BUMN

BUMN dan China Garap Industri Baterai EV

BUMN dan China Garap Industri Baterai EV
BUMN dan China Garap Industri Baterai EV

JAKARTA - Indonesia kini menapaki babak baru dalam pengembangan industri kendaraan listrik (EV) melalui proyek ekosistem baterai EV terintegrasi yang digadang-gadang sebagai yang terbesar di Asia. Dengan investasi senilai US$ 5,9 miliar atau sekitar Rp 96,04 triliun, pemerintah dan mitra strategis dari China bersama-sama membangun rantai nilai baterai mulai dari hulu hingga hilir.

Pembangunan proyek ini ditandai dengan seremoni peletakan batu pertama (groundbreaking) yang dilakukan Presiden RI Prabowo Subianto di Karawang, Jawa Barat. Proyek ini bukan sekadar pembangunan fasilitas industri, melainkan sebuah langkah strategis Indonesia untuk meraih nilai tambah ekonomi signifikan dari sumber daya nikel yang melimpah di tanah air.

Presiden Prabowo menegaskan bahwa jika ekosistem baterai ini beroperasi penuh, Indonesia dapat mengantongi nilai tambah ekonomi sebesar US$ 48 miliar atau setara Rp 481,55 triliun. “Jadi memang tadi saya katakan proyek ini adalah proyek terobosan dan sebagaimana tadi dilaporkan dengan investasi US$ 5,9-6 miliar akan menghasilkan nilai diperkirakan US$ 48 miliar, jadi 8 kali nilai tambahnya,” ujarnya dalam kesempatan tersebut.

Lokasi dan Pemain Utama Proyek

Proyek baterai EV ini berlokasi strategis di Artha Industrial Hill (AIH) dan Karawang New Industry City (KNIC), dua kawasan industri yang tengah berkembang pesat di Jawa Barat. Proyek ini merupakan hasil kolaborasi antara anak usaha Holding BUMN Industri Pertambangan (MIND ID), yaitu PT Aneka Tambang (Antam), PT Indonesia Battery Corporation (IBC), serta perusahaan asal China, Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd. (CBL). CBL sendiri merupakan hasil patungan tiga perusahaan besar yaitu CATL, Brunp, dan Lygend.

Investasi besar ini dikelola melalui enam perusahaan joint venture (JV) yang mewakili rantai pasok hulu hingga hilir baterai EV. Tiga JV pertama fokus pada aktivitas hulu berupa pertambangan dan pemrosesan bahan baku nikel, sementara tiga JV lainnya mengelola tahap hilir seperti produksi material baterai, sel baterai, dan daur ulang baterai.

Kepemilikan Saham BUMN dan China

Di sisi hulu, Antam memegang peranan penting dengan kepemilikan mayoritas 51% di JV pertama yang mengelola proyek pertambangan nikel PT Sumberdaya Arindo (SDA). Proyek SDA telah berproduksi sejak 2023 dengan kapasitas besar yakni 7,8 juta wet metric ton nikel saprolite dan 6 juta wet metric ton limonite.

Sementara itu, untuk JV kedua dan ketiga yang mengurusi fasilitas pemurnian dan smelter nikel jenis Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) serta High Pressure Acid Leaching (HPAL), Antam memegang saham minoritas masing-masing sebesar 40% dan 30%. Sisanya mayoritas dipegang oleh CBL dengan 60% dan 70%. Kedua fasilitas ini ditargetkan mulai berproduksi pada 2027 dan 2028 mendatang.

Di bagian hilir, PT Indonesia Battery Corporation (IBC) mengambil peran dengan kepemilikan saham di tiga JV terakhir, yakni 30% pada JV ke-4 dan ke-5 serta 40% pada JV ke-6. Semua sisanya dikuasai oleh perusahaan asal China, CBL. Antam tidak memiliki saham di segmen hilir ini.

Detail Proyek Hulu dan Hilir

Rincian proyek di sisi hulu dimulai dari JV 1 yang mengelola tambang nikel SDA, kemudian JV 2 yang merupakan smelter RKEF PT Feni Haltim (FHT) dengan kapasitas 88 ribu ton nikel alloy per tahun. Selanjutnya JV 3 menjalankan fasilitas smelter HPAL PT Nickel Cobalt Halmahera (HPAL JVCO) dengan kapasitas 55 ribu ton mixed hydroxide precipitate (MHP) per tahun.

Sedangkan untuk hilir, JV 4 fokus pada produksi material baterai seperti katoda, kobalt sulfat, dan prekursor ternary dengan kapasitas 30 ribu ton lithium-hydroxide per tahun di Halmahera Timur, Maluku Utara. JV 5 mengelola produksi sel baterai melalui PT Contemporary Amperex Technology Indonesia Battery (CATIB) di Karawang dengan kapasitas total 15 GWh/tahun yang terbagi dalam dua fase produksi. JV 6 bergerak di bidang daur ulang baterai dengan kapasitas 20 ribu ton logam per tahun yang juga berlokasi di Maluku Utara.

Strategi Ekosistem Baterai sebagai Pilar Ekonomi Masa Depan

Pembangunan proyek ini bukan hanya tentang memanfaatkan sumber daya alam Indonesia secara langsung, melainkan juga mengoptimalkan seluruh rantai nilai sehingga memberikan multiplier effect ekonomi yang besar. Dengan investasi US$ 5,9 miliar dan proyeksi nilai tambah sebesar US$ 48 miliar, pemerintah menegaskan komitmennya untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi baterai EV di Asia dan dunia.

Kolaborasi strategis antara BUMN dan mitra asing khususnya dari China menjadi kunci keberhasilan proyek ini. Struktur kepemilikan saham yang proporsional memberikan kontrol kepada Indonesia di sisi hulu, sementara kerja sama dengan perusahaan teknologi tinggi asal China memungkinkan transfer teknologi dan efisiensi produksi di hilir.

Harapan Presiden dan Dampak terhadap Industri Nasional

Presiden Prabowo mengharapkan proyek ini menjadi terobosan besar yang mendorong transformasi industri nasional menuju era kendaraan listrik, sekaligus membuka peluang kerja baru dan memperkuat kemandirian ekonomi berbasis energi bersih. Lokasi proyek di Karawang juga diharapkan mendukung pertumbuhan kawasan industri yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index