisi atas perintah direksi mengoordinasikan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk melakukan valuasi kapal sesuai permintaan direksi.
Salah satu penilai yang terlibat adalah KJPP MBPRU, yang menilai harga pasar 53 kapal milik PT JN Group. Kapal tersebut terdiri dari 42 kapal milik PT JN dan 11 kapal milik afiliasi PT JN. Namun, hasil penilaian ini ternyata sudah dimanipulasi agar mendekati angka yang sudah ditentukan oleh Adjie dan diketahui serta disetujui oleh direksi ASDP sebelumnya, yakni tidak kurang dari Rp2 triliun.
Negosiasi nilai akuisisi antara para direksi ASDP dan Adjie terjadi beberapa kali hingga pada 20 Oktober 2021 tercapai kesepakatan sebesar Rp1,272 triliun. Rincian angkanya adalah Rp892 miliar untuk nilai saham dan perhitungan 42 kapal PT JN, serta Rp380 miliar untuk 11 kapal afiliasi PT JN. Manajemen baru PT JN juga diharuskan meneruskan utang perusahaan.
Akibat dari penghitungan dan transaksi tersebut, diduga terjadi kerugian keuangan negara paling sedikit Rp893,16 miliar.
Kasus ini menunjukkan kompleksitas modus operandi korupsi dalam pengelolaan aset BUMN, di mana kolaborasi antara pihak internal perusahaan dan pihak luar seperti pemilik perusahaan swasta digunakan untuk mengambil keuntungan secara tidak sah. Pemeriksaan terhadap Kacab Bank Panin Senayan terkait aliran dana tersebut menjadi bagian penting dalam pengungkapan jalur uang yang berputar dalam kasus ini.
Penyidikan yang terus berjalan oleh KPK diharapkan dapat mengungkap seluruh jaringan dan mekanisme yang terlibat sehingga keadilan dapat ditegakkan dan pencegahan korupsi serupa di masa mendatang dapat lebih efektif dilakukan.