JAKARTA - Langkah pengembangan Bandara Dhoho sebagai keberangkatan langsung menuju Tanah Suci semakin menarik perhatian. Bagi masyarakat Kabupaten Probolinggo dan sekitarnya, potensi ini bukan sekadar mempermudah akses umrah, tetapi juga membuka peluang ekonomi dan demografi baru—belum lagi peran strategis bandara yang digagas untuk mendukung mobilitas regional.
Persiapan Bandara Dhoho mencakup fasilitas penerbangan, layanan penumpang, hingga regulasi terkait. Pihak otoritas terkait, antara lain Kementerian Perhubungan, Angkasa Pura I, dan Kementerian Agama, terus mengevaluasi kesiapan sarana dan prasarana penerbangan umrah yang memerlukan standar internasional. Keberadaan terminal dan runway yang kini telah berstandar cukup memadai menjadi modal utama untuk mendorong perluasan fungsional bandara ini.
Menurut pejabat yang enggan disebutkan namanya, “Bandara Dhoho secara teknis telah memenuhi persyaratan dasar untuk penerbangan umrah, seperti panjang runway dan fasilitas penumpang. Saat ini tinggal selangkah lagi untuk mendapatkan izin operasional,” ujar narasumber dari instansi terkait.
Standar Operasional dan Regulasi Penerbangan Umrah
Untuk merealisasikan penerbangan umrah langsung dari Bandara Dhoho, sejumlah regulasi teknis harus dipenuhi. Standar keselamatan, keamanan, serta sertifikasi operator penerbangan umrah menjadi perhatian utama. “Setiap penerbangan umrah memiliki standar khusus terkait sertifikasi pesawat, kru dan pelayanan di dalam pesawat, serta izin dari Kementerian Agama,” sebutnya.
Persyaratan ini jelas lebih kompleks dibanding penerbangan domestik biasa. Operator umrah diharuskan menjalin kerja sama dengan maskapai yang diakui dan memenuhi persyaratan keselamatan dan layanan bagi jemaah sepanjang perjalanan. Komitmen dari berbagai pihak menjadi kunci untuk mewujudkan konsep ini.
Manfaat Ekonomi Lokal dan Sinergi Antar Lembaga
Keputusan menjadikan Bandara Dhoho sebagai titik keberangkatan penerbangan umrah akan mendatangkan manfaat multifaset bagi daerah. Pertama, keberangkatan dan kedatangan jemaah akan mendukung pergerakan barang dan jasa di sekitar bandara—optimalisasi layanan transportasi darat, hotel, katering, serta suvenir umrah.
Kedua, hal ini akan mendorong peningkatan pendapatan daerah, terutama dari sektor pariwisata dan ekonomi kreatif lokal. “Penerbangan umrah akan membantu meningkatkan mobilitas ekonomi hingga 10–15 persen di sektor pendukung jika pemanfaatannya maksimal,” ujar pengamat pembangunan regional setempat.
Selain itu, hadirnya penerbangan umrah dapat menciptakan paradigma baru dalam pengembangan bandara domestik di Jawa Timur, sebagai alternatif dari bandara besar seperti Juanda atau Ahmad Yani. Hal ini dapat mendorong pemerataan pelayanan bagi masyarakat di wilayah tapal kuda.
Tiga Pilar Kesiapan Bandara
Ada tiga aspek utama yang dinilai pihak otoritas: fasilitas runway, terminal dan layanan pendukung, serta sertifikasi operasional. Runway Bandara Dhoho yang saat ini memiliki panjang dan lebar yang memadai untuk digunakan oleh pesawat medium seperti Airbus A320 atau Boeing 737 dianggap menjadi modal utama. Meski demikian, penyempurnaan navigasi dan pencahayaan runway tetap harus dipenuhi untuk standar internasional.
Kemudian, terminal penumpang harus dilengkapi fasilitas seperti ruang tunggu khusus jemaah, layanan check-in terpadu, ruang ibadah, serta pemisahan antara kedatangan dan keberangkatan untuk menghindari kepadatan dan menjaga kenyamanan. Layanan imigrasi dan bea cukai juga harus siap mendukung rute penerbangan internasional.
Terakhir, izin operasional dari Kementerian Agama menjadi tahapan penting. Regulator ini harus memastikan bahwa operator penerbangan umrah telah memenuhi kewajiban semacam sertifikasi kru kabin dan penanganan logistik jemaah sesuai standar haji dan umrah.
Tantangan dan Sinergi Lintas Sektor
Meski potensi ekonomi dan akses calon jemaah semakin jelas, sejumlah tantangan juga harus diantisipasi. Mulai dari alur imigrasi dan bea cukai, konektivitas darat menuju bandara, hingga koordinasi antarinstansi. Musyawarah yang intensif antara Kementerian Perhubungan, Kementerian Agama, Angkasa Pura I, serta otoritas daerah telah dibangun untuk menyinkronkan kesiapan regulasi dan infrastruktur.
“Konsolidasi regulasi teknis dan sinergi antar lembaga menjadi prioritas utama,” jelas narasumber. Ia menambahkan bahwa pengalaman bandara-bandara lain dalam melayani penerbangan haji-umrah menjadi acuan penting dalam proses implementasi.
Dukungan Masyarakat dan Industri
Dalam berbagai forum publik, masyarakat sekitar menyambut baik inisiatif ini. Mereka berharap Bandara Dhoho dapat menjadi gerbang keberangkatan langsung ke Tanah Suci yang lebih dekat, praktis, dan murah. Beberapa pengusaha lokal juga telah melakukan studi kelayakan tentang potensi bisnis travel, jasa transportasi, dan perizinan umrah untuk mendukung layanan tersebut.
Tak hanya itu, keberadaan airline pendukung juga mulai diwacanakan. Beberapa maskapai penerbangan yang memiliki rute domestik ke Dhoho tengah melakukan penjajakan teknis untuk menambah izin rute internasional. Langkah ini diharapkan dapat berjalan beriringan, setelah operator penerbangan umrah resmi mendapatkan izin dari regulator.
Menanti Keputusan Resmi
Kolaborasi antara instansi pemerintah, lembaga agama, operator bandara, dan masyarakat telah berjalan masif. Langkah tersebut menunjukkan potensi besar Bandara Dhoho sebagai titik awal penerbangan umrah. Meskipun sejumlah persyaratan masih menunggu finalisasi, optimisme tetap tinggi.
Sebagai bandara domestik yang ingin berkembang, Dhoho tinggal selangkah lagi dari mencetak sejarah baru. Jika semua regulasi dan kesiapan infrastruktur terpenuhi, keberangkatan umrah dari Dhoho bisa menjadi kenyataan—di mana akses keluar negeri seperti menunaikan ibadah haji pun bisa dilayani tanpa harus ke bandara besar.